Sabtu, 17 November 2012

IBU BIARKAN AKU BERBAKTI




Hujan yang turun begitu deras. Gemericik suara hujan terdengar menitik di atas genting.  Pepohonan dan tumbuh-tumbuhan bersuka cita menyambut air yang turun karena rahmat Tuhan yang Maha Esa. Setelah sebulan tak diguyur hujan, suasana desa begitu segar. Petani bersuka cita menyambut datangnya hujan. Namun, tidak denganku. Aku tak mampu berbuat apa-apa, aku hanya terduduk  di atas kursi rodaku. Sedang ibuku yang sudah tua rentah sibuk menadahkan air hujan, untuk persedian air minum keluarga kami. Perkenalkan aku Rinda, seorang anak tuna daksa yang tak memiliki kaki kiri, karena kecelakaan yang menimpaku saat aku berusia 5 tahun. Saat itu perasaan kedua orangtuaku hancur remuk, melihat putrinya yang harus kehilangan kakinya. Bayangkan saat aku tumbuh sebagai gadis remaja semua orang memndangku sebelah mata. Hatiku hancur, ketika teman-temanku yang saat itu tengah asyik bermain kejar-kejaran, dan aku yang ingin ikut bermain dengan mereka, mereka malah tak mau mengajakku, karena keterbatasanku. Aku bergegas memutar kursi rodaku untuk kembali ke rumah.  Aku menangis di dalam kamar, “ Tuhan, mengapa aku berbeda ? .” Saat itu aku menyalahkan Tuhan atas derita yang aku alami.  Ibu yang mendapatiku tengah terisak-isak menangis di sudut kamar, mengelus kepalaku dan tersenyum. “ Ibu.. kenapa tersenyum ?” tanyaku. Ibu menjawab “ kamu gadis yang cantik nak, jika kamu terus menangis nanti matamu bengkak, dan  cantiknya hilang” hibur ibu. Aku memeluk ibu dan mengadu pada ibu.
Hari-haripun berlalu, aku melewati hariku di sekolah Luar Biasa (SLB) “Kasih Ibu”. Di sana aku merasa lebih dihargai dan memiliki teman-teman yang sama denganku. Kini aku telah duduk di kelas 1 SMA. Sejak SMP aku bersekolah disana. Di sekolah ini aku mendapat motivasi dari kakak kelasku yang berhasil menjadi penulis walaupun dengan keterbatasannya, salah satu yang menginspirasiku adalah kak Lulu, seorang tuna cicara yang mampu melahirkan karya-karya best seller. Aku yakin keterbatasan fisikku tak akan menghalangi talenta yang ada pada diri tiap individu, sama seperti kak Lulu aku juga sangat suka menulis, apalagi menulis puisi. Saat kelas 2 SMP aku memenangkan Lombe menulis puisi se- SLB “ Kasih Ibu”. Inilah Puisiku yang mendapat juara pertama di Lomba itu.
Asaku
(Oleh : Rinda)
Mendidih sampai ke ubun-ubun
Rasa benci yang sangat teramat , Membakar suka  di hati
Dengarlah…. Dengarlah jerit hati di balik naungan sunyi
Tatkala Lidah memberontak, diri tak ingin terpedaya…..
Coba lihat… aku berdiri disini, bermandikan cahaya kelam
Terbasuh di bawah sinar rembulan temaram
Gerakan semu membayangi kakunya jiwa
Setapak demi setapak langkah menjejal
Senandungkan.. senandungkan lagu pembakar semangat tatkala diri terkapar lemah
Retakkan cermin kegelapan yang menjerumuskan
Semailah benih yang tengah terkubur dalam
Dalam deruh dan kecamuk cemoohan…
Tetaplah tegar, seperti karang yang terkena deburan ombak di lautan
Di mata Tuhan kita sama…..
Jangan peluh menatap masa depan
Asa itu tetap ada………
Teruslah berjuang hingga raga terpisah dari badan….
Saat aku memenangkan Lomba itu, aku diberi apresiasi sebuah trophy cantik berwarna kemasan yang cukup tinggi dengan balutan pita berwarna merah dipinggangnya, tertulis “ Juara 1 Lomba Menulis Puisi tahun 2005”. Aku juga mendapat piagam penghargaan dan uang pembinaan sebesar Rp. 200.00,00. Semuanya ku persembahkan untuk ibu. Aku menangis dalam dekapan ibu, ibupun terharu, beliau berkata sungguh bangga mempunyai putri seperti aku. Sayangnya, aku tak mampu mempersembahkan itu kepada ayah. Ayah telah meninggalkan kami saat aku berusia 8 tahun. Lukaku waktu itu sungguh bertumpuk menjadi satu, aku nyaris menjadi anak yang setress, karena merasa beban hidupku yang teramat berat. Namun ibu selalu memberi semangat padaku. Karena kemampuanku dalam menulis, sekolah mempercayaiku sebagai penulis tetap di majalah dinding sekolah. Selama berad di SLB, sudah sekitar 35 tulisanku yang tertempel bergantian di majalah dinding sekolah. 25 diantaranya adalah puisi dan 10 buah cerita pendek. Eksistensiku dalam menulis  tidak hanya terhenti disitu. 27 Februari 2007. Aku mencoba mengikuti ajang kompetisi menulis novel inspiratif yang terilhami dari kisah nyataku. Salah seorang sahabatku Dwinda, seorang tuna netra memberi masukan padaku, dan bersedia menceritakan kisah hidupnya padaku. Cerita sahabtaku itu mampu menjadi udara segar dalam menggarap novel inspiratifku yang berjudul “Kita Semua Sama”. Setelah lebih kurang satu bulan, aku menyelesaikan novel itu, namun aku kesulitan menulis akhir cerita novel itu.
Aku mendapat masalah saat tengah menyelesaikan novel itu. Seorang yang tak menyukaiku mencoba menghardik diriku. Dia begitu iri denganku, dia adalah Misan seorang anak autis yang sangat nakal. Ia sungguh tak menyukaiku dengan keterbatasan yang aku miliki aku tak mampu mengelak dari kekerasan yang dilakukannya. Ia memukul kepalaku dengan batu bata yang ada di sekitar sekolah kami, karena kejadian itu aku harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit Citra Medika. Entah, apa salahku pada anak itu ?, mengapa ia tega melakukan itu padaku ?”Aku sempat koma selam 1 hari, darah segar mengucur dari kepalaku akibat hantaman benda keras yang melukai kepalaku. Dokter menghimbau agar aku dioperasi kecil, namun karena keterbatasan biaya, Ibu meminta cara lain. Walaupun demikian ibu masih harus meminjam uang kepada tetangga. Ibu, maafkan anakmu yang selalu menyusahkanmu. Di rawatnya aku di Rumah sakit menunda penulisan novelku, akibatnya aku gagal mengikuti kompetisi penulisan novel inspiratif itu. Aku begitu kecewa karena tak dapat ikut, namun akul ebih kecewa lagi, jika aku tak mampu menhampus air mata dari ibuku.

Ku dapati tiap malam dalam do’a saat tahajjud ibu selalu meminta kesehatan diriku. Ibu selalu menyembunyikan kesedihanya, yang tak pernah ku tahu. Namun, sakit yang kurasa sekarang telah membukakan mataku. Aku harus kuat. Tekadku sudah bulat, sepulangnya dari rumah sakit aku akan bekerja membantu ibu. Tiga hari t’lah berlalu, entah dariman ibu mendapatkan uang untuk membiayai perwatanku. Sekolah telah memberi bantuan sealakadarnya, namun aku yakin itu belum cukup untuk membiayai perawatanku. Orang tua Misan, hanya mampu meminta ma’af karena keluarga mereka juga bukan orang yang berada, dengan sabar ibu hanya menasehati orang tua Misan, dan tak menuntut sedikitpun pada mereka. Aku begitu terharu dengan kebaikan hati ibuku. Tuhan , aku begitu beruntung mendapatkan orang tua seperti beliau. Aku tak mau kembali ke sekolah, aku memutuskan untuk membantu ibu menjajakkan kue lempar yang dibuatnya hingga tengah malam. Namun, ibu bersihkeras menolak bantuanku itu. Ia berkata “ Nak, Ibu tak minta apa-apa pada Rinda, Ibu mau Rinda jadi anak yang pintar”. Aku tak mampu berkata-kata, diatas kursi roda itu aku hanya meneteskan air mata. Ibu memberi pengertian padaku, jika aku menjadi anak yang pintar maka aku akan sukses. Ibu berpesan agar aku selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal, agar aku menjadi anak yang berhasil.Dan hal itu akan membuat ibu bahagia. Aku kembali aku memikirkan perkataan ibu dan teringat akan kesuksesan kakak kelasku dalam menulis. Ku mulai dengan memperbaiki novel yang tengah ku garap, satu-persatu inspirasi datang ke dalam benakku. Benar, Siapa yang sungguih-sungguh dia akan berhasil. Hal ini tak hanya untuk orang normal, namun akupun bisa.
Suatu Hari, di sekolahku di temple brosur perlombaan ajang kompetisi dan kali ini lebih berghengsi dari sebelumnya. Novel yang menang akan mendapat hak terbit. Aku sungguh antusias menanggapi informasi itu. Bu Ririn seorang guruku menyambut niat baikku itu, beliau bersedia meminjamkan laptopnya padaku. Naskah novel yang tadinya ditulis tangan, kini mulai diketik dalam bentuk soft copy, sahabtku juga ikut andil dalam pembuatan novel ini. Setelah novel rampung dibuat dan diketik. Bu Ririn meminjamkan printernya untuk mencetak hasil karyaku itu, setelah sebelumnya beliau memberi saran dan editing terhadap karyaku itu. Aku bertambah semnagat karena dukungan ibundaku, guruku dan sahabatku tercinta. Hidupku terasa begitu lengkap dan sempurna.Akhirnya, aku menemukan judul yang cocok dari novelku, “ Ibu.. Biarkan Aku Berbakti”, itulah judulnya. Bu Ririn yang sempat membacaa novel itu mengucurkan air mata. Dwinda sahabatku yang hanya mampu mendengarpun, ikut menitikkan air mata, mendengar novel yang kubacakan. Ibu Ririn sudah tak sabar mengumpulkan karyaku itu. Tiba masa Lomba, kami bertiga mengumpulkan berkas melalui pos.
Dag… dig… dug, jantungku berdetak, tiap malam aku berdo’a agar naskahku dapat diterbitkan. Setelah menunggu selama 3 bulan  pada akhir tahun 2008. Novelku yang berjudul “ Ibu.. Biarkan Aku Berbakti” yang tadinya berjudul “ Kita Semua Sama”, menjadi pemenang pertama Lomba Cipta Novel skala Nasional, Hatiku senang bukan kepalang, karena keberhasilanku itu aku diundang ke Launching Novelku yang berjudul “ Ibu… Biarkan Aku Berbakti”. Novel yang benar-benar aku dedikasikan buat ibuku dan teman-teman disabilities di seluruh tanah air.  Novelku disambut hangat oleh masyarakat di seluruh tanah air. Novelku  berhasil terjual sebanyak 3.000 eksemplar, dan menjadi best seller saat tahun 2009. Sudah mengalami lima kali cetakan. Aku berpegang teguh pada “ Man Jadda Wajada”, “Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil”. Sungguh benar-benar nyata kualami. Hal ini berlaku pada setiap insane yang bernyawa yang mau berusaha dan bersungguh-sungguh. Kisah dalam novel itu benar-benar terilhami dari kisahku.
Sepenggal Puisi dalam Novel “Ibu, Biarkan Aku Berbakti”
(Oleh : Rinda)
Penat, Derita, Duka, dan Suka,
Menghiasi harimu yang nyata
Segurat senyum terpancar menutup tangis dalam hati,
Harimu engkau korban…
Saat aku tengah di kandungan,
Disusui, Di masa kanak, remaja dan dewasa
Kau tak henti-hentinya berdo’a untukku, Ibu…
Kisahmu yang peluh terpatri di hati anakmu,
Ibu…. Sampai tiba waktumu…,
 Ibu, biarkan aku berbakti …
Semua tetangga, teman-teman SDku yang sempat memandang rendah diriku, terharu membaca novelku. Mereka meminta maaf atas perlakuannya padaku. Mereka berujar bahwa anak disability, memiliki hak dan kemampuan yang sama dengan anak normal. Aku bisa membuktikan pada Ibu, bahwa aku mampu membanggakan ibu. Ku yakin di alam sana ayah juga bangga padaku. Dengan semangat, tekad dan kasih sayang ibu, aku mampu menjadi penulis yang sukses. Kini aku dan orang-orang yang sama denganku tidak lagi dipandang sebelah mata, karena kami juga punya karya. Jangan pernah takut bermimpi sahabat-sahabatku. Kita sama seperti yang lainnya. Semangat selalu dalam menggapai cita “ Man Jadda Wajada”. 

Kumpulan Cerita Anak, Mahasiswa PGSD UNSRI 2010


SEORANG GADIS KECIL
DAN
SEEKOR ANAK KUCING YANG LUCU

Oleh : Nurkhasanah (06101413041)

Ani adalah seorang gadis kecil yang duduk dibangku kelas 3 SDN 1 Palembang, dia tinggal di Jl. Srijaya lorong wijaya, No. 876. Dia merupakan gadis yang sangat menyanyangi binatang. Pada suatu hari, ani bermain ke taman dekat dengan rumahnya,tiba –tiba ani mendengar sebuah suara ngeongan kucing. Ani pun mencari-cari sumber suara tersebut, setelah beberapa saat kemudian ani melihat seekor anak kucing yang lucu sedang mengeong-ngeong.
            Kucing itu berwarna hitam bercorak keputihan. Ani pun mendekati kucing tersebut  dan mengelus kepala kucing itu dengan penuh kasih sayang. Ketika ani mau pulang, anak kucing itu mengikuti ani dari belakang. Dengan rasa iba, ani membawa pulang kucing itu kerumah, dan sesampainya dirumah, ani ditanya oleh ibunya
 “ Dari mana kamu dapat kucing itu, ani?”
“ Dari taman bu, sepertinya dia kebingungan”
Sementara ibunya sedang menyirami bunga, ani mengamati anak kucing itu. Anak kucing itu pun balas memandang ani dengan mata sedih. Ani menunduk dan berbisik kepada kucing itu.
“ jangan sedih, aku akan menjaga dan merawatmu dengan baik, sekarang kamu akan saya beri nama lucky. Ani berkata kepada ibunya,
 “ bu,,, bolehkah ani memelihara kucing ini?”dengan muka mengiba
“Baiklah, ibu mengizinkan kamu memelihara kucing ini, tapi kamu harus merawatnya dengan baik” kata ibunya.
Ani pun serasa ingin berteriak kegirangan, “ baiklah ibu, ani akan penuhi pesan ibu,,,”
Ani bertanya lagi kepada ibunya, “ Bolehkah ani memberi ia makan?”
Ibunya tersenyum, tentu saja boleh,,,
Ani dan ibunya meletakkan lucky di ruangan belakang. Kemudian ibu bicara kepada ayah agar lucky dibuatkan tempat untuk ia tinggal.  Ayahnya pun tersenyum dan mengiyakan, setelah tempat itu jadi, ayah memberikannya kepada ani,
“ini tempatnya sayang, tapi kamu harus rajin membersihkannya, supaya lucky terus sehat”
“iya ayah, terimakasih ya ayah ” kata ani.
Setiap sore, ani selalu memandikan lucky, agar bulu lucky selalu bersih. Lama kelamaan, ani dan lucky mulai berteman baik. Lucky semakin mengeemaskan dan lucu. Tapi ayah dan ibu ani sangat melarang ani membawa lucky bermain ke halaman rumah.
Suatu hari, kedua orangtua ani meninggalkan ani dirumah sendiri karena sedang menjenguk keponakannya dirumah sakit. Ingin sekali ani bermain dengan lucky, tapi kucing yang mungil itu mendekati pintu menuju kehalaman dan mengeong.
“  apakah kamu ingin keluar?”Tanya ani
Kucing itu pun mengeong-ngeong.
“kalau iya, kamu harus menunggu ayah dan ibu pulang!”
Lucky semakin keras mengeong-ngeong. Ani pun berfikir bahwa ia bisa mengeluarkan lucky, sebentar saja,jika lucky bersamanya , lucky pasti aman.
Dengan pelan-pelan ani membukan pintu dan lucky pun langsung berlari keluar sangat kencang, tanpa terkendali. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan sebuah sepeda yang dikendarai sangat kencang, lucky pun dengan gesit menghindar, tapi belum sampai ia ditepi sepeda itu sudah menyerempetnya. Ani pun berteriak,,, “Lucky!!!apakah kamu tak  apa-apa?” lucky pun tertunduk lemas,kakinya terluka. Ani pun bergegas kearahnya dan menggendong lucky kedalam rumah.
Ketika ayah dan ibu pulang, mereka bertanya, “apakah semua baik-baik saja?”.
Ani menjawab dengan ragu dan bingung…. “Ehm… lucky tadi  keluar, bu,,, maafkan aku, aku tak bermaksud untuk melanggar perintahmu, tapi tadi lucky benar-benar ingin keluar”ujar ani dengan rasa bersalah.
“terus?apa yang terjadi dengan lucky?”Tanya ibunya
“Lucky tadi terserempet sepeda bu, dan orangnya kabur, kaki lucky  terluka ”jawab ani dengan menangis.
“ya  sudah nanti kita bawa lucky kedokter hewan ya,,” ujar ibunya dengan penuh pengertian.
Ani pun mengangguk, sambil memandang kearah lucky dengan sedih,,,
Setelah sampai di tempat dokter hewan, “ apa yang terjadi dengan kucingmu? Tanya dokter itu sambil mengamati lucky dengan hati-hati.
“kakinya terluka, terserempet sepeda, dok” jawab ani
“o…tidak parah kok” sambil memeriksa kaki lucky, “jangan cemas”kata dokter itu lagi.
Ani pun mengangguk serasa mengiyakan. Dokter itu pun kembali berkata
“baiklah, saya kan mengobati kucing mungil ini,. Ani, apakah kamu ingin melihat saya mengobatinya?”
“iya, dok” jawab ani sambil melihat kearah kedua orang tuanya seraya meminta izin, kedua orang tunya pun mengangguk. Kemudian ani mengikuti dokter itu masuk kedalam ruangan tempat lucky akan diobati. Dokter itu pun mengambil alat suntik dan mensterilkan luka lucky dengan hati-hati. “Nah selesai” kata dokter itu dengan tersenyum. Dengan perasaan senang ani dan kedua orang tuanya membawa lucky kembali kerumah.
Beberapa hari kemudian kaki lucky pun sembuh. Mereka pun kembali asyik bermain, mereka semakin akrab, Suatu hari keponakan ani bermain kerumahnya, ia bernama ita. Ita bermain kerumah ani dengan kedua orang tuanya, ita masih kelas satu SD, ani sangat sayang pada ita, ia pun mengenalkan lucky kepada ita,
“adek ita kenalkan ini lucky,aku menemukanya ditaman,lucu kan, kita main bareng yok?”ujar ani
Ita hanya mengangguk, kemudian mereka bertiga bermain bersama-sama . Setelah beberapa jam bermain, ita ingin pulang tapi ita tiba-tiba merengek-rengek kepada orang tuanya ingin membawa lucky. Kemudian orang tuanya mencoba untuk memberikan penjelasan kepada ita tapi ita tetap merengek-rengek ingin membawa lucky. Ani pun bingung, ia mendekati ibunya,
“ bu, adek ita, ingin membawa lucky pulang,” ujar ani dengan raut muka sedih
“biar adek ita bawa dulu ya sayang,,, adek ita kan masih kecil, nanti kalau dia bosen pasti dikembalikan” ibunya mencoba memberi pengertian agar ani memberikan kucingnya kepada ita.
Dan ahkrinya ani pun memberikan lucky kepada ita, dengan menangis ani menyerahkan lucky kepada ita, pesan ani kepada ita, agar ita menjaga dan merawat si lucky. Setelah lucky dibawa ita pulang, ani kesepian, ani jadi malas makan,belajar dan bermain. “ani ayo makan, saying” ajak ibunya
“nggak mau, ani mau makan kalau ada lucky” jawab ani..Ibu dan ayah ani yang melihat hal itu pun merasa sedih. Tanpa sepengetahuan ani, ternyata lucky dikembalikan oleh pamanya, “ayah ita”. Ayahnya membawa lucky kekamar,
“ sayang, coba lihat apa yang ayah bawa?”
Ani pun menoleh kearah ayahnya “ lucky……” teriak ani dengan riang ,
Dengan senang dan bahagia, ani memeluk lucky untuk melepas rasa rindu, lucky pun mengeong bahagia. “Terimakasih ayah, ibu” kata ani”, Ayah dan ibunya pun tersenyum, “iya sayang”  dengan  bahagia kedua orangtua ani memeluk ani.
“ Sekarang ani harus makan ya,, dan jangan malas lagi” kata ibunya dengan tersenyum.“iya,bu” jawab ani.
 Setelah lucky kembali, ani pun mau makan, dan rajin belajar seperti biasa.. Tanpa disadari, lucky sudah enam bulan ikut dengan ani, tubuh lucky gemuk,besar dan ditumbuhi banyak bulu, ani semakin rajin membersihkan lucky dan semakin menyayangi lucky.




















Si Lala dan Angga
Oleh : Susanti (06101413042)

Pada suatu hari Angga sedang bermain dirumah Nopi. Nopi itu adalah tetangga baru nya yang baru pindah dari Bandung. Angga melihat seekor kucing yang berwarna kuning dan putih dirumah Nopi. Nopi bertanya pada Angga tentang kucing itu. Ternyata kucing itu adalah kucing Nopi, dan oleh Nopi dinamai Lala. Ia tinggal di rumah keluarga Nopi. Lala selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur  Nopi. Lala memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai. Namun, tidak seorang pun di keluarga Nopi suka membelai Lala. Nopi pun juga demikian, dia tidak suka dengan kucing itu. Kedua orang tua  Nopi kurang menyukai binatang, bahkan Ibunya  Nopi sering membentak Molly jika ia mengeong waktu nyonya  sedang memasak ikan. Lala pun kurang perhatian di rumah Nopi. Sedangkan Angga senang sekali dengan Lala, Angga adalah seorang anak yang penyayang binatang,terutama kucing. Hampir setiap hari dia kerumah Nopi Cuma untuk bermain –main dan memberi makan Lala. Ingin sekali dia membawa pulang Molly kerumahnya. Tapi dia tidak berani ngomong.                                Suatu hari  Nopi berpamitan sama Angga, bahwa dia dan keluarganya akan  liburan keluar kota cukup lama sekitar sebulanan. Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Nopi berangkat. “Lala pasti diajak juga,” ucap Angga dalam hati. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat melihat Lala masih ada di halaman rumah keluarga Nopi. Angga  lalu menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk merawat dan memberi makan Lala setiap hari,” kata ibu Angga. Setelah beberapa hari Angga sedang berjalan –jalan disekitar rumahnya. Dan dari luar dia melihat Lala yang sangat lemah dan kurus. Angga pun terkejut.
”Mengapa Lala menjadi kurus???? Apakah tidak ada yang diperintahkan Nopi untuk merawat dan memberi makan Lala???” itu lah pikiran Lala.
Tanpa pikir panjang lagi langsung Angga menyuruh Lala untuk keluar dari pagar. Lalu  pun menuruti apa kata Angga dan dia langsung keluar pagar. Seakan Lala mengerti apa yang diperintahkan Angga. Lala dengan lemahnya dia mendekati Angga. Angga pun langsung mengangkat Lala dan langsung membawanya ke rumah nya. Setelah sampai di rumahnya Lala langsung dikasihnya makan dan susu. Lala  makannya dengan lahap sekali. Seperti sudah sebulan tidak makan. Maklum lah memang Lala sudah tiga hari tidak makan, dan biasanya juga Lala kalau makan juga banyak –banyak. Angga pun melihatnya dengan sedih dan rasa terharu,
”kenapa Lala bisa seperti ini, malang sekali nasib Lala”ucap Angga.
”mengapa Nopi tidak menyuruh orang untuk merawat dan memberi makan Lala?, apakah Nopi lupa?” ucap ibunya Angga.
Angga dan ibunya pun terus memandangi Lala yang sedang makan dengan lahap, Lala pun tak merasa kalau Angga dan ibunya sedang memandanginya, karena Lala sudah sangat lapar. Jadi tidak memperhatikan sekitarnya.                                    Setelah makan Angga memandikan Lala, karena Lala memang keliatan sangat kumel sekali. Setelah makan dan mandi Lala pun tidur dengan nyenyak. Pada malam harinya Lala terbangun dan melihat banyak sekali tikus –tikus di dapur rumah Angga. Dia pun menanggapnya, karena dia akan berbalas budi pada keluarga Angga. Angga dan ibunya pun terkejut pada pagi hari nya melihat begitu banyaknya tikus yang telah ditangkap Lala. Angga pun semakin sayang sama Lala. Sebulan kemudian, Nopi dan keluarganya pulang dari berlibur. Dengan berat hati Angga mengantar Lala pulang ke rumah keluarga Nopi. Tapi, setiap diantar pulang, Lala selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Angga. Lala tahu bahwa Angga dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Nopi yang tega menelantarkannya, meninggalkannya sampai sebulan tidak dikasihnya makan. Angga pun sadar bahwa selama ini dia menelantarkan Lala dan kurang memberi perhatian sama Lala, walaupun kalau soal makanan Lala itu tidak pernah telat ataupun kelaparan saat dirumah Nopi, tapi kurangnya perhatian sama belaian lah Lala di rumah Nopi.
” Lala memang sangat akrab pada Angga, dan Angga pun sangat menyayanginya” ucap Nopi dalam hati, setelah Angga pulang dari rumahnya untuk mengantar Lala.
Pada suatu hari,Angga ulang tahun. Dan Nopi pun memberikan hadiah untuk dia.
” inilah waktu yang tepat untuk saya membahagiakan teman saya” ucap Nopi di dalam kamarnya saat dia akan ke rumahnya Angga untuk menghadiri pesta ulang tahun Angga. Karena dia tau betul bagaimana bahagianya Angga saat bersama –sama dengan Lala, begitu pun Lala.
Pesta pun dimulai, dan saatnya Nopi memberikan kado buat Angga. Melihat Nopi membawa Lala dan Nopi memberikannya kepada Angga, Angga pun terkejut bahagia. Dia sangat senang sekali. Karena Angga memberi kado Lala. Seekor kucing yang lucu yang selama ini di sayanginya, walaupun bukan milik dia. Tapi itu semua dulu, sekarang Lala adalah miliknya seutuhnya. Dia sangat berterima kasih sekali sama Nopi dan orang tua Nopi yang telah memberikannya seekor kucing miliknya. Karena kucing seperti Lala lah yang Angga inginkan. Lala pun kelihatan senang sekali bisa terus bersama –sama sama Angga,bisa bermain –main berdua. Akhirnya sekarang Lala pun milik Angga sepenuhnya. Setiap hari mereka selalu bermain bersama –sama. Angga pun sayang sekali sama Lala begitu juga dengan ibunya Angga. Sewaktu Angga sekolah, ibuny lah yang mengurus Lala untuk makan dan sedikit bermain. Maka dari itu, Angga sudah tidak sabar lagi untuk pulang kerumah ketemu Lala. Oleh sebab itu, sepulangnya sekolah dia cepat –cepat langsung pulang dan biasanya dia pulang juga dengan membawa makanan untuk Lala. Jadi setiap hari sepulang Angga pulang sekolah selalu disambut Lala di depan rumah nya.      Begitulah kehidupan Lala dan Angga setiap harinya. Sekarang badan Lala sangat gemuk dan lucu. Karena apapun makanan kesukaan Lala selalu dibelinya oleh Angga. Begitu juga susu,setiap harinya dikasih susu sama Angga. Kemana pun Angga pergi selalu dibawanya Lala, terkecuali waktu sekolah. Karena memang peraturan di sekolahkan tidak boleh membawa binatang dalam bentuk apapun sekalipun itu hewan peliharaan. Kalaupun diperbolehkan sudah dari dulu Angga membawa Lala di sekolahnya. Karena Lala pun tidak pernah mengganggu saat Angga belajar. Jadi, Lala pun tahu saat dia bisa brmain –main sama Angga ataupun saat Angga lagi belajar. Sewaktu Angga sedang belajar Lala pun di sebelah Angga. Dia selalu menemani Angga belajar tapi dengan tidak mengganggu Angga. Ketika Angga sudah selesai belajar keduanya langsung bermain –main.                  
”Lala sini dulu ya, Angga mau belajar dulu, Lala maianan ini sama pena” ucap Angga pada Lala sambil memberikan pena untuk Lala. Karena Lala senang sekali bermain –main dengan pena.
”meong....” itulah jawaban Lala. Itu mengisyaratkan bahwa dia mau dan menerima permainan pena itu. Setelah Angga selesai belajar baru mereka bermain bersama.
Angga dan Lala juga sering bermain di rumah Nopi. Begitu juga dengan Nopi, dia juga sering kerumah Angga. Hampir setiap hari mereka bermain, sehingga menimbulkan rasa sayang Nopi kepada binatang. Tapi dengan sayang nya Nopi sekarang sama kucing bukan berarti dia akan meminta kembali Lala dari Angga. ”itu tidak akan terjadi” ucap Nopi dalam hati. Maka dari itu ketika Angga lagi jalan –jalan sama kedua orangtuanya dia membeli seekor kucing. Dia berjanji tidak akan menelantarkan lagi,tidak akan membenci kucing lagi, seperti apa yang dilakukannya sama Lala.                                                                                                         Angga pun senang melihat perubahan temannya itu. Dan Lala pun juga ikut merasa senang, karena sekarang dia banyak kawan. Selain Angga sama Nopi, Lala juga mempunyai teman baru juga kucing, yaitu kucingnya Nopi. Kucing Angga dan kucing nya Nopi kelihatan akrab sekali.














Kucing Yang Malang
Oleh : Nur Ansyoria Yulisa (06101413043)


Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing berwarna putih. Nama kucing itu lola. Ia tinggal di rumah keluarga aming. Lola  selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur keluarga aming.
Lola adalah kucing yang sangat lucu. Banyak orang suka padanya. Lola sering berlarian karena mengejar tikus. Lola amat senang memaqngsa tikus. Kerap kali ada bunyi yang sangat berisik di dapur dan ternyata suara tersebut di sebabkan lola yang sedang berlari mengejar tikus di dapur. Lola memiliki mata yang hijau dan kumis panjang berwarna hitam.
Namun dalam keluarga aming tak seorangpun senang terhadap lola. Terutama ibuku. Ibuku kerap membentak lola karena lola sering mencuri ikan ibu ketika ibu sedang memasak di dapur. Di tambah dengan ke tiga anak yang ada pada keluarga aming kurang menyenangi binatang.
Di depan rumah keluarga aming ada seorang anak bernama lilo. Lilo adalah anak dari keluarga terpandang di kotanya. Ayahnya adalah walikota di sana. Keluarga samiri namanya. Lilo adalah anak yang baik dan menyenangi binatang. Suatu hari lilo melihat lola sedang di kejar oleh anjing tetangganya. Nama anjing itu adalah erna. Lilo pun merasa kasihan pada lola. Lilo pun langsung beranjak mengejar lola. Setelah itu di bawanya lola ke rumah. Lilo merasa sangat senang melihat lola. Karena lola terlihat amat menggemasakan dengan tingkah lucunya. Lilo memberinya makan dan membelainya. Semenjak dari kejadian itu setiap sore lola melompat dari pagar rumah keluarga aming untuk pergi ke keluarga samiri dan minta di belai oleh lilo.dalam hati lilo berkata “ alangkah senangnya bila lola ini adalah kucing peliharaanku “. Lilo sangat ingin memelihara lola. Akan tetapi ibu lilo tidak akan mengizinkan ada hewan di rumahnya. Karena ibu juga tidak begitu menyukai binatang. Terpaksa aku hanya bertemu dengan lola setiap sore saja.
Suatu hari lola tidak datang ke rumah seperti biasanya. Akupun menjadi kawatir, apakah gerangan yang terjadi pada lola. Hatiku bertanya – Tanya mengapa lola tak datang ke rumah seperti biasa??. Dan aku baru ingat bahwa semalam keluarga aming datang untuk berpamitan, mereka akan pergi ke jogja.katanya hanya sekadar berlibur sekaligus berkunjung ke rumah nenek mereka. Dan ku piker lola pergi karena di ajak oleh mereka ke jogja. Aku pun merasa rindu kepada lola. Karena setiap hari biasanya aku bermain bersama lola si kucing putih yang sangat lucu itu. Dan tiba – tiba ibu memanggilku. Aku lekas berlari ke belakang menemui ibuku. Ibuku memintaku untuk membeli garam untuk memasak. Akupun menuruti perintah ibuku. Di saat perjalananku menuju ke warung yang letaknya di samping rumah keluarga aming. Aku mendengar suara “ ngeong…ngeong..” di belakang rumah keluarga pak aming. Lalu intip dari sela – sela pagar rumah pak aming. Betapa terkejutnya aku melihat kucing itu sendirian terkurung di halaman belakang rumah pak aming. Loal terlihat sangat kesepian di sana. Dalam hati pasti lola bertanya – Tanya kemanakah tuannya pergi. Lola berkeliling beraharap ada jendela yang terbuka agar ia bisa masuk. Namun ternyata semua jendela di sana terkunci rapat.
Lola sangat merasa kesepian dan hanya bisa berharap tuannya akan segera pulang. Lola pergi ke semak – semak. Ku lihat dari kejauhan lola terlihat kedinginan dan kelaparan. Aku merasa kasihan padanya tapi aku tidak tahu bagaimana cara membantunya. Lalu aku lekas pergi ke warung untuk membeli garam dan memberikannya pada ibu. Aku menceritakan kejadian yang ku lihat tentang lola kepada ibuku.” Oh, biar saja kata ibuku, tidak mungkin pak aming menelantarkannya pasti pak aming sudah menyuru orang untuk merawatnya”. Ku pikir benar juga apa yang di katakan ibu. Tidak mungkin pak aming sengaja menelantarkan lola . walaupun dia tidak begitu senang terhadap lola tidak mungkin dia tega memperlakukan lola sekejam itu.
Tapi nyatanya, tak seorang pun terlihat untuk merawat lola. Lola masih berada di semak – semak. Walaupun lola terlindung panas tapi lola masih bsah karena kehujanan. Lola pun mulai terlihat lemas. Lola memakan tulang – tulang kering dan memakan daun – daun kering di halamna belakang rumah pak aming. Lama – kelamaan lola mulai sakit dan semakin hari sakitnya semakin parah karena kelaparan. Lola menjadi sangat kurus dan ia bersin – bersin.
Pada hari ke tiga lola menjadi semakin kurus. Bahkan dia mulai tidak kuat untuk melangkahkan kakinya. Dia hanya terus berharap ada yang akan memberinya makan dan merawatnya dengan baik dan juga membelainya.
Lalu lola teringat pada lilo yang selama ini sudah baik kepadanya dan satu – satunya orang yang mau membelainya. segera ia menuju rumah lilo. Tapi lola bingung bagaimana ia bisa pergi ke sana?? Badannya sangat lemas dan tidak bisa melompat pagar. Berkali – kali ia mencoba melompati pagar tapi tetap saja dia tidak berhasil. Lola tak juga menyerah, lola terus saja mencoba melompati pagar sampai akhirnya lola terjatuh. Sekali lola hanya bisa berharap akan ada yang datang untuk menolongnya.
Tiba – tiba lilo lewat dan melihat lola mengeong . “ oh inikah  lola??badanmu sangat kurus “. Lilo segera mengasung mengambil lola dan langsung membawanya pulang ke rumah. Lilo memberinya makan dan membersihkannya. Ibukupun jadi merasa kasihan melihat keadaan lola yang sangat kurus. Akhirnya ibu mengizinkan lola tuk tinggal di dapur selagi keluarga pak aming masih di luar kota. Aku sangat senang mendengar kata – kata yang keluar dari mulut ibu. Akupun memberinya sebuah kotak tempat lola tidur. Dan lola melihat saat malam dapur ibu banyak tikusnya. Lalu lola pun menangkap tikus – tikus itu. Lalu ibupun semakin menyukai lola karena telah membantu ibu membasmi tikus di dapur.
Setiap hari sepulang sekolah aku selalu bermain bersama lola. Aku sering membelikan mainan untuk kami mainkan bersama. Tidak lupa ku beri dia makan. Dan seiring dengan itu kesehatan lola si kucing lucu itupun berangsur menjadi baik dan badannya menjadi gemuk.semakin hari lola semakin lucu. Lola sangat senang bila aku membelainya. tidak lupa setiap petang aku mengajaknya berjalan keliling 
Setiap malam lola menangkapi tikus – tikus yang ada di dapur ibu. Dia ingin membalas kebaikan ibu lilo dan lilo.lola sangat senang bisa tinggal di rumah lilo . setiap hari lilo dan ibunya membelai lola.  Ibu lilo juga sering menghadiahkan ikan kepada lola. Lola sangat menyukai ikan. Dia sangat gembira ketika ibu memberinya ikan.
Suatu hari ketika aku mengajak lola keliling komplek. Ada seekor kucing berwarna putih,hitam dan kuning. Ku lihat dia seekor kucing yang liar karena tidak ada yang memeliharanya. Kucing itu sendirian mengorek – ngorek tanah dan memakani tulang kering. Kucing itu sangat kusam dan kurus.
Karena merasa kasihan akupun mendekati kucing liar itu. Lalu lola pun juga bersikap ramah terhadap kucing itu. Ku bawa kucing itu ke rumah dan ku beri makan. Kucing itu makan dengan sangat lahap. Lalu ku bersihkan kucing itu. Dan ku beri nama si belang. Akupun memutuskan untuk memlihara si belang untuk ku jadikan teman bermain lola di saat aku sedang tidak ada di rumah.
Sebulan kemudian keluarga pak aming pulang dari jogja. Dan dengan berat hati aku harus mengembalikan lola kepada keluarga aming. Tapi setiap kali aku antar lola pulang dia selalu kembali ke rumahku. Lola tahu bahwa keluarga aming sangat jahat dan kejam karena sudah menelantarkannya. Dan lola mengetahui bahwa lilo dan ibunya lah yang tulus menyayangi lola. Dan lola pun sudah punya teman di rumah lilo yaitu si belang.
Akupun bingung harus berbuat apa. Aku mau saja memelihara lola di rumahku dan selalu merawatnya tapi aku tak tahu apakah keluarga pak aming mau memberikannya padaku. Aku pun mencoba meminta izin pada pak aming untuk merawat lola.
Karena keluarga pak aming tidak terlalu mau peduli pada lola, maka pak aming mengizinkan aku untuk merawat lola. Akupun merasa sangat gembira mendengar pak aming berbicara demikian.
Akhirnya lola telah menjadi kucing peliharaanku. Di rumah aku membuatkannya kandang yang ku buat dari kayu dan ku tata dengan indah. Kandang itu ku buatkan untuk si belang dan lola. Lola dan si belang terlihat akrab. Setiap sore belang dan lola berjalan – jalan keliling komplek bahkan sesekali berkeliling kota . aku paling suka mengajaknya ke taman kota. Di taman kota banyak orang yang suka mengajak hewan peliharaan mereka ke sana.
Suatu hari tiba – tiba lola perutnya terlihat buncit . kupikir dia sakit tapi ternyata berapa bulan kemudian di dalam kandang itu ada tiga anak kucing yang lucu – lucu . “ oh. Ternyata kucing – kucing mungil yang lucu inipun adalah anak dari lola dan si belang. Aku merasa senang melihatnya. Dengan begini hewan peliharaankupun menjadi bertambah banyak. Dan rumah lilo pun semakin bebas dari gangguan tikus.













Petualangan Kelinci di Hutan
Oleh : Tiurida Intika (06101413044)


Suatu hari kelinci sedang berjalan mondar – mandir di hutan karena tidak mempunyai teman.Semua temannya pergi mencari makanan.“ Saya kira, saya sebaiknya pulang dan tidur, “ kata Kelinci sedih.Dalam perjalanan pulang, kelinci bertemu siput yang berjalan sangat pelan.“ Hai, pak Siput, ada apa denganmu ? Mengapa kamu berjalan sangat lambat ?untungnya, saya tak selambat kamu, “ ujar Kelinci. Tetapi siput diam tidak menjawab kelinci.
Setelah mengamati siput beberapa saat, si Kelinci bertanya lagi, “ Hay pak Siput, kemana kamu akan pergi ? “Akhirnya, siput berpaling dan menjawab kelinci.“Oh, kamu Pak Kelinci.Sebenarnya saya mau pulang.“Di mana kamu pulang, Pak Siput ?Tanya kelinci. “Saya tinggal di seberang sungai di sana,“ jawab siput sambil menunjuk kearah lembah di seberang sungai. “Ha! Di sana ? Jauh seekali ! “kata kelinci terkejut dan mulai tertawa. “Hai, Pak Kelinci, mengapa kamu tertawa ?“ Tanya siput. “Saya tertawa karena jawabanmu sangat bodoh. Rumahmu jauh di sana dan kamu berjalan begitu lambat. Perlu waktu sepuluh tahun untuk mencapai rumahmu. Tidakkah menurutmu itu bodoh ?“Tanya kelinci.
Siput merasa sakit hati dengan kata – kata kelinci memang sedang menghinanya. “Jangan pernah meremehkanku, Pak Kelinci, “ Ujar siput marah. “Saya tidak meremehkanmu, tetapi kamu memang berjalan lambat, lebih lambat dari Pak Semut, “ bantah kelinci. “Sebetulnya saya bisa berjalan lebih cepat tetapi saya tidak ingin pamer, “ jawab siput dengan bangga. “Apa maksudmu ?Saya tidak mengerti, Pak Siput, “ujar kelinci terkejut. “ Sebenarnya saya bahkan mampu berlari lebih cepat daripada kamu, pak Kelinci, “ jawab siput. “ Jangan bodoh, kamu tidak mempunyai kaki sepertiku. Bagaimana kamu bisa berlari ?“ Tanya kelinci.

“Baiklah, jika kamu tidak percaya. Mari kita adu lari, “ tantangan siput. Kelinci tertawa tidak percaya.“ Jangan Cuma tertawa,ini adalah tantangan. Saya akan membuktikan padamu bahwa saya dapat berlari lebih cepat, “ kata siput yang yakin. 
Akhirnya si kelinci setuju adu lagi dengan siput.Siput dan kelinci setuju untuk bertemu di sebuah tempat seminggu lagi. Segera siput menemui semua temannya dan menceritakan apa yang terjadi. “ Kita akan bekerjasama . “ kata salah satu siput. Mereka berencana membuat sebuah barisan sepanjang jalur adu lari dan mengakali kelinci agar percaya bahwa siput selalu memimpin adu lari tersebut.Segera semua siput kembali pulang dan berjanji bertemu seminggu kemudian.
Hari adu lari pun tiba.Kelinci siap – siap menunggu di garis awal.Siput tiba dan adu lari dimulai.Kelinci berlari secepat mungkin.Seperti biasa, siput merayap perlahan.Beberapa saat kemudian kelinci berhenti dan mencari – cari siput di sekelilingnya. Tiba – tiba ia melihat siput sudah berada di depannya. “ Saya memimpin perlombaan ! “ teriak siput di depan kelinci. Kelinci terkejut melihat siput di depannya.
Kelinci melanjutkan berlari secepat mungkin. Beberapa saat kemudian ia berhenti, mencari – cari siput. “ Saya masih di depan matamu, “ teriak salah satu siput yang berada jauh di depan kelinci. Kelinci terkejut melihat siput di depannya lagi.kelinci yang panik terus berlari secepatnya. Tetapi ketika ia mencapai garis akhir, siput sudah menunggu di sana. kelinci merasa malu dikalahkan oleh siput dan berjanji tidak akan menghina siput lagi.
Setelah kelinci marasa malu dengan teman – teman siput kelinci merasa lelah dan berbaring di bawah pohon rindang untuk beristirahat.“ Tempat ini sangat tenang dan nyaman. Saya akan tidur di sini “ Kata kelinci. “ Saya akan menjadikan tempat ini tempat peristirahatanku. Saya akan merahasiakannya. Kapan pun saat saya lelah saya dapat dating kesini untuk tidur, “ lanjut kelinci sambil menutup mata untuk tidur.
Kelinci hampir tidur, tetapi ia mendengar suara mendesing. Ia melihat ke atas dan ke bawah tetapi tidak menemukan apa pun, “Siapa yang membuat bunyi berisik ini ? “ Tanya kelinci.Beberapa saat, kelinci memperhatikan seekor kumbang terbang di sekitar kepalannya. “Jadi kamu yang membuat suara mendesing itu, “ kata kelinci marah. “ Hai kamu, Pak kumbang, kemarilah sebentar, “ panggil kelinci.
Kemudian kumbang mendekati kelinci.“ Mengapa kamu memanggilku, pak kelinci ? “ Tanya kumbang.“ Sayaheran karena serangga sekecil kamu dapat membuat bunyi mendesing keras, “ jawab kelinci. “ He…..he…..he….sebetulnya suara itu dating dari perutku yang besar, “ jawab kumbang. “ Lihatlah perutku, tidakkah lebih besar untukku ?“ Tanya kumbang. “ Kenapa dengan perutmu ?“ Tanya kelinci terheran, “ Sebenarnya saya tak sengaja menabrak gajah kemarin. Itulah mengapa perutk membengkak, jawab kumbang.“ Duri tajam sepanjang jari yang ada di tubuh gajah menusuk perutku. “ kata kumbang. “ Mengapa kamu tidak mencabut saja duri itu ? “ Tanya kelinci.“ Saya tidak bisa. Duri itu terlalu dalam menusuk perutku, “ jawab kumbang.
“ Lucu sekali, saya tidak mempercayaimu. Tubuhmu sangat kecil.Bagaimana duri sepanjang jari menusuk perutmu. Jangan berbihong padaku !“ jawab kelinci marah – marah. “ Berani – beraninya kamju membohongiku.Katakana padaku sebenarnya.Kamu telah mengganggu tidurkuhanya untuk menceritakan kebohongan.Menjengkelkan !“ lanjut kelinci marah. “ saya tidak membohongimu “ saya tidak membohongimu pak kelinci, Saya mengatakan duri sepanjang jariku, bukan jarimu !” kata kumbang dengan tenang. Kelinci menyadari bahwa kumbang mengatakan sebenarnya.“ Lain kali jangan menganggap mahluk lain tak sepandai kamu, ‘ ujar kumbang. Sambil tertawa, Kelinci merasa agak malu dengan kata – kata kumbang itu.“ Selama ini, saya kira sayalah yang paling pandai. Tetapi sekarang saya tahu ada mahluk lain yang lebih pandai dariku, “ kata kelinci sedih.

Segera kelinci meninggalkan tempat itu dengan malu.Ia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menghina mahluk lain. “ Mulai saat ini saya akan belajar menghargai mahluk lain, “ kata kelinci. Lalu kelinci pulang dengan perasaan bersalah kepada kumbang.
Setelah kelinci dari tadi merasakan perasaan yang bersalah, kelinci berniat untuk pulang, tiba – tiba saat itu kelinci melihat kura – kura berjalan. Karena kelinci dan kura – kura hidup bersahabat di hutan, jadi antara kelinci dan kura – kura sudah mengerti sifat masing – masing.
Kelinci memiliki sifat sombong tetapi kura – kura rendah hati dan bijaksana. Suatu hari, kelinci yang angkuh itu berkata pada kura – kura saat di jalan, “ Tahu tidak, aku kan bisa berlari kencang dari pada kamu, “ Benar “, kata kura – kura setuju. Kalinci pun menuruskan, “ Bagaimana kalau kita bertanding ? Dengan begitu kamu akan tahu betapa cepatnya aku. “
Meskipun kura – kura itu tahu ia bukan lawan tanding yang sebanding dengan kelinci, ia tahu keangkuhan kelinci. Ia pun setuju untuk bertanding. Pertandingan dimulai, saat berlomba kelinci berlari sangat cepat dan berada di depankura – kura sedangkan kura – kura berada di belakang kelinci yang jaraknya sangat jauh dari kelinci. Saat kelinci berlari, kalinci menemui sebuah pohon yang rindang, kelinci berpikir “ pasti kelinci masih lama sampai kesini” kata kelinci. Karena pohon itu rindang, kelinci berbaring di bawah pohon yang rindang itu.“ Aku ingin tidur sejenak di bawah pohon sebelum mulai lari lagi. “
Beberapa menit kemudian kura – kura melihat kelinci sedang tidur di bawah pohon yang rindang, kura – kura pun berjalan perlahan – lahan melewati kelinci yang sedang tertidur lalu tiba di dekat garis akhir, kelinci pun tiba – tiba terbangun dan ia tersadar dari tidur yang sangat lama. Ia melihat kura – kura sudah dekat dengan garis akhir, jadi kelinci berlari secepat – cepatnya tetapi kura – kura sudah lebih dahulu menyentuh garis akhir. Kelinci merasa malu dengan apa yang telah ia katakana kepada kura – kura tadi sebelum mengejek kura – kura. Karena itu, kelinci mulai sadar dan mendapat pelajaran dari kesalahannya.
Setelah kelinci berpetualang, kelinci berjalan untuk pulang, sambil di jalan ia sadar kalau perbuatannya seharian tadi sangat tidak bagus, terutama pada teman – temannya yang sudah ia ejek.Kelinci pun mulai tersadar akan kelakuannya pada hari ini, ia pun menyesali atas perbuatannya dan ia berjanji tidak akan mengejek dan meremehkan orang lain.






Senangnya Merawat Kiko
Oleh : Putri Aulia (06101413045)


Hari sabtu pagi, Luki dan adiknya Mimi seperti biasa bangun pukul 05.00 pagi karena mereka hendak bersiap-siap pergi ke sekolah dan mereka juga tak ingin terlambat tiba di sekolahnya, karena tepat pukul 07.00 bel tanda masuk telah dibunyikan.  Luki dan Mimi adalah anak dari pasangan Pak Hendra dan Ibu Ratna.  Kini Luki berusia 11 tahun, sekarang ia duduk di kelas 5 SD Harapan Kita. Sedangkan adiknya Mimi masih duduk di kelas 1 SD, yang mana sekolah Mimi sama seperti kakaknya Luki, dan Mimi kini berusia 6 tahun.
Pagi itu, Luki dan Mimi bergiliran untuk mandi, sedangkan Ayahnya sudah selesai lebih dulu karena Ayahnya bangun lebih awal dibandingkan mereka berdua. Ibu Ratna pun kelihatan sibuk didapur memasak sarapan untuk suami dan kedua anaknya itu. Pak Hendra, Ayahnya Luki dan Mimi ini berprofesi sebagai seorang guru SD Harapan Kita yang mana SD tersebut merupakan tempat kedua anaknya bersekolah. Sehingga, Luki dan Mimi pun selalu berangkat ke sekolah bersama Ayahnya.
“Luki…!!! Mimi…!!!” Teriak Ibu dari ruang makan. “Ayo cepat sarapan, nanti bisa terlambat ke sekolahnya.” Sambung Ibu lagi.
“Iya Bu sebentar..” jawab Luki. Luki dan Mimi pun segera keluar dari kamar mereka dan bergegas menuju ruang makan dan keduanya segera mengambil posisi duduk. Di sana sudah nampak Ayah duduk bersebelahan dengan Ibu. Pak Hendra pun sudah tampak rapi dengan baju batik dan celana hitam panjang yang dikenakannya. Sedangkan Luki dan adiknya Mimi juga tak kalah rapinya dengan seragam pramuka yang keduanya pakai pada saat itu. Karena hari tersebut adalah hari sabtu, maka peraturan yang sudah ditetapkan di sekolahnya bahwa seluruh siswa dianjurkan untuk memakai seragam pramuka, sedangkan semua guru dan staf yang lain juga dianjurkan memakai seragam batik.
“kok lama sekali siap-siapnya Kak ?” Tanya Ibu pada Luki. “Ini Bu, tadi Luki lagi beres-beres….” Jawab Luki yang masih belum selesai ia ucapkan tetapi Ayah langsung memotong ucapan Luki.
“Ayah kan sudah bilang berkali-kali Luk.., kalau perlengkapan sekolah itu sudah harus disiapkan dari malam. Jadi kalau sudah pagi seperti ini kita sudah siap dan tinggal mengecek ulang perlengkapan yang akan dibawa.” Ayah menasihati. “kalau sudah dirapikan tadi malam, paginya tidak bakal terburu-buru, kalau terburu-buru ada-ada saja nantinya barang yang ketinggalan.” Sambung Ayah lagi.
“Iya Ayah, Luki sudah tau itu. Luki sudah kok membereskan perlengkapan dari tadi malam. Tadi Luki lagi merapikan tempat tidur Luki aja”. Jawab Luki pada Ayahnya.
“Oh, syukurlah kalau Kakak masih ingat itu..” jawab Ayah singkat sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Luki pun tersenyum simpul.
“Ya sudah jangan banyak bicara dulu, cepat habiskan sarapannya!” tegur Ibu pada Luki.
Mimi yang duduk bersebelahan dengan Luki kelihatan diam dan tidak menghiraukan pembicaraan kakak dan ayahnya itu. Ia nampak menikmati sarapannya itu dengan tenang.  Mimi memang sosok anak yang agak pendiam, ia tidak mau mencampuri urusan yang tidak menyangkut tentang dirinya. Tidak hanya pendiam, Mimi juga anak yang patuh dan mandiri.
Luki dan keluarganya pun menyelesaikan sarapan mereka pagi itu. Setelah sarapan selesai Ayah meminta Luki dan Mimi untuk segera bersiap-siap, karena setiap hari sekolah mereka selalu berangkat bersama-sama bukan karena Luki dan Mimi yang satu sekolah tetapi karena Ayah juga salah satu guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolahnya. Setelah semuanya siap, Luki, Mimi, dan Ayahnya berpamitan kepada Ibu.
“Bu, saya dan anak-anak pergi dulu ya ! Assalamuallaikum !” pamit Ayah pada Ibu, Ibu pun mencium tangan Ayah, sedangkan Luki dan Mimi pun tak lupa mencium tangan Ibunya. “Hati-hati dijalan ya, Luki dan Mimi  belajarnya yang serius jangan banyak mainnya.” Pesan Ibu kepada Luki dan Mimi.
Luki dan Mimi segera masuk ke dalam mobil mereka, di mana Ayah sudah lebih dulu masuk dan siap untuk berangkat. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30, karena jarak sekolah dan rumah mereka yang agak sedikit jauh sehingga membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit untuk sampai ke sekolah. Ibunya yang hanya sebagai Ibu rumah tangga seperti biasa, setelah suami dan kedua anaknya pergi ke sekolah, ia bersiap pergi ke pasar membeli bahan makanan pokok dan perlengkapan yang lain untuk kebutuhan sehari-hari.
 Keesokan harinya yakni tepatnya hari minggu, seperti hari-hari biasanya meskipun hari libur karena mereka tidak harus pergi ke sekolah. Luki dan Mimi tetap bangun pukul 05.00. Bangun tidur mereka tak lupa membereskan tempat tidurnya dan bergegas untuk mandi. Kemudian sarapan pagi yang telah disiapkan Ibu. Setelah sarapan Luki membantu Ayahnya menggunting rumput-rumput di halaman rumah, dan Mimi membantu Ibunya membersikan bagian dalam rumah.
Semua pekerjaan pada hari itu telah selesai dikerjakan. Jam telah menunjukkan pukul 09.35 , Luki dan Mimi tampak asik menonton film kartun. Sedangkan Pak hendra dan Ibu Ratna duduk-duduk di teras depan rumah untuk mberistirahat sejenak. Sebelum melanjutkan aktivitas yang lain. Hari itu Pak Hendra berencana mengajak keluarganya jalan-jalan.
“ Bu, bagaimana kalau kita hari ini ajak anak-anak pergi jalan-jalan sekalian nanti kita makan siang di luar saja?” Tanya Ayah pada Ibu. Mendengar ucapan suaminya Bu Ratna tampak diam dan berpikir. “Boleh juga kayaknya, Yah”. Jawab Bu Ratna.
“Kalau begitu sekarang Ibu bilang ke Luki dan Mimi, Ayah mau siap-siap.” Perintah Pak Hendra pada istrinya. Ibu Ratna pun meng-iyakan peerintah suaminya tersebut.
“Luki..Mimi, ayo cepat kalian siap-siap! Hari ini Ayah mau mengajak kita jalan-jalan.” Seruan Ibu Ratna pada kedua anaknya tersebut.
Mendengar ucapan Ibunya itu, Luki dan Mimi meloncat kegirangan.
“Hore…hore...hore… asik mau jalan-jalan.” Mimi pun bersorak riang.
Luki dan Mimi pun mulai bersiap-siap. Setelah semuanya siap, pak Hendra dan keluarganya pun pergi.
“Ayah mau ajak kita jalan-jalan kemana?” Tanya Luki.
“Ayah akan ajak kalian melihat pameran yang digelar di lapangan di dekat toko-toko buah itu loh, Ayah kan sudah sering ajak kamu beli-beli buah di sana.” Jawab Ayah sambil tersenyum.
“Oh…di sana ada pameran apa aja, Yah?” Tanya Luki lagi.
“Pamerannya sih kata teman Ayah bilang bermacam-macam.” Jawab Ayah singkat. “Ya sudah, nanti kita lihat di sana ada pameran apa saja.” Sambung Ibu agar Luki berhenti bertanya-tanya terus.
Hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit mereka sudah sampai. Sudah banyak sekali orang yang beramai-ramai memadati area tempat pameran itu digelar. Luki, Mimi serta kedua orang tuanya pun segera mendekat dan melihat-lihat pameran-pameran yang ada.  Setelah mereka puas melihat semua pameran itu. Pak Hendra mengajak istri dan kedua anaknya itu untuk makan siang, dan mereka makan di sebuah rumah makan yang letaknya tidak begitu jauh dari tempat pameran itu cukup di tempuh dengan berjalan kaki saja sudah bisa sampai. Setelah makan siang selesai, Pak Hendra masih ingin mengajak keluarganya ke sesuatu tempat dan mereka pun segera meninggalkan rumah makan tersebut. Beberapa langkah dari rumah makan itu tak sengaja Luki melihat sebuah toko yang menjual berbagai jenis hewan peliharaan.
“Ayah, coba kita melihat toko itu sebentar!” ajak Luki sambil menunjuk toko yang di maksud. “Oh toko itu, iya boleh-boleh.” Jawab Ayahnya.
Mereka pun segera menuju toko yang menjual berbagai jenis hewan peliharaan yang Luki maksud, yang letaknya bersebrangan dari rumah makan tempat mereka makan siang tadi. Tibanya di toko itu, Luki dan Mimi sangat antusias dan senang sekali, karena di toko tersebut mereka dapat melihat banyak jenis hewan peliharaan, mulai dari kucing, anjing, kelinci, ikan-ikan hias, berbagai jenis burung, dan masih banyak lagi yang lainnya. Nampaknya Luki tengah asik memperhatikan berbagai macam ikan hias yang ada dalam akuarium besar yang di letakkan pada posisi paling depan dari pintu masuk toko itu.
“Ini jenis ikan apa pak?” Tanya Luki pada salah satu penjaga toko itu.
“Kalau yang ini jenis ikan hias yang dinamai ikan guppy.” Jawab penjaga toko. “Ikan guppy ini cukup banyak digemari orang, ikan ini mempunyai ekor yang indah bukan?” sambung penjaga toko itu sambil tersenyum pada Luki.
Kelihatan dari raut wajahnya Luki tertarik untuk memiliki ikan guppy tersebut. Ketertarikan itu muncul karena kecantikan ikan guppy menyamai kecantikan burung merak. Bentu ekornya yang bermacam-macam ada yang seperti pedang dan ada juga yang seperti kipas. Tak lama dari itu, Luki segera menghampiri Ayah dan Ibunya yang sedang melihat jenis-jenis kucing bersama adiknya Mimi.
“Ayah…!! Panggil Luki. Karena suara yang didengar tak asing lagi, Ayahnya pun menoleh ke arah sumber suara. Nampak Luki yang bergegas menghampiri.
“Ada apa Luki?” Tanya Ayah. “Maukah Ayah membelikan ku ikan guppy yang di depan sana?” Pinta Luki pada Ayahnya dan menarik tangan Ayahnya untuk mengajak melihat ikan guppy yang ia maksud. Ayahnya pun mengikuti langkah kaki Luki yang begitu cepat dan tak sabar untuk menunjukkan ikan yang diinginkannya itu.
“yang Luki maksud ikan guppy ini, Yah. Begitu cantik bukan?” Jelas Luki dan tersenyum lebar pada Ayahnya. “maukah Ayah membelikannya untukku?” Tanya Luki lagi.
“Berapa harga per ekornya mas?” Tanya Ayah pada penjaga toko itu.
“Kalau masalah harga tergantung besar kecil ikannya pak, dan juga dilihat dari keindahan ekornya.” Jelas penjaga toko tersebut.
“Kalau yang ini berapa?” Tanya Ayah lagi, sambil menunjukan salah satu ikan guppy berwarna kuning kemerahan di dalam akuarium.
“yang ini harganya 75.000 saja.” Jawab penjaga toko.
“Mahal sekali, tidak bisa dikurangi lagi sedikit?” Tampak Ayah bernegosiasi dengan penjaga toko.
“Maaf tidak bisa pak, ini sudah harga pas.” Jelasnya lagi.
“Baiklah, kalau begitu kita ambil yang ini satu ekor saja ya.” Pinta Ayah pada penjaga toko.
Luki pun kelihatan sangat senang sekali karena keinginannya untuk memiliki ikan guppy telah terpenuhi. Meskipun ikan guppy yang ia miliki baru satu ekor saja, tetapi hal itu tidak membuatnya sedih. Karena dengan satu ekor saja sudah cukup baginya. Setelah seharian jalan-jalan bersama keluarganya. Ayahnya memutuskan untuk pulang.  Sesampainya dirumah, kelihatannya Luki, Mimi, dan Ibunya nampak kelelahan. Tetapi rasa lelah itu tak dihiraukan bagi Luki karena seekor ikan guppy yang membuat hatinya sangat senang hari itu. Luki memutuskan untuk menamai ikannya tersebut dengan nama Kiko, nama yang pas menurutnya untuk seekor ikan guppy yang lucu dan indah itu. Kiko adalah seekor ikan guppy jantan. Luki berharap Ayahnya segera membelikan lagi ikan guppy betina, sehingga Kiko tidak merasa kesepian berada di akuarium yang ukurannya sedang itu. Kesehariannya, tak pernah Luki lupa akan kehadirian si Kiko. Ia selalu memberi makanan secara teratur yang bergizi untuk Kiko. Seminggu sekali, Luki selalu mengganti air dan membersihkan akuarium, agar Kiko dapat bertahan hidup. Hari demi hari berlalu, tak pernah sedikitpun Luki mengeluh dalam merawat Kiko, malah dengan merawat Kiko setiap hari sangat membuat Luki gembira, karena Luki tidak merasa kesepian, dan ia merasa seolah-olah mempunyai seorang sahabat yang bisa di ajak bermain, bercanda, dan berbagi cerita. Itulah yang membuat Luki sangat bahagia bisa memiliki Kiko.
































Dita dan Hewan Peliharaannya
Oleh : Trisna Handayani (06101413046)

            Namaku Dita. Besok, umurku tepat 12 tahun. Aku adalah anak tunggal. Dirumah, aku seringkali aku hanya ditemani nenek karena ayah dan ibuku sibuk bekerja. Pada ulang tahunku esok hari, aku tak ingin dirayakan. Aku hanya ingin dibelikan seekor hewan peliharaan untuk menemaniku bermain. Keesokan paginya, aku telah melihat seekor anjing pudel yang lucu dihalaman belakang rumah. Ibu dan ayah membelikannya sebagai hadiah ulang tahunku kali ini.

“Anjingnya dirawat ya. Jangan ditelantarkan. Kalau ingin mempunyai hewan peliharaan, harus benar-benar dijaga.” Pesan ibu padaku.
“Baiklah, Bu. Aku akan merawatnya dengan baik.” Kataku.
“Anjing ini belum diberi nama. Dita ingin memberinya nama apa? “Tanya ayah.
“Bagaimana kalau namanya ‘pucan’? artinya pudel cantik.” Jawabku dengan antusias.
“Ya, itu nama yang bagus Dita.” Seru ayah.
”Ya, aku akan mengajaknya bermain sekarang.” Kataku.

Lalu, aku pun mengajak Pucan bermain bola. Aku mengajarinya menangkap bola. Untuk pertama kalinya aku bermain dengan Pucan. Ia anjing yang pintar, lucu, dan lincah. Ketika aku melempar bola, Pucan langsung menangkapnya dengan cepat. Ia langsung berlari menuju arah bola yang ku lempar. Pucan menangkap bola dengan kakinya. Aku melakukannya berulang-ulang. Ia pun terlihat kelelahan. Namun, Pucan masih semangat untuk mengajakku bermain. Tiba-tiba terdengar suara nenek memanggilku. Nenek menghampiriku untuk mengajakku berbelanja.


“Dita, apakah kamu mau ikut nenek berbelanja? Mungkin ada yang ingin kamu beli untuk Pucan.” Kata nenek.
“Iya, Nek. Aku ingin membeli makanan anjing untuk Pucan.” Kataku.

Aku pun segera memasukkan Pucan ke kandangnya. Lalu, aku berganti baju dan segera naik ke mobil. Kami pergi ke sebuah minimarket dekat rumah. Sesampainya disana, aku dan nenek langsung turun dari mobil dan aku pun langsung menuju ke tempat makanan anjing. Aku membeli snack anjing dan susu untuk Pucan. Aku juga membeli vitamin, handuk, dan shampoo anjing untuk Pucan agar ia menjadi anjing yang terawat dan sehat. Sementara nenek ada di tempat sayur dan buah. Nenek membeli sayur dan buah. Nenek juga membeli perlengkapan mandi yang akan habis.
Setelah selesai berbelanja, aku dan nenek pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung melihat Pucan dan langsung memberinya makan. Ia makan dengan lahapnya. Selesai makan, aku langsung memandikan Pucan di bantu dengan nenek. Pucan terlihat lebih segar. Tak lupa aku memberikan Pucan vitamin. Malam harinya, setelah makan aku mengerjakan PR dan mempersiapkan perlengkapan sekolah untuk esok hari. Pucan sudah terlelap di kandangnya. Aku pun tertidur juga karena kelelahan.

“Ditaaaaaaa. Ayo bangun. Sudah pagi.” Ibu membangunkanku.

Suara ibu terdengar samar-samar. Aku yang masih mengantuk jadi malas untuk bangun. Namun, karena terdengar suara Pucan, aku pun langsung terbangun dan segera menghampiri Pucan yang masih berada di kandangnya. Sepertinya Pucan ingin mengajakku bermain. Tapi, aku harus segera mandi agar tidak terlambat pergi ke sekolah. Sambil tersenyum, ibu berkata padaku,
“Nanti siangkan bisa main lagi sama Pucan. Sekarang Dita mandi dulu. ”
“Iya, Bu.” Kataku.


Aku segera mengambil handuk dan mandi. Setelah mandi, aku pun langsung sarapan dan setelah itu aku pergi ke sekolah. Seperti biasa, di sekolah aku mengikuti pelajaran dan bermain dengan teman-teman. Aku menceritakan tentang Pucan. Teman-temanku juga menceritakan tentang hewan peligaraan mereka. Sashi memelihara kucing, Indi memelihara ikan, Riris memelihara kelinci, dan Pia sama sepertiku yang memelihara anjing pudel.
Sepulang sekolah, aku langsung mengganti baju dan makan siang. Setelah itu, aku langsung menuju ke kandang Pucan untuk mengajaknya bermain. Pucan yang sedang makan berhenti sejenak melihat kedatanganku. Lalu, ia kembali melanjutkan makan siangnya hingga ia merasa kenyang.

“Guk..guk….guk…” Pucan mendekatiku.

Ia ingin mengajakku bermain. Aku segera mengeluarkan Pucan dari kandangnya. Aku ingin mengajak Pucan bermain di taman dekat rumah. Untuk pertama kalinya aku mengajak Pucan bermain di taman. Aku dan Pucan berjalan menuju taman.
 Namun, ketika Pucan melihat ada anjing lain, Pucan segera berlari menghampiri anjing itu sehingga tali pengikat Pucan yang aku pegang terlepas dari genggamanku. Dari kejauhan terlihat sebuah mobil yang melaju kencang. Mobil itu menabrak Pucan. Aku panik karena Pucan mengeluarkan darah banyak sekali. Pengemudi pun melihat keadaan Pucan dan pengemudi itu mengatakan bahwa Pucan telah mati. Aku menangis karena aku tak menyangka Pucan meninggalkanku begitu cepat. Pengemudi itu langsung membawa Pucan untuk dikuburkan didekat taman. Aku hanya mengikutinya dari belakang.
Aku pulang dengan perasaan yang sedih karena aku pulang tanpa Pucan. Ibu menghampiriku dan bertanya, “Ada apa Dita? Pucan mana?”

“Pucan ditabrak mobil didekat taman.” Jawabku dengan mata yang berkaca-kaca.


Ibu langsung memelukku.
“Nanti sore kita beli hewan lain yang bisa kamu pelihara. Jangan menangis lagi ya.” Kata ibu menghiburku.
Aku masih sedih mengingat Pucan yang berdarah dan langsung mati karena ditabrak oleh pengemudi tadi. Sore hari ketika ayah pulang, ibu menceritakan semuanya pada ayah. Ayah yang melihat aku yang masih sedih pun langsung mengajakku pergi ke toko hewan peliharaan.

“kita beli hewan peliharaan lagi ya. Dita masih maukan memiliki hewan peliharaan? Disana ada banyak jenis hewan yang bisa Dita pilih.” Kata ayah.

Aku hanya tersenyum dan langsung mengikuti ayah naik ke mobil. Sesampainya di toko hewan peliharaan, aku mulai memilih-milih hewan yang akan aku jadikan hewan peliharaanku sebagau pengganti Pucan. Ada kelinci, ikan, hamster, kucing, dan masih banyak hewan lainnya yang dapat dipelihara. Aku memilih ikan. Karena ikan tidak akan tertabrak mobil karena ia tidak bisa jalan-jalan. Jika ikan itu mati, itu mungkin karena ia sakit. Semua hewan akan mati. Begitu juga dengan manusia. Aku tidak ingin hewan peliharaaku mati mengenaskan seperti tadi siang.

“Bagaimana Dita? Kamu ingin hewan apa? Apakah anjing lagi?” Tanya ayah.
“Aku ingin ikan itu, Yah. Aku ingin hewan peliharaanku diam di rumah tanpa harus ditabrak mobil karena lari-lari seperti Pucan. Ikan tidak bisa berlari. Ia hanya bisa berenang.” Kataku.
Ayah dan pelayan toko tertawa mendengar perkataanku. “Kamu benar Dita. Kita beli ikan ini. Dita jangan sedih lagi ya.” Hibur ayah.

Setelah membeli ikan, kami langsung pulang ke rumah. Tak lupa kami juga membeli makanan dan akuarium kecil untuk ikanku.


Ikan itu ku beri nama Dodot. Tak tau mengapa aku suka nama itu. Nama yang lucu untuk seekor ikan mas koki yang mungil ini. Dodot ku rawat dengan baik. Aku selau mengganti air di akuariumnya dengan air yang bersih dua hari sekali dan selalu memberinya makan tepat waktu. Aku membelikan hiasan untuk akuariumnya yang kecil itu. Mainan putri duyung dan kincir air menemani Dodot dalam kesendiriannya di akuarium mini miliknya.
Setiap hari aku mengamati pertumbuhan Dodot. Ia ikan yang lincah. Seringkali aku sedih mengingat kejadian yang menimpa Pucan. Namun, aku dapat tersenyum kembali melihat Dodot dengan lincah bermain di akuariumnya. Pernah di suatu siang, Dodot hampir dimakan seekor kucing. Namun, aku yang melihatnya segera mengusir kucing itu dan langsung memindahkan Dodot ke tempat yang lebih tinggi.
Aku sangat menjaga Dodot. Waktu itu aku sempat berpikir untuk menaruh Dodot didalam kolam dibelakang rumah. Namun, aku takut Dodot dimakan kucing atau mati kedinginan. Aku lebih suka Dodot berada didalam akuarium karena Dodot terlihat lebih indah. Ayah dan ibu juga perhatian pada Dodot. Aku sangat menyayangi Dodot. Kata ayah, jika kita ingin memelihara hewan kita harus menyayanginya dan memeliharanya dengan baik.
Aku berjanji akan selalu menjaga Dodot dan merawatnya dengan baik.


















Pucik
Oleh : Dwi Kartina (06101413047)

Namaku Dwi, aku terlahir bungsu dari dua bersaudara,di rumahku ibu sangat suka memelihara kucing, dan di rumahku kami mempunyai seekor kucing lucu yang diberi nama Pucik.Pucik merupakan kucing liar yang di buang oleh majikannya tepat di depan rumahku. Karena Pucik merupakan kucing yang aktif, maka kakakku sanga tmenyukainya dan memutuskan untuk memelihara Pucik sebagai hewan peliharaanku. Pucik mempunyai warna hitam dan putih di badannya, Tetapi yang membedakan Pucik dengan hewan lainnya adalah warna bulunya yang putih di setiap kakinya, sehingga membuat Pucik terlihat lebih cantik.
Selain Pucik adalagiseekorkucing yang dibuang oleh majikannya di depan rumahku, kucingnya berwarna hitam pekat dan mempunyai sifat pemalas. Kucing yang satu ini selalu tidur dan tidur setiap waktu. Sangat berbeda sekali dengan Pucik yang hiperaktif dan selalu membuat keluargaku gemas dan senang.
Nama Pucik merupakan singkatan dari “push kecil“ nama yang aku berikan kepadanya dan ternyata keluargaku setuju dengan nama itu Pucik kami pelihara dari umur  ± 2 bulan, tubuhnya saja masih rentan dengan benda-benda aneh. Dari kecil Pucik sudah terbiasa makan nasi, kata Ibuku kucing jangan diberi makan ikan terus menerus, nanti akan kebiasaan sampai besar. Pucik sangat suka memainkan telapak meja hingga terjatuh dan jika Kami perbaiki, maka Pucik akan mengulangi perbuatan yang sama.
Selain telapak meja, Pucik juga senang berlari-lari mengejar benda yang bergerak, seperti tali dan hordeng. Padahal kedua benda itu  bergerak karena tertiup angin yang sedang bertiup. Halini yang membuat keluargaku senang terhadap Pucik termasuk Ayahku, padahal selama ini Ayah tidak menyukai kucing. Karena menurutnya kucing sering mencurikan yang terletak di atas meja makan, tetapi Pucik tidak suka mencuri seperti kucing-kucing yang lainnya. Ia hanya meng’eong jika lapar.
Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, dan Pucik pun sudah tumbuh besar menjadi kucing yang besar seperti kucing-kucing yang lain.Padasaatituakudankeluargkupindahrumah, iamasihtidurdirumahlamaku, danpadasaatnyarumahku yang lama dibongkardan rata dengantanah,tetapiPucikmasihsajatidur di rumahku yang rata dengantanah.Iatidur di dekatkandangayam yang terletakdisampingrumahku,akudankakakkusudahberusahauntukmembujukPucik agar maupindahkerumah kami yang baru, danbeberapaharikemudianPucikmaupindahkerumah kami, akusangatsnangbegitujugadengankakakku.
SetelahduabulanPucikpindah,ternyataPucikhamil.Perutnyaterlihatlebihbesardaribiasanya.KakakkumenyatkanPuciksebentarlagiakanmelahirkan, karenaperutnyasudahterlihatsemakinmembesar, akupuntelahmenyiapkansebuahkardusuntukPucikmelahirkan, tetapipadakenyataannyaPuciktidakmelahirkan di rumahku, iamelahirkan di rumahtetangga yang tidakjauhdarirumahku.AkubingungkarenaPuciktidakpulang-pulangkerumah.
BeberapaharikemudianPucikpulangkerumahsambilmeng’eong-ngeong, yang berartiperutnyasedabgkelaparandanceapt-cepatkumengambilkannyanasidanikan goring kesukaannya.DenganlahapPucikmemakanmakanannyaitibersuara “ngeong-ngeong”, akusangatsenangkarenaakutahukalauitusifatPucikdarikecil.Pucikselalumeng’eongpadasaatiamakan.Dansetelahiaselesaimakan, Pucikkembalilagiketempatiamelahirkananaknya.Laluiamembawaduaekoranakkucingkembarkerumah.Akusangatgemasdengankeduaanakkucingtersebut.KakakkumengatakanjikaanakPucikkembar, yang satubetinadan yang satunyalagijantan.Puciksangatmenyayangikeduaanaknyasamasepertimanusia.SetiapmalamPucikselalutidurbersamaku.
Tetangga di depanrumahkumengatakanjikaakutidakbolehtidurbersamakucing, karenaakanterkenapenyakitsitoplasma.Akujugatelahmengetahuijikamanusiatidakbolehtidurbersamakucing, karenabulukucingmudahrontok, danjikakitatermakanatautercium, makakitaakanterkenapenyakitsitolasma.Tetapiwalauakutelahmengetahuibahayanypenyakittersebut, akumasihsajatidurdenganPucikdananaknya.
SuatuhariPuciktidurdenganEni, Eniadalahkakakperempuankusatu-satunya, dantanpasengaja kaki EnimenimpaanakPucik yang jantan.SejakkejadianituanakPucik yang jantantidak bias berjalandanduaminggukemudiananakPucikmati.Akusangatsedihpadasaatkematiannya da padasaatituakubelumsempatmemberinyanama.
KarenaanakPuciktinggalsatu, makaakumemberinyanama “Moci” yang berarti “ momongankecil”,MocijugasangataktifsepertiibunyadanMoci pun mempunyai cirri khassamasepertiIbunyayaitusemuakakainyamempunyaibuliputihdanbersihsertaterdapattandalahir di lehernya yang menyerupaitandasegitigaseertikalung.TapiMocitidakberwarnahitamsepertiPucik,Mocimempunyaiwarnaputihbercampurabu-abukehitaman.Mocibanyakdisenangidengananak-anak yang tinggal di dekatrumahku.Merekamerasa germ jikabermaindenganMoci.
PadasuatuhariMocibuang air kecildiatas sofa danAku yang selalumembersihkansofanyasetiapharI, dantib-tibaBapakkumengetahuihalitudankeluargakumemutuskanuntukmembuangPucikdanMoci.PadamalamharinyaakumembawPucikdanMocike PT.SIG, yaitu PT kayu yang berada di dekatrumahku.TanpaakusadariakusangatkangensekaliterhadapMocidanPucik, berminggu-minggumerekatidakpulangkerumah.
Padasuatumalam, sekitapukul 12 malam, akumendengarsuarakucing meng’eong-ngeong di depan pintu rumahku.Tetapi aku mengira itu hanyalah kucinng liar lainnya.Dan pada malam itu Ibuku bangun untuk melihat keadaan di depan rumahku.Ibuku sangat terkejut ketika melihat Pucik berada di depan rumah, Ibu lalu memeluk Pucik dan mengatakan “kemana anakmu?” Pucik pun hanya bisa menjawab dengan meng’eong saja, kemudian Ibuku langsung memberinya makan.
Aku bingung mengapa Pucik terpisah dengan Moci, padahal aku membuang mereka bersama-sama di tempat yang sama.Tetapi beberapa hari kemudian, aku sedang bermain-main di dekat PT.SIG, aku melihat seekor kucing kecil yang sama seperti Moci.Aku melihat ada tanda segitiga di lehernya, dan tanpa ragu lagi aku memanggilnya “Moci......Moci....Moci....” dan Moci pun mendekat kepadaku, dan aku pun langsung memeluknya.
Pada saat itu aku langsung membawa Moci pulang ke rumah, dan mempertemukannya dengan Pucik, Pucik pun langsung mendekati Moci sambil menjilat-jilati badan Moci, yang berarti tanda kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya versi kucing.Saat ini Pucik dan Moci kami putuskan untuk tinggal dengan orang lain, karena Moci telah melahirkan tiga anak kucing.























Hamster Paris untuk Deris
Oleh : Selly Ochtalita Fulantih (06101413048)

Mentari belum menampakkan wajahnya, tapi kamar Deris seorang gadis mungil sudah berhasil membuat se isi rumah menatapnaya , entah apa yang anak itu perbuat.
“Deris…. “ mama deris berteriak kaget melihat kamar anaknya penuh dengan barang ringsokan, bantal berserakan kesana-sini tetapi mama deris tidak melihat deris di kamar itu, mama desis hanya menemukan sederet kain yang terikat di sela jendela kamar anaknya.
“ haduh… apa lagi yang di buat anak ini” gerutu mama deris sembari mencari anaknya.
 Karena penasaran Papa deris pun menghampiri mama deris sembari bertanya.
“ada apa ma? Mana deris waktunya sholat subuh nih….” tanya papa deris
Papa deris pun terkejut melihat keadaan kamar deris yang sangat berantakan, hujan pun turun, , semua cemas mencari di mana deris dan memikirkan apa yang sedang di perbuat anak itu, seiring bunyi hujan, terdengar suara kucing di bawah jendela kamar deris tapi tidak seorang pun menghiraukan kucing-kucing itu.
Papa dan mama deris pun tak menghiraukan hujan yang kini telah membasahi tubuh mereka, mereka pun mencari deris kemana saja , papa dan mama deris pun mulai bingung mau mencari ke mana.
“ deris….. di mana kamu…” teriak teriak mama deris dengan tetesan airmata.
Bik ima seorang pembantunya tampa sengaja menoleh pada sekumpulan ayam, dari sekumpulan ayam terlihat anak kecil yang sedang kedinginan.
“ ya Allah………” dengan nada kaget bik ima berhasil membuat semua terdiam
“ ada apa bik? “ Tanya mama dan papa deris serentak.
Semua mata lau tertuju pada pandangan yung membuat bik ima kaget tanpa piker panjang mereka mereka pun berlari menghampiri sekumpulan ayam yang sedang berteduh di bawah sebuah atap rumah yang entah di mana penghuninya.
“ ya ampun sedang apa dia di sini? “ ucap papa bima
Papa  dan mama bima tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, deris tertidur lelap diantara sekumpulan ayam yang sedang berteduh, mereka tidak lagi menghiraukan hujan yang sangat deras, papa deris pun menggendong deris ke dalam mobil dan pulang ke rumah.
Akhirnya mereka tiba lagi ke rumah dengan perasaan lega, deris pun di baringkan di kamarnya, tangan halus mama deris pun membelai lembut ke kepala anaknya itu.
Dua jam berlalu deris pun turun dari kamarnya.
“papa, mama, laper,,,,” suara lembut itu membuat mama dan papa deris menoleh ke arahnya, dan mama deris pun langsung berdiri sembari mengambilkan sepotong roti lalu memberikanya kepada deris.
“Ma, ayam-ayamnya lucu sekali, boleh tidak aku membawanya pulang” deris langsung berbicara padahal mulutnya masih penuh dengan roti.
Desis terus saja memohon agar orang tuanya mau mengabulkan permintaanya.
“deris memelihara ayam itu tidalk mudah, deris kan harus belajar, tidaka ada waktu untuk merawatnya” jelas mama deris
Deris pun tertunduk kecewa mendengar mendengar permintaanya tidak dikabulkan.
“mama, deris akan berjanji akan lebih giat lagi belajarnya” deris terus saja memohon sembari menundukkan kepalanya.
“kenapa tadi pagi keluar lewat jendela dan kenapa kamar mu berantakan, deris,” Tanya mama deris dengan wajah penasaran
Sambil tertawa malu-malu deris pun menjawabnya
“ mama, tadi ada ayam masuk kamar deris, kamar deris jadi berantakan deh,,,” jawab deris dengan malu-malu
Mama deris pun hanya bisa tertawa mendengar cerita anaknya, sudah satu minggu ini kamar deris selalu berantakan ternyata deris bermain bersama ayam-ayam tetangganya itu.
Sore hari  yang setenang mentari papa bima pamit untuk pergi tugas ke prancis.
“papa, jangan lupa bawa oleh-oleh ya,,,” pinya deris dengan senyum lebarnya
Tidak terasa sudah dua minggu papa deris di prancis, tetapi kebiasaan deris bermain dengan ayamnya masih berlanjut, seperti biasa pagi ini deris sudah menghilang dari kamarnya, pagi itu papa deris sudah tiba di rumahnya dan mencari anak  kesayanganya itu.
“mana deris ma…” Tanya papa deris sembari duduk di kursi ruang tamu.
“ biasa pa, deris sedang bermain dengan teman-teman barunya, sebentar lagi juga pulang” jawab mama deris sembari terus tersenyum.
Tidak lama kemudian deris pun masuk rumah.
“papa….” Teriak deris dan langsung berlari menuju papanya lalu memeluknya, deris pun langsung menagih oleh-oleh dari papanya, deris berharap  papanya akan membawakan oleh-oleh yang istimewa .
“coba kamu lihat apa yang ayah bawa di dalam koper itu..”
Deris pun langsung menoleh dan melihat koper itu deris pun langsung membuka kopernya, deris  menemukan baju-baju baru berukuran badanya, deris pun kegirangan melihat baju-baju baru untuk dirinya itu.
Malam pun tiba, deris tertidur dengan nyenyaknya, sampai-sampai deris terbangun kesiangan, gadis mungil itupun kaget saat terbangun dia menemukan sepasang Hamster sedang bermain di sebuah rumah-rumahan kecil, deris pun berteriak melihat semua itu ada di atas meja belajarnya.
“ wow… lucu sekali, papa, mama,,,,,” teriak deris, sehingga membuat papa dan mama deris berlari menuju kamarnya.
“deris senang…’ Tanya papanya sembari melangkah menuju deris
“papa, lucu sekali, deris suka, makasih papa, deris saying papa…’ deris pun langsung memeluk papanya.
Semenjak itu kebiasaan baru deris pun menghilang, dia lebih semangat belajar, setiap pulang sekolah deris pun selaluu bermain dengan Hamster lucu pemberian ayahnya dari perancis.

Anak Pipit, Kera, dan Kura-kura
Oleh : Tria ismiarti (06101413049)

Suatu hari ada seekor kera yang tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian. Kera itu ditinggalkan kawan-kawannya karena ia sombong dan mementingkan diri sendiri. Dia menganggap pohon tempat tinggalnya itu miliknya sehingga kera-kera lain tidak diizinkan tinggal di sana. Tepian mandi itu pun dianggap miliknya.
Ada seekor itik yang selalu pergi ke tepian itu. Dia senang mandi sepuas-puasnya di tepian itu setelah selesai mencari makan dan kenyang perutnya.Pada mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepian. Akan tetapi, ketika dia melihat air di tepian menjadi keruh setiap itik itu selesai dia pun marah.
“Cis tak tahu malu, mandi di tepian orang lain!” maki kera kepada itik yang baru saja selesai mandi. “Bercerminlah dirimu yang buruk rupa itu! Patukmu seperti sudu (paruh yang lebar). Matamu sipit seperti pampijit (kutu busuk)! Sayapmu lebar seperti kajang sebidang (selembar atap dari dawn nipah)! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Enyahlah kau, itik jelek!”
Itik malu dan sakit hati dicemooh seperti itu. Ingin sekali dia menantang kera untuk berkelahi. Akan tetapi, dia takut dikalahkan kera besar itu. Dia pun menangis sepanjang jalan menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya.Seekor induk pipit yang sedang memberi makan kepada anak-anaknya terkejut. Dia melongokkan kepala dari sarangnya yang tinggi di atas pohon.
“Hai itik yang baik, mengapa engkau menangis sepanjang jalan? Beri tahu kepadaku apa sebabnya. Mungkin aku dapat menolongmu!”
“Kera besar di atas pohon di tepian itu menghinaku!” jawab itik. “Aku malu sekali! Itu sebabnya aku menangis!” Itik itu menangis kembali seperti tadi.
“Ooo begitu! Apa saja yang dikatakannya?”
Itik menceritakan kembali semua caci maki yang diucapkan kera. Mendengar penjelasan itik, induk pipit segera berkata, “Berhentilah menangis, itik yang baik! Besok kembalilah ke sana dan mandilah sepuasmu!”
“Aku takut! Aku malu dimaki kera itu lagi!” “Jangan takut, itik yang baik! Kalau kera itu memakimu, balaslah! Sebutlah segala keburukannya!” Induk_pipit pun mengajari itik membalas cemoohan kera.
“Terima kasih, induk pipit yang baik! Besok aku akan mandi lagi ke tepian dan nasihatmu akan kuturuti!” Dengan perasaan tenang, itik kembali ke rumah. Kekesalannya agak terhibur dengan nasihat induk pipit.
“Esok, tahu rasa kau, hai kera yang sombong!” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri.
Keesokan harinya, itik itu mandi sepuas-puasnya di tepian seperti biasa. Bukan main marahnya kera menyaksikan itik mengeruhkan air di tepian itu lagi.
“Hei, berhenti! Apakah engkau tetap tak punya rasa malu?” jeritnya dari atas dahan. Itik pura-pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus mandi dan mengepak-ngepakkan sayapnya. Setelah puas, barulah dia naik ke tebing dan slap pulang ke rumah.
Seperti kemarin, kera kembali mencaci maki sepuas-puasnya. Dengan tenang itik mendengarkan. Setelah kera puas mengungkapkan keburukan dan kejelekannya, itik pun membalas, “Apakah engkau merasa cantik? Berkacalah di muka air di tepian itu! Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar! Kepalamu seperti buah tandui (sejenis kuini/mempelam yang tumbuh di hutan) dilumu (dimasukkan ke mulut sambil diambil sarinya hingga tersisa biji dan ampasnya). Telapak tanganmu hitam kotor! Kuku-kukumu ….”
Belum selesai itik membalas caciannya, kera itu segera memotong, “Lancang sekali mulutmu! Tentu ada binatang lain yang memberi tahu kepada kamu!”
“Tentu saja, hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor induk pipit membuat sarang. Dialah yang mengajariku!”
“Kurang ajar! Aku akan datang ke sarangnya!”
Itik bergegas pulang ke Tumahnya. Dia memberitahu induk pipit tentang niat busuk kera sombong itu. “Alangkah bodohnya engkau!” kata induk pipit dengan kesai. “Seharusnya tidak kau sebutkan siapa yang mengajarimu! Rupamu bukan hanya jelek, tetapi engkau pun tolol!”
Belum sempat induk pipit bersiap-siap mengungsi, kera sudah mendatangi sarangnya dan langsung menerkamnya. Akan tetapi, dengan sigap induk pipit itu terbang. Sayang, anak pipit tidak sempat dibawa untuk menyelamatkan diri.
Dengan kejengkelan luar biasa kera memasukkan anak pipit itu ke dalam mulutnya. Sarang pipit diacak-acaknya. Kemudian, dia duduk di atas pohon itu menanti induk pipit kembali ke sarang untuk menjemput anaknya. Pada saat itulah, induk pipit akan diterkamnya.
Anak pipit sedih berada dalam kegelapan karena kera selalu mengatupkan mulutnya. Kera takut anak pipit itu terbang. Dalam keadaan itu, anak pipit mengeluh seorang diri. Setiap keluhannya dijawab kera dengan gumaman.
“Apakah Ibuku sudah datang?”
“Mmm-mmm …!”
“Apakah Ibuku sudah mandi?”
“Mmrn-mmm …!”
“Apakah Bapak dan Ibu sudah tidur?”
“Ha-ha-ha-ha-ha …!”
Kera tidak dapat menahan geli. Dia tertawa mengakak hingga mulutnya terbuka lebar. Anak pipit tidak melewatkan kesempatan baik itu. Dia terbang mencari induknya.“Kurang ajar!” kera menyumpah sejadi-jadinya.
Dia merasa tertipu. Apalagi anak pipit itu meninggalkan sesuatu di dalam mulutnya. Di daun lidahnya ada kotoran anak pipit. Kera benar-benar merasa kalah. Bukan saja karena ditinggalkan anak-beranak itu, melainkan karena mendapat kotoran anak pipit.
Kera marah bukan main. Akal sehatnya hilang. Dia mencari sembilu yang tajam dan kotoran anak pipit itu bukan dikaisnya dengan sembilu, melainkan lidahnya yang dipotong. Darah pun tak henti-hentinya mengalir dari Iidahnya. Dia menggelepar-gelepar kesakitan, lalu jatuh dari dahan dan mati seketika. Tamatlah riwayat kera besar yang sombong itu, pipit telah merasa bangga karena sudah mengalahkan kera yang angkuh itu hingga mati di tempat.
“Rasakan mangkanya jangan jadi orang sombong!” celetuk anak pipit sambil menghampiri anak-anaknya yang jatuh kesakitan. Pipit merasa paling hebat karena sudah mengalahkan kera yang sombong itu, setelah kejadian itu dia merasa paling berkuasa sendiri seperti kera yang angkuh dulu.
Pada suatu sore pipit sedang berada disangkarnya ada seekor kura-kura yang sedang berjalan menuju tempat pemandian itu tapi pipit melarangnya setiap ia mandii airnya menjadi kotor. “Hei kura-kura yang lamban!” pekik seorang pipit lantang pada kura-kura.
Kura-kura terkejut waktu mendengar jeritan pipit tapi kura-kura tetap mandi dan tidak mendengarkan jeritan pipit setelah itu pipit memanggil kura-kura lagi tetapi kura-kura tetep saja tidak perduli. Keesokan paginya kura-kura kembali lagi kesana seperti biasa .tetapi pipit sudah menunggu ditepi sungai tempat pemandian itu dan pipit berkata jika kau mandi disini lagi kau harus berani menerima tantangan dariku” kura-kura bertanya “memang apa tantangan mu untuk ku ?” lalu pipit berkata lagi lagi dengan tegas “tantangan dariku mudah , kita adu lomba lari saja bagaimana ?” ucap si pipit lalu kura-kura berkata “tentu saja aku tidak bisa karena lari ku lambat ucap kura-kura sedih pipit pun enjawab ia terserah kalau kamu mau mandi disungai ini lagi kamu harus terima tantangan kuu kalo kau tidak terima tantangan dariku kau tidak bole mandi disungai ini lagi’” lalu kura-kura pun berpikir sejenak setelah agak lama ia berfikir lalu kura-kura menjawab “ ia saya akan terima tantangan darimu kalah atau menangnya saya akan terima itu . pipitpun menjawab lagi besok sore aku akan menunggumu di disini .
Sepanjang perjalanan kura-kura pun berfikir bagaimana ia bisa mengalahkan pipit sedangkan saya berjalan saja lambat. Kura-kurapun mendapatkan ide disepanjang perjalanan arena kurakura meletakkan padi gunanya untuk membuat pipit menjadi kalah.
Keesokan sore harinya pipit sudah menunggu kura-kura untuk bertanding , setelah agak lama pipit menunggu kura-kurapun akhirnya datang dengan santai seakan akan ia tidak takut dengan tantangan diberi oleh pipit. “Akhirnya kamu datang juga kesini, sudah siap menerima tantangan darri ku?” sindir pipit seola” meremehkan kura-kura, tetapi kurakura hanya diam mendengar celotehan pipit
Pertandingan pun dimulai, disana sudah ada pipit kura-kura dan itik , itik pun memulai pertandingan lomba lari itu dengan cepat pipit pun berlari untuk mengalahkan kura-kura tetapi kura-kura tetap santai disepanjang perjalanan anak pipit memakan amburan yg diberikan kura-kura dan dia mulai mengantuk dia tetidur lelap sedangkan kura-kura menyusulnya tidak lama kemudian kura-kura akhirnya pun sampai duluan kestart kura-kura berhasil mengalahkan anak pipit.
Anak pipit terbangun dan tersadar bahwa dia sedang mengadakan lomba akhirnya dian dengan semangat berlari disepanjang perjalanan dia mengakatan sambil tertawa “Aku pasti menang.“ Tapi ternyata sesampainya dia kegaris start kura-kura sudah sampai duluan .
Anak Pipit tidak terima kekalahannya, dia mengamuk kepada kura-kura . Kura-kura tidak terima, dia terus mencengkram anak pipit disekitar badannya penuh darah menetes dan tidak lama itu akhirnya dia meninggal menyusul kera yang angkuh dan sombong itu.


Ririn Si Anak Gembala
Oleh : Lia Putri Asnita (06101413051)

Ririn adalah seorang anak berusia 8 tahun, yang bersekolah di SD Negeri 1 Sungai Rotan. Sekarang ia duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar. Ririn adalah anak yang yang murah senyum dan senang bergaul dengan siapa saja. Ririn tinggal di Desa Sungai Rotan bersama ayah, ibu dan kedua kakaknya. Ririn sangat menyukai binatang . Ririn memiliki banyak hewan piaraan. Hewan piaraannya berupa hewan ternak, Karena ayahnya yang juga seorang peternak. Ririn menjadi anak gembala. Diantara banyak hewan ternaknya. Ada seekor hewan yang sangat disayanginya. Ia bersahabat dengan sapi berkulit putih. Sapi itu ia beri nama Momo, si Momo adalah sapi betina.Momo telah Ririn rawat sejak Momo berusia 1 tahun. Hari-harinya ia habiskan untuk bermain bersama hewan-hewan ternaknya.
Sore itu, Ririn membawa Momo ke padang rumput di dekat sungai lematang. Dalam perjalanan ke padang rumput, Ririn bersenda gurau dengan Momo. Setibanya di padang rumput Ririn membiarkan Momo untuk memakan rumput sepuasnya. Sambil menemani Momo makan rumput, Ririn bersenandung lagu Anak gembala yang dipopulerkan oleh Tasya.
Aku adalah anak gembala.
Selalu riang serta gembira
Karena aku rajin bekerja
Tak pernah malas ataupun lelah
Lalalalalalala....Lalalalalalalalala.....
Setiap hari ku bawa ternak kepadang rumput di kaki bukit
Rumputnya hijau subur dan banyak
Ternakku makan tak pernah sedikit
Lalalalalalala....Lalalalalalalalala.....
Saat asyik bersenandung dan bermain-main bersam Momo. Tiba-tiba langit yang tadinya cerah berubah menjadi mendung, suasana berubah menjadi senyap. Sore itu akan turun hujan, Ririn mengajak Momo untuk pulang kerumah. Diperjalanan pulang, hujan turun dengan sangat deras karena jarak padang rumput dengan rumah Ririn cukup jauh kemudian Ririn mengajak Momo berteduh dibawah rumah Rifan. Karena telah kehujanan badan Ririn basah kuyup. Ririn dan Momo kedinginan “Mooo...MoooMooo” suara Momoi yang cukup keras terdengar oleh Ibu Marni, Ibunya Rifan. Ibu Marni melihat keluar jendela dan melihat Ririn yang kedinginan dengan wajah pucatvpasih. Ibu Marni mendekati Ririn dan Momo, Ibu marni mengajak Ririn masuk kerumah dan membuatkan Ririn teh panas.
Sejam kemudian hujan akhirnya redah. Menjelang maghrib Ririn bersama Momo pamit pulang, Bu marni dan Rifan mengantar sampai ke depan pintu. Ririn dan Momo pulang dengan langkah gontai. Sesampainya di rumah, Ibu dan Ayah menyambut Ririn dengan senyuman. Ibu menyuruh Ririn lekas mandi dan saat adzan berkumandang, mereka sekeluargapun sholat berjamaah. Hari itu hari yang sangat melelahkan bagi Ririn dan Momo, namun dirinya merasa senang dengan petualangannya hari itu. Hari-hari Ririn terasa begitu bermakna, sejak Momo hadir dalam hidupnya.
Keesokan harinya selepas dari petualangannya saat Ririn dan Ayah membuka kandang. Momo terlihat begitu lemas. Momo hanya terbaring sambil mengemo denga n nada pelan. Ririn merasa ada yang aneh dengan Momo, Ayah ririn pun merasa demikian, Ririn menyuruh ayahnya agar memeriksakan  Momo ke dokterhewan. Namun, sayangnya tidak ada dokterhewan di daerah sungai rotan. Jika ada dokter hewan, merekapun harus menjemput dokter ke kota.
Semakin hari kondisi Momo semakin parah, Ririn sangatsedih, sahabatnya sakit. Ririn berusaha membuat Momo kembali sehat seperti semula. Ririn memberikan rumput yang banyak, namun tidak ada  sepotong rumputpun yang dimakan Momo. Ayah juga telah memberi Momo, vaksin hewan. Namun taka da perubahan. Ririn takut Momo mati, Ririn menjadi murung. Nafsu makannya pun hilang. Ibu kesusahan membujuknya makan.
Sesuap nasipun tak ia makan. Ibu dan Ayah membulatkan tekad membawa Momo ke pusat pembiakan sapi di kota, karena disana Momo akan mendapat perawatan oleh Dokter hewan. Mendengar rencana Ayah dan Ibunya, Ririn mulai bisa tersenyum kembali, keoptimisan Ririn akan kesembuahan Momo sangat luar biasa. Setelah dibawa ke dokter hewan, Momo akhirnya bisa sehat kembali. Ririn berjanji kepada Momo, dia tidak akan membawa Momo bermain, jika hari akan hujan. Ayah dan Ibu hanya tersenyum mendengar janji Ririn kepada Momo. Meskipun usia Ririn yang masih 8 tahun, namun jika jiwa penggembala yang di wariskan oleh ayahnya sangat kuat, nalurinya terhadap hewanpun sangat tajam. Keesokan harinya, Ayah Ririn membawa Momo ke kota. Ririnpun ikut bersama Ayahnya dan Momo ke kota.
Setelah kurang lebih 2 jam, merekapun tiba di pusat pembiakan hewan ternak seperti sapi. Setelah diperiksa oleh dokter hewan ternyata Momo hanya demam biasa, dan diberi injeksi atau suntikian dari dokter  hewan. Ririn yang baru pertama kali mengunjungi kota, yang menjadi ibu kota provinsi SUMSEL. Sangat terkagum-kagum melihat gedungg-gedung, jembatan, taman yang sangat Inadah dan megah. Ririn meminta kepada Ayahnya, agar setiap bulan Ririn ingin mengunjungio kota metropolitan tersebut. Ayahnyapun menyetujui permintaan Ririn tersebut. Setelah sampai dirumahnya, Ririn langsung membukakan kandang dan menggiring Momo ke kandang. Ririn sangat bahagia sekali karena hari itu adalah hari yang sangat menyenangkan dan tak terlupakan, karena Momo telah sehat sepperti sedia kala dan juga ia bisa melihat indahnya kota besar.
Keesokan paginya, Ririn diantar Ayahnya pergi kesekolah, Ririn menceritakan pengalamannya pada teman dekatnya Rifan. Mendengar cerita Ririn yang sangat menyenangkan Rifanpun ingin pergi kekota Palembang. Kota yang disebut-sebut Ririn sebagai Kota yang megah, indah, bersih, dan sehat. Ririnpun mengatakan pada Rifan bahwa Ayahnya telah berjanji agar mengajaknya setiap bulan ke kota Palembang. Rifanpun meminta Ririn agar mengajaknya pergi bersam ke kota Palembang.
            Ayah Ririn selalu menepati janjinya, setiap bulan Ayahnya mengajak Ririn kekota bersam Rifan. Sekarang Momo sudah berusia 7 tahun 2 bulan, dan bulan depan sudah memasuki lebaran haji/qurban. Panitia qurban telah datangt kerumah warga-warga untuk mendata siapa asaja yang ingin berqurban pada tahun ini. Ayah dan Ibu Ririn menceritakan hal itu klepada Ririn, Mereka akan mengqurbankan Momo. Mendengar hal itu, Ririn amat terkejut lalu ia langsung berlari ke kamar, dan langsung menangis. Ayah dan Ibunyapun menyusun Ririn ke kamar. Ririn bertanya kepada orangtuanya “Kenapa harus Momo Ayah?!, kenapa tidak hewan yang lain saja?”  Ayahnyapun tertawa kecil dan menjawab apertanyaan anak semata wayangnya itu. “ Ririn, sapi-sapi yang klain kan belum cukup usianya, Nak..! Hewan untuk qurban itu, syaratnya harus cukup umur seperti Momo.” Dengan tersendat-sendat Ririn menjawab “ Tidak mau, pokoknya Ririn tidak mau!”. Teriaknya. Ibunyapun menceritakan suatu kisah tentang nabi yang rela anaknya diQurbankan demi perintah Allah SWT. Suara tangis Ririnpun langsung mereddah, Iapun meminta Ibunya untuk menceritakan kisah itu. Ririnpun berbaring di tempat tidurnya dan Ibunya bercerita dengan mengelus-elus kepala Ririn. Setelah mendengar cerita Ibu, Riri merelakan Momo untuk diqurbankan.
Hari Idul Adha tiba selepas sholat Id. Semua warga berkumpul di lapangan untuk menyaksikan penyembelihan hewan qurban. Ririn bersama keluarga menghadiri penyembelihan hewan tersebut. Saat Momo disembelih, Ririn menangis haru karena harus meralakan hewan kesayangannya itu. Namun diakhirat kelak Ririn dapat berjumpa dengan Momo. Sejak hari itu, Ririn menjadi anak yang dewasa dan lebih tegar menghadapi masalah.















\
Geso yang Setia
Oleh : Theresia Damayanti (06101413152)

Seorang anak laki-laki berumur tujuh  tahun, tinggal bersama ibu di Desa Kuta. Namanya  Rendi. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Geso. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Geso selalu mengantar.  Setiap hari Rendi berangkat pergi ke sekolah  selalu menggunakan kereta api.. Geso  pun setiap hari setia menemani Akira sampai stasiun. Di stasiun Shibu  ini Geso dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang anak kembali. Dan ketika Akira kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Geso sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Geso tanpa pernah bosan.
Musim dingin di desa tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.
Pagi itu, seperti biasa sang anak berangkat ke sekolah. Dia seorang anak yang sangat rajin dan pintar. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju ke sekolahnya  tempat ia belajar. Ia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Geso, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Rendi berangkat ke stasun Shibu bersama Geso.
Sekolah Rendi  sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Rendi untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari sekolah.
Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Rendi segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Rendi dan anjingnya yang setia itu, Geso. Karena memang sudah sering dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Rendi naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Geso memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya Rendi  dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”
“Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Geso pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian Rendi tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di sekolah, Rendi selain jadwal belajar, dia juga ada tugas menyelesaikan keterampilannya . Karena itu begitu selesai belajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki  ruang keterampilannya untuk membuatnya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Rendi yang kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang Guru pengajar yang lain yang melihat Rendi limbung segera memapahnya ke UKS. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba sekolah  jadi heboh karena Rendi  pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Rendi  menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Rendi. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Rendi meninggal dunia.
Segera ibunya Rendi dihubungi. Mereka datang ke sekolah dan memutuskan membawa jenazah Rendi ke kampung halaman ayahnya, bukan kembali ke rumah Rendi di Desa Kuta.
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibu. Tapi Geso tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Rendi tuannya sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Geso mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Geso masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Rendi tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemu dian , dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Geso tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Geso dan penasaran kenapa Rendi tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Rendi  telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh ibunya.
Mereka pun berusaha memberi tahu Geso bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemu dian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Geso sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Geso segera berduyun-duyun ke stasiun Shibu. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.
Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemu dian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibu. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Geso saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Geso pun dijadikan simbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.


















Kucing Berbulu Perak dan Keluarga Monyet
Oleh :  Andry Buri (06101413053)

Dahulu kala di suatu tempat di pendalaman hutan yang dalam, hiduplah seekor monyet bersama keluarganya.Keluarga itu tinggal di sebuah pondok.Pak Monyet berbadan sangat besar, kemudian Mak Monyet yang berukuran sedang-sedang saja, sedangkan anak Monyet mereka masih kecil.Anak Monyet yang masih kecil bernama Uyung.

Masing-masing dari mereka mempunyai tempat tidur yang tentu saja tidak sama besarnya, sesuai dengan ukuran badan mereka. Ranjang Pak Monyet besar serta nyaman, ranjang Mak Monyet sedang dan ranjang anak  Monyet, Uyung berukuran kecil dan terbuat dari kayu mahoni.

Sama seperti tempat tidurnya, di dekat perapian, terdapat seubah kursi ukir besar untuk Pak Monyet, sebuah kursi bulu biru halus untuk Mak Monyet dan sebuah kursi kecil untuk Si Uyung Monyet.

Di dapur ada tiga mangkuk porselen yang tersusun rapi.Tiga mangkuk itu berbeda pula ukurannya.Satu mangkuk untuk Pak Monyet, satu untuk Mak Monyet dan satu untuk Uyung Monyet.

Pak Monyet sangat dihormati oleh para tetangga. Pak monyet itu sangat peduli dengan tetangga lain, terhadap lingkungan sekitar, dan juga aktif dalam kegiatan gotong royong. Setiap kali ia lewat, orang membungkuk penuh hormat. Mak Monyet mempunyai banyak teman.Ia sering mengunjungi ke tempat para tetangga dan temannya pada sore hari untuk mengobrol dan tukar-menukar resep kue. Selain itu Mak monyet juga pandai memijat.. Tidak sama dengan kedua orangnya, Uyung Si Monyet tidak punya banyak teman. Ia termasuk anak yang nakal, jahil, dan pembuat onar.

Pada suatu hari, Mak Monyet membuat pudding untuk menu makan pada hari itu.Mencoba pudding rasa susu cokelat. Sebuah resep dari tetangga Monyet itu, yang mana pudding itu kesukaan dari Uyung Monyet itu.Setelah Mak Monyet selesai memasaknya, membaginya ke mangkuk dan meletakkannya di meja makan, Mak Monyet berkata kepada Pak Monyet: “pudding ini harus didinginkan kira-kira selama satu jam lagi. Sambil kita menunggu, ayo ayah kita menengok ke rumah Mak Angsa yang baru menetas. Mereka pasti senang kalau kita datang berkunjung.” Pak Monyet pun menjawab: “baiklah kita ke sana juga sekarang.Kita ajak juga Uyung ke rumah Angsa.Coba ibu bangunkan Uyungdan ajak Uyung untuk menjenguk ke rumah Angsa” Setelah membangunkan Si Uyung dari tempat tidur.dari pembicaraan itu, berangkatlah mereka bertiga melalui jalan setapak menuju sungai ke rumah Mak Angsa dengan membawa buah-buahan yang telah di petik di halaman belakang.

Tidak lama sesudah itu.Kucing berbulu perak, teman jauh dari Uyung Monyet di seberang hutan berkunjung ke rumah Uyung Monyet sekaligus mencari bunga. Kucing berbulu perak ini sama seperti Uyung Monyet, ia kucing yang galak bahkan lebih angkuh wataknya hampit sama dengan uyung Monyet. Sudah beberapa kali si Uyung Monyet mengundang si Kucing itu bermain ke rumahnya, tetapi ia selalu tidak mau dan menolak dengan keras. Tetapi sekarang ini, dia datang hanya sekedar melihat halaman rumah dan rumahnya saja dari jauh.

Dia telah melihat rumah si Uyung dari perbukitan yang cukup tinggi. “Uhh, jelek sekali rumah si Uyung.Berbeda jauh dengan rumah saya.”Kemudian si Kucing berkata lagi “seperti apa bagian dalam rumahnya, pasti tidak seindah rumahku!Tetapi, sudah lama saya ingin sekali melihat rumah Uyung Monyet.Dia ingin sekali berkunjung ke rumahnya.”

Si Kucing pun menghampiri rumah Si Uyung.Kucing melihat di sekitar rumah Uyung.Sepi dari luar dan tidak ada orang yang lewat di sekitar rumahnya. Tok, tok, tok! Ia mengetuk pintu. Namun tidak ada jawaban… “Permisi ada orang di rumah!” serunya sambil mengintip ke balik pintu namun tetap saja tidak ada jawaban. Lalu ia menyelonong masuk ke rumah Uyung  yang kosong itu dan Dia melihat ke ruang depan rumah kemudian mulai memeriksa dapur.“He, ada pudding!” serunya sambil mencolek dengan jarinya. “coba dulu ahh… kelihatnya enak juga!” pudding dalam mangkuk yang paling kecil ia habiskan. Dalam sekejap, semua mangkuk di meja sudah kosong dan mejanya menjadi kotor.Si Kucing Perak itu terus melihat-lihat.

“ini pasti kursi Pak Monyet besar sekali ayah Uyung ternyata… dan kursi empuk ini pasti kursi Mak Monyet enak sekali rupanya, dan ini… ini jelas kursi Uyung yang kecil. Ah, aku mau mencobanya.”Si Kucing Perak menjatuhkan tubuhnya di kursi yang kecil.Kaki kursi itu patah. Si Kucing  jatuh ke belakang, tetapi ia segera berdiri. Tanpa peduli sedikitpun pada kursi yang ia patahkan itu, ia langsung naik ke loteng.

Di ruang tidur, Si Kucing segera mengenali tempat tidur Uyung.“Mm, lumayan juga,” katanya. Tidak seempuk ranjangku, tetapi hampir sama.” Setelah cukup lama mencoba tempat tidur tadi, Si Kucing Perak mulai mengantuk dan tidur. “rasanya saya ingin berbaring di sini sebentar saja…  hanya mau mencoba.”Dan sebentar saja, Si Kucing itu sudah tertidur pulas di tempat tidur Uyung Monyet.

Sementara itu, keluarga monyet telah pulang dari rumah Angsa dan sekarang menuju ke rumah.Ayah Monyet telah melihat dari jauh bahwa pintu rumah terbuka. “celaka, pasti ada yang masuk rumah kita.” Serunya, Pak Monyet lansung pergi ke dapur dan dia melihat di dalam rumah telah berantakkan. “ah, tidak salah lagi, ada yang melahap habis pudding kita,” gerutunya.

Monyet Uyung pun melihat kursi telah di rusak seseorang dan sambil menangis ke arah orang tuanya.Mereka memeriksa semua barang yang ada di rumah, tidak ada satupun barang yang hilang.Lalu mereka naik ke loteng dengan perlahan-lahan.Mungkin saja ada orang di atas loteng dan ternyata benar, ada seekor kucing berbulu perak yang sedang tertidur pulas di tempat tidur Monyet Uyung.Betapa heran mereka melihat Kucing berbulu Perak itu tidur di rumah orang dan malahan memakan makanan pudding di meja makan mereka serta merusak kursi.Monyet Uyung menyentuh kaki Kucing berbulu perak itu. “Hei Uyung, bangun…”

Si Kucing terbangun dan melihat keluarga Uyung di depannya. “siapa kalian? Di mana aku?” tanyanya dengan gugup.“apa yang kalian lihat?” Ayah Si Uyung bingung kenapa Kucing berbalik bertanya pada mereka. “siapa kamu, dan apa yang kamu lakukan di rumah kami?” Tanya Ayah Uyung. Si Monyet Uyung berkata kepada Ayahnya bahwa Si Kucing berbulu Perak ini temannya.“Eeh..saya Cuma datang berkunjung ke rumah Uyung. Waktu itu saya mengetuk pintu tapi tidak seorangpun di rumah ini. Jadi saya langsung saja masuk ke rumah ini untuk melihat apakah ada Uyung dan ternyata tidak ada.” Jawab Si Kucing itu dengan rasa tidak enak. Lalu Ayah Uyung bertanya: “kenapa kamu habiskan semua makanan di meja makan dan kamu rusak kursi Uyung?” “saya tidak sengaja melihat ada pudding di meja makan itu, jadi saja coba dan saya makan karena enak rasanya dan kursi itu saya tidak sengaja merusaknya, tadi saya hanya ingin mencoba duduk di kursi itu tapi patah kaki kursinya.” Jawab si Kucing itu dengan jujur.

Setelah kejadian itu, Ayah Uyung menasehati kepada si Kucing berbulu Perak itu bahwa saat kita berkunjung ke rumah orang harus sopan santun dan tidak boleh langsung saja masuk ke rumah orang lain tanpa izin dulu kepada pemilik rumah. Selain itu juga Ayah Uyung berkata “kamu tidak boleh mengambil makanan orang, itu sama saja dengan mencuri barang orang. Selain itu berhati-hatilah dengan sesuatu barang milik orang lain.”

Sejak peristiwa itu, Si Kucing Berbulu Perak itu berubah menjadi anak yang baik, sopan dan menyenangkan.Si Kucing berbulu Perak juga sering dating untuk bermain. Uyung Monyet ia undang ke rumahnya dan pada akhirnya mereka menjadi sahabat karib.

Jago dan Ceri
Oleh : Esy Pratama Rakalpa (06101413054)

Ada sebuah keluarga yang hidup di pedesaan, namanya keluarga pak Budi, pak Budi memiliki istri yang bernama Aisyah, dan mereka memiliki satu orang anak yang bernama Andi. Keluarga pak Budi hidup sederhana dan tentram, keluarga ini juga ditemani oleh hewan – hewan peliharaannya, keluarga pak Budi memelihara ayam kampung yang bentuknya bagus – bagus. Setiap hari Andi selalu kekandang ayam, dia membawa makanan untuk ayam – ayamnya, ayam Andi belum terlalu banyak, baru ada dua ayam yang di ternaknya, satu ayam jantan dan satu ayam betina, ayam – ayam andi selalu bersamaan kemanapun dia pergi. Ayam jantan Andi diberinya nama Jago, sedangkan ayam betina diberinya nama Ceri.
Pada hari itu, keluarga pak Budi kekandang ayam secara bersamaan, Andi sudah membawa makanan untuk ayamnya seperti biasa, setelah sampai pak Budi menyuruh Andi memberikan makanan yang yang telah dibawa, Andi pun memberikan makanan itu kepada Jago dan Ceri. Jago dengan cepat mendekati makanan itu, Ceri pun tak mau kalah, dia langsung menyusul menuju makanan itu, mereka pun makan bersamaan. Pak Budi, istrinya, dan Andi hanya tersenyum melihat ayam – ayamnya. Selesai makan, ayam – ayam Andi keluar dari kandang, Jago dan Ceri bermain dan mencari makan di luar, mereka pun bergabung dengan ayam – ayam yang ada disekitar rumah keluarga pak Budi.
Jago dan ceri serta teman – teman lainnya mulai memakani rumput – rumput dan mencakar – cakar tanah mencari makanan, mereka lari – larian dan saling kejar – kejaran. Ada ayam jantan milik tetangga yang ikut bergabung, tetapi ayam jantan dan Jago belum berteman, ayam jantan itupun mengajak Jago untuk  berkelahi. Tidak lama kemudian, Jago ternyata kalah berkelahi dengan ayam jantan itu, dia berlari menghindar dari ayam jantan itu, tetapi ayam jantan masih terus mengejar Jago, dan akhirnya Andi pun melihat kejadian ini, dengan  segera Andi yang melihat jago butuh pertolongan langsung menolong Jago dan membawa Jago menjauh dari ayam jantan yang lain. Sedangkan Ceri tadi masih bersama ayam – ayam yang lain untuk mencari makan dan bermain.
Hari sudah mulai sore, Andi mencari Jago dan Ceri untuk dibawa pulang ke kandang. Andi juga sudah menyiapkan makanan untuk ayam – ayamnya, Andi memanggil – manggil Jago dan Ceri seperti biasa. Tak lama kemudian, Jago dan Ceri akhirnya pulang, Jago dan Ceri langsung mendekati makanan yang selalu diberikan kepadanya, istri pak Budi pun mendekati anaknya, dia tersenyum melihat ayam – ayam yang sedang berebut mematok makanan tadi. Setelah makan Andi menangkap Jago dan Ceri, dia membersihkan badan Jago dan Ceri serta mengajak ayam – ayamnya untuk bermain. Jago dan Ceri sangat penurut dengan Andi, Andi pun asyik bermain bersama ayam – ayamnya. Magrib pun datang, Andi memasukkan ayamnya kedalam kandang , Jago dan Ceri pun masuk dan langsung jongkok diatas kayu yang tersedia, dan Andi pun kembali kerumah.
Keesokan harinya, terdengar suara Jago berkokok nyaring menyambut pagi hari yang cerah, keluarga Andi pun ikut terbangun mendengar kokokan Jago. Hari pun sudah siang, Jago dan Ceri pun keluar dari kandang untuk melakukan kegiatan mereka sehari – hari. Jago dan Ceri bersamaan pergi kearah barat didekat pembuangan sampah, di sanalah mereka mulai mencakar – mencakar mencari makan. Setelah pulang sekolah, Andi mencari capung untuk makanan ayam – ayamnya, dia mendapatkan lumayan banyak makanan yang akan diberikan kepada Jago dan Ceri. Andi pun memanggil  kedua ayamnya, Jago dan Ceri langsung datang menuju Andi, setelah datang Andi member capung kepada ayamnya sambil diajak bermain. Andi memberi makan ayam – ayamnya dengan cara membuat ayamnya untuk melompat, dia berdiri dengan memegang capung tadi, ayam Andi pun melompat – lompat untuk mendapatkan makanan itu, Andi pun tersenyum melihat tingkah ayam – ayamnya.
Hari pun terus berlalu, pertumbuhan dari ayam – ayam Andi pun bertambah. Pada hari itu Ceri sudah mulai menunjukkan ciri – ciri bahwa dia ingin bertelur, melihat itu, keluarga pak Budi langsung membuatkan tempat bertelur  untuk Ceri didalam kandang ayamnya. Andi sangat senang mengetahui hal ini, dia sangat bersemangat membuat tempat bertelur Ceri  bersama pak Budi. Berselang beberapa hari Ceri pun bertelur, Ceri bertelur ditempat yang telah di siapkan oleh keluarga pak Budi. Telur pertama Ceri agak kecil, putih dan bagus. Hari demi hari Ceri terus bertelur sampai akhirnya dia berhenti bertelur dan ingin mengerami telurnya. Ceri masih tetap bersama Jago untuk mencari makan, istri pak Budi telur dari Ceri, ternyata Ceri sudah memiliki telur sebanyak 12 buah yang akan di perami Ceri. Sebelum di perami istri pak Budi mengambil 5 buah telur Ceri yang ada. Keesokan harinya Ceri sudah mulai perami telur – telurnya sebanyak 7 buah telur.
Andi selalu rajin menyiapkan makanan untuk ayam – ayamnya. Selama Ceri perami telur, Jago selalu sendiri keluar dari kandang, tetapi dia selalu bergabung dengan ayam – ayam yang lain. Ceri setiap sore keluar dari kandang, Andi pun selalu memberi makanan agar Ceri tidak kelaparan, hari – hari pun berlalu, telur – telur Ceri sudah ingin mulai menetas. Hari itu Andi melihat keadaan kandang ayam – ayamnya, dia tidak sengaja mendengar suara anak ayam yang berasal dari kandang tersebut, setelah dilihat, telur – telur Ceri sudah menetas 5 buah, tinggal 2 buah lagi yang belum. Andi pun sangat gembira .
Keesokan harinya Ceri sudah mulai ingin mengajak anak – anaknya keluar, istri pak Budi pun menurunkan anak – anak ayamnya, Ceri memiliki 6 ekor anak, hanya 1 telur yang tidak menetas, Andi pun bergegas mengambil beras untuk Ceri dan anak – anaknya. Hari hari berikutnya telah berlalu, pertumbuhan anak ayam dari Ceri sudah mulai tumbuh, ada 1 ekor anaknya yang mati. Andi pun masih selalu memberi ayam – ayamnya makanan setiap hari. Ayam – ayam andi pun sudah mulai besar – besar, ayam – ayamnya bagus – bagus, keluarga pak Budi sangat gembira melihat ayamnya bertambah. Sekarang ayam peliharaan Andi sudah ada 7 ekor, mereka selalu dirawat oleh keluarga pak Budi.










Si Semut, Kepompong, dan Belalang

Oleh: Rofiqoh (06101413055)

Disuatu hutan yang lebat hidup berbagai hewan buas dan jinak. Ada kelinci, kura-kura, kupu-kupu, semut, belalang, dll. Pada suatu hari hutan dilanda badai, angin bertiup kencang, daun-daun dan batang runtuh. Banyak hewan yang tidak bisa menyelamatkan diri, kecuali si semut yang berlindung didalam tanah. Badai baru berhenti ketika pagi menjelang. Dari da;am tanah tiba-tiba muncul seekor semut yang sombong. Ketika sedang jalan-jalan dihutan, ia melihat seekor kepompong yang tegeletak didahan daun yang patah. Si semut mengejek kepompong,
“hm..mm.. alangkah tidak enaknya menjadi kepompong, terkurung dan tidak bisa berjalan kemana-mana. Coba lihat aku yang ada kaki sehingga bisa berjalan dihutan sesuka hati ku”.
Semut terus mengejek hewan yang berhasil ditemuinya saat jalan-jalan dihutan. Suatu saat, si ssemut berjalan-jalan, dijalan yang berlumpur, ia tidak menyadari bahwa yang ia injak adalah lumpur hisap. Semut pun berteriak minta tolong.
 “tolong.....!!!! tolong...
” wah, seperti nya kamu sedang kesulitan ya?”
Ia melihat sekeliling mencari sumber suara dan dilihatnya lah seekor kupu-kupu yang cantik mendekatinya.
“hai, semut aku adalah kepompong yang dulu kau ejek ketika badai beberapa hari yang lalu. Sekarang aku sudah berubah, aku bisa pergi kemana saja dengan sayap ku yang indah. Sekarang kau lihat, aku tidak bisa berjalan dilumpur hisap itu kan?”
“yah, aku sadar bahwa perkataan ku dulu telah mnyakiti mu. Maukan kamu memaafkan ku dan memolong aku” ssemjut memohon.
Kupu-kupu yang baik hati pun menolong si semut yang tterjebak didalam lumpur hisap, tidak berapa lama semut terbebas dari lumpur tersebut. Setelah bebas semut mengucapkan terima kasih kepada kupu-kupu.
“ya sudah tidak apa-apa, memang sudah kewajibnya kita sebagai makhluk hidup untuk saling tolong-menolong. Mulai sekarang kamu jangan lagi mengejek hewan-hewan dihutan yang lain, nah ikut  aku dan minta lah maaf pada hewan yang pernah kau ejek”.
Karena setiap makhluk hidup memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing oleh sang pencipta.
Sejak saat itu kepompong dan semut menjadi sahabat karib. Namun ada seekor belalang yang tidak suka dengan persahabatan mereka. Belalang dengan niat jahatnya dia pun menyusun taktik agar persahabatan semut dan kupu-kupu terpecah. Semut pun dijebak oleh belalang, si semut diajak belalang untuk membuat pesta ultah sahabat karibnya itu.
“semut ayo kita buat pesta untuk merayakan pesta ulang tahun kepompong”.Belalang membujuk dengan halus.
“oh ya, aku hampir lupa bahwa besok adalah hari ulang tahun kupu-kupu, ok hari ini kita buat pesta untuk kupu-kupu”.Jawab semut dengan senang. Belalang tersenyum karena semut berhasil masuk dalam jebakannya.
            Belalang dan semut memulai membuat pesta ulang tahun kupu-kupu. Hari-hari yang ditunggu pun datang. Saat kupu-kupu pulang dari ladang bungan untuk menghisap nektar-nektar bunga, ia terkejut melihat rumahnya ramai.
“ada apa ini” tanya kupu-kupu
“kejutan” hewan-hewan dihutan
Satu persatu mereka mengucapkan selamat dan memberikan kado kepada kupu-kupu. Namun semut tidak sadar bahwa kado yang ia berikan kepada kupu-kupu tadi telah ditukar belalang saat semut sedang bergurau tadi. Setalah beberapa menit acara tukar kado pun dimulai, saat kupu-kupu membuka kado dari semut, tiba-tiba keluar rayap-rayap rakus dari kado semut. Serontak para hewan-hewan berhamburan keluar dari rumah kupu-kupu. Rayap-rayap tersebut memakan kayu-kayu dirumah kupu-kupu termasuk benda kesayangan kupu-kupu yaitu dahan daun yang dulu tempat dimana ia melekat saat terjadi badai dahulu. Kupu-kupu yang tidak terima dengan kejadian itu, langsung memutuskan persahabatan dengan semut.
“mengapa kau lalukan ini pada ku semut” kupu-kupu bertanya dengan suara lantang
“saa..ya. tidak tahu, kenapa isi kado saya berubah menjadi rayap” jawab semut
“bohong” kupu-kupu sambil menangis
“sudah semut kamu tidak usah mengelak lagi, kan tadi sudah ada bukti nya” sambung belalang
“mulai sekarang kita tidak usah lagi berteman. Aku tidak mau berteman dengan orang jahat” kupu-kupu sambil terbang keluar rumah.
Mendengar perkataan kupu-kupu, belalang tersenyum bahagia melihat perpecahan persahabatan semut dan kupu-kupu.
            Semut pun mulai dijahui oleh hewan-hewan penghuni hutan. Dengan hati sedih semut pulang kerumah dan merenungi kejadian tadi. Dalam hati semut bertanya-tanya siapa yang tega melakukan semua ini. Semut yang merasa difitnah pun mencoba mencari tahu siapa yang menyebabkan kekacauan dipesta ulang tahun kupu-kupu dan menukar kado ku. Semut kembali kerumah kupu-kupu untuk mencari bukti bahwa ia tidak bersalah, namun pencarian itu belum membuahkan hasil. Sesaat semut mengingat kejadian itu lagi, semut pun ingat bahwa yang duduk disamping ny adalah belalang.
“bukan kan yang duduk disampingku adalah belalang, apakah mungkin belalang yang melakukan itu semua dan memfitnah aku?”
Keesokan hari nya semut berjalan menuju rumah belalang. Setelah sampai di rumah belalang semut pun langsung menyakan nya kepada belalang.
“belalang, aku ingin bertanya”
“iya mau tanya apa” jawab belalang dengan tenang tanpa ada salah
“belalang apakah mungkin kamu yang telah menukar kado aku saat pesta ulang tahun kupu-kupu, dan apakah kamu yang telah memfitnah aku”.
Jawab belalang dengan nada keras “kau mau menuduh aku yang telah menukar kado mu,semut?”
“bukan begitu belalang tapi bukan kah kamu yang duduk dismping ku saat pesta ulang tahun itu”
“sudah ku bilang bahwa bukan aku yang menukarnya, sudah lah semut lebih baik keluar dari rumah ku sebelum aku marah”  jawab belalang dengan gugup
Semut pun keluar rumah belalang dengan rasa curiga kepadda belalang. Tanpa putus asa semut terus mencari tahu dan menyelidiki gerak-gerik belalang. Namun belum menemukan hasil juga. Suatu hari tanpa sengaja saat semut sedang mencari makan didekat rumah belalang, tanpa sengaja semut mendengar percakapan antara belalang dan capung.
“kekacauan dipesta ulang tahun kupu-kupu, aku lah yang membuatnya” menceritakan dengan santai
Capung sangat kaget mendengarkan perkataan belalang “apa, yang bener belalang”
“iya memang benar aku yang menyebabkan semua kekacaun itu,karena aku tidak suka dengan persahabatan mereka yang begitu akrab. Pertama aku membujuk semut untuk membuat pesta ulang tahun kupu-kupu, dan saat pemberian kado aku menukar kado semut dengan kado yang telah aku persiapkan, dan itu semua berhasil dan berjalan dengan mulus. Mereka pun bertengkar bahkan kupu-kupu memutuskan persahabatannya dengan si semut yang bodoh itu” cerita belalang kepada kupu-kupu.
Capung yang tidak habis pikir hanya diam saja. Semut yang juga terkejut langsung bergegas mencari kupu-kupu untuk memberitahukan  siapa dalang dari kekacauan dipesta ulang tahun nya. Semut mencari-cari kupu-kupu di padang bunga bunga di tempat dimana ia suka menghisap nektar-nektar bunga. Saat semut melihat kupu-kupu semut langsung berteriak memanggil kupu-kupu.
“kupu-kupu” teriak semut
“kamu lagi, ada apa?” sambil menghisapi nektar bunga
 “kekacauan itu bukan aku yang melakukan nya, tapi”
“tapi siapa” sambar kupu-kupu
“yang melakukan itu semua adalah belalang”
“kau bohong, kau timpakan masalah mu kebelalang” kupu-kupu menjawab
“benar kupu-kupu, dia yang telah melakukan nya karena dia tidak suka persahabatan kita, yang telah menukar kado nya, kalau kamu tidak percaya ayo ikut aku. Aku akan membuktikannya”
Kupu-kupu terdiam dan berfikir...”ya, baiklah aku ikut dengan mu”
Sepanjang jalan semut menceritakan apa yang telah ia dengar tadi. Sesampai nya dirumah belalang mereka mendengarkan percakapan mereka.
“ini kado si semut bodoh yang telah ku tukar kado” cerita belalang kepada capung
Kupu-kupu kaget mendengar perkataan belalang, ia merasa kesal, ia pun langsung menyerobot masuk kerumah belalang
“oh, bagus ternyata kamu yang telah menukar kado semut dengan kado yang telah kamu persiapkan.”
“bu....bukan aku yang melakukan itu, semut kau mau memfitnah aku dengan bercerita yang bukan-bukan kepada kupu-kupu” jawab belalang dengan sangat kaget dan gugup
“sudahlah belalang, aku sudah tau sebenarnya, dan aku juga telah mendengar percakapan mu dengan capung” sambil kesal
“mana buktinya, jangan sembarangan menuduh” jawab belalang gugup
“kado yang disamping capung itu buktinya, itu kado semut yang telah kau tukarkan”
“kalau iya kenapa?” belalang menjawab sambil terbang
Sejak terbuktinya bahwa semut tidak bersalah mereka pun bersahabat lagi.
“maaf kan aku semut,karena aku telah menuduh mu”
“iya, tidak apa-apa”
“sekarang kita berteman lagi kan?”
“hm..mm...bagaimana ya..?? ok dech kita bersahabat lagi”
Sejak itu juga belalang tidak pernah lagi terlihat dihutan...













Tiara dan Kelincinya
Oleh : Tian setiyati (06101413056)

Tiara seorang murid kelas 3 SDN 191 Palembang, ia berumur 8 tahun bertempat tinggal di jalan kap.A rivai palembang. Tiara sangat senang sekali terhadap hewan kelinci, ia menyukai kelinci karena menurut ia kelinci itu sangat lucu. Liburan pun telah tiba tiara pergi berlibur bersama kedua oarng tuanya dan kedua adik laki-lakinya ke kampung halaman orang tuanya. Sesampainya disana tiara singgah ke rumah paman yang ada di kampung itu, sesampai d rumah paman ia melihat beberapa ekor kelinci yang sangat lucu-lucu sekali yang berada di lingkungan sekitar halaman rumah pamannya. Lalu tiara pun bertanya kepada pamannya ” paman kelinci-kelinci yang ada di halaman rumah itu punya siapa? Ucap tiara ” paman pun menjawab ” semua kelinci-kelinci itu punya paman ”. Lalu tiara pun berjalan mendekati kelinci-kelinci tersebut dan paman pun menyusul langkah tiara  untuk mendekati kelinci-kelinci itu. Selama liburan di kampung tiara selalu bermain bersama kelinci-kelinci pamannya. Tak terasa liburan pun telah berakhir tiara bersama kedua orang tuanya dan kedua adik laki-lakinya pun pulang ke palembang. Sebelum tiara pulang ke palembang paman pun bertanya kepada tiara ” apakah kamu suka dengan kelinci?tanya paman” tiara pun menjawab ”  iya paman saya sangat suka sekali pada kelinci-kelinci itu ”. Setelah mendengar jawaban dari tiara, paman pun berkata bahwa ia akan memberikan dua ekor kelinci yaitu yang terdiri dari satu ekor kelinci betina dan satu ekor kelinci jantan. Setelah mendengar perkataan pamannya itu tiara pun tersenyum merasa bangga karena ia telah diberi hewan kesukaannya oleh paman. Sesampainnya di rumah tiara pun dengan di bantu oleh ayah dan kedua adik laki-lakinya membuat kandang di halaman belakang rumahnya untuk kelincinya tersebut.  Ia dengan semangatnya membuat kandang kelinci itu dengan sebaik dan serapi mungkin. dan kandangnnya pun diberi cat bewarna hijau. Setelah selesai membuat kandang kedua kelincinya itu di letakkannya di dalam kandang tersebut. Lalu tiara pun memberikan nama kepada kedua kelincinya itu, untuk kelinci jantan diberinya nama jojo sedangkan untuk kelincinya yang betina diberinya nama jejen. Setiap hari dengan penuh semangatnya tiara selalu memberikan makanan yaitu wortel untuk kedua kelincinya itu, dan setiap pagi dan sore pun tiara dengan rajinnya selalu memandikan kelinci-kelincinya agar tidak kotor dan tidak terkena kuman-kuman yang menyerang pada hewan, dan tak lupa juga setiap dua hari sekali tiara selalu membersihkan kotoran-kotoran dan sisa-sisa makanan kelinci yang ada di dalam kandang. tiara tidak pernah merasa lelah, letih dan lesu untuk merawat kelinci-kelincinya itu.
            Masuk sekolah pun telah tiba, tiara pun bersama kedua adik laki-lakinya di antar oleh ayahnya pergi ke sekolah, setibanya di sekolah ia pun berjalan menuju kelasnya. Sesampainya di kelas tiara pun bercerita kepada putri bahwa sewaktu ia liburan ke kampung halaman orang tuanya ia di beri oleh pamannya dua ekor kelinci betina dan jantan. Lalu putri pun becerita  bahwa ia juga baru dibelikan oleh ayahnya kelinci berwarna putih yang berjenis kelamin betina.
            Setelah mendengar cerita dari putri, tiara pun mempunyai ide mengajak putri bagaimana kalau siang nanti sehabis pulang dari sekolah kita bermain dengan kelinci-kelinci di rumahnya. Dan putri pun menyetujui tawaran bermain dari tiara tetapi sehabis pulang dari sekolah ini putri pulang sebentar ke rumahnya untuk mengambil kelincinya. Mereka berdua dengan asyiknya bermain bersama kelinci-kelincinya itu sambil memberi makan wortel pada kelinci tersebut. Tak terasa hari pun telah sore putri pamit untuk pulang. Selama di perjalanan menuju rumah putri pun melihat poster yang mengiklankan lomba busana kelinci  dan putri pun berhenti sebentar untuk membaca iklan tersebut. Ternyata lomba tersebut akan diadakannya pada hari minggu tepatnya pada tanggal 22 mei 2011. setibanya ia di rumah putri pun langsung menelpon tiara dan memberitahukan kepada tiara bahwa ia tadi membaca iklan mengenai lomba busana kelinci setelah mendengar berita itu tiara sangat senang sekali dan berminat untuk mengikuti perlombaan tersebut. Dengan penuh semangatnya tiara pun minta diantarkan kepada ibunya  pergi ke pasar untuk membeli dasar pakaian untuk membuat buasana kelincinya itu, ia pun menjahit busana itu dengan tangannya sendiri tanpa menggunakan mesin jahit, dan dengan di berikannya manik-manik dan hiasan lainnya pada busana tersebut agar kelihatan anggun dan menarik di mata juri nantinya. Dalam waktu yang relatif singkat yaitu dua hari tiara pun telah menyelesaikan busana kelinci tersebut tanpa bantuan dari oarang lain.
            Hari minggu pun telah tiba tiara dan putri pun dengan di antarkan oleh kedua orang tua tiara pergi ke suatu mall tempat berlangsungnya lomba busana kelinci tersebut. Sesampai disana tiara dan putri pun mengikut sertakan kelincinya untuk berlomba. Tanpa di duga-duga akhirnya kedua kelinci tiara dan kelinci putri pun menang mendapatkan juara berurutan yaitu 1, 2 dan 3.tiara dan putri pun merasa sangat gembira sekali karena kelinci-kelinci mereka memenangkan lomba busana, tiara dan putri pun tambah sangat menyanyangi kedua kelincinya itu.
            Beberapa hari kemudian setelah mengikuti perlombaan yang ada di mall kelinci tiara yang berjenis kelamin betina itu jatuh sakit, kakinya yang sebelah kanan terluka akibat gigitan kucing tetangga yang sangat nakal itu, tiara begitu marah pada kucing itu karena telah mengigit kaki kelincinya dan tiara pun sangat cemas sekali dengan keadaan kelincinya itu. Tiara memberikan obat merah pada kaki kelincinya dan di perbankannya kaki kelinci tersebut. Tetapi sudah tiga hari kaki kelinci tersebut tak kunjung sembuh dan akhirnya tiara pun memutuskan untuk membawa kelincinya ke dokter hewan agar kaki kelincinya itu di beri obat yang lebih baik oleh dokter agar lekas sembuh. Dokter mengatakan ” bahwa kaki kelincinya itu terkena infeksi akibat gigitan kucing, tiara pun semakin mencemaskan keadaan kelinci kesayangannya itu. Empat hari setelah dari dokter pun telah di lalui kaki kelinci pun tak ada perubahan untuk sembuh dan akhirnya kelinci itu mati tiara pun sangat sedih sekali karena hewan kesayangannya mati. Tiara pun mengubur kelincinya itu halaman belakang rumahnya. Setelah kematian kelincinya itu tiara tidak semangat untuk bersekolah dan ia pun tidak mempunyai nafsu untuk makan hingga akhirnya tiara terjatuh sakit kedua orang tuanya pun bingung bercampur cemas dengan keadaan tiara yang seperti itu. Dan akhirnya ayah tiara pun mempunyai ide bahwa ia mempunyai rencana akan membelikan tiara seekor kelinci betina untuk menggantikan kelincinya jejen yang mati itu. Sepulang dari kantor besok ayah berkata pada ibunya bahwa ia akan membelikan kelinci betina itu untuk tiara. Setelah di belinya kelinci tersebut lalu ayah memberikan kelinci itu kepada tiara dan tiara pun merasa terkejut karena ia telah dibelikan oleh ayahnya kelinci betina baru. Keadaan tiara pun mulai membaik dan ia sudah kelihatan ceria dan senang karena kelincinya yang baru itu. Tiara kembali bermain dengan kelinci-kelincinya itu ia begitu menjaga kelincinya agar tidak terulang kembali kejadian seperti waktu kaki kelincinya di gigit oleh kucing. Untuk sekali ini ia sungguh berhati-hati sekali dalam hal pemeliharannya. Dengan keadaan tiara yang membaik itu kedua orang tua tiara terlihat senang sekali karena anak perempuan satu-satunya keadaannya sudah mulai ceria tidak seperti keadaan yang sebelumnnya tidak bersemangat. Dengan adanya kelinci baru itu tiara kembali bermain kelinci dengan putri sambil memperlihatkan kepada putri kelinci barunya itu.
            Selang beberapa hari dari putri bermain dirumah tiara, tiara kaget ketika melihat kadang kelincinya ada kelinci kecil yang baru lahir. Dengan senang kegirangan tiara memanggil ibu. Tiara tak sabar untuk memberitahu ibu bahwa kelinci yang dibeli tiara 2 bulan kemarin sudah mempunyai tiga ekor kelinci yang lucu-lucu. Dengan tangan mugilnya tiara mengangkat ketiga bayi kelinci itu untuk ditempatkan kekandang yang baru. Sementara itu kandang yang lama dibersihkan terlebih dahulu. Tiara senang sekali karena kehadiran kelinci-kelinci yang lucu-lucu itu. Anak kelinci yang pertama tiara beri nama boni, kelinci yang kedua ia beri nama poni, kelinci ketiga ia beri nama momi. Setelah selesai ibu membersihkan kandang, kelinci-kelinci itu dimasukkan lagi kekandangnya. Ketiga kelinci itu mendekap erat dengan induknya. Senyum tiara dapat ceria kembali karena  kelinci betina yang dibeli ayahnya itu menambah kelinci tiara lagi. Dengan warna bulu yang berbeda-beda membuat kelinci tiara terlihat cantik-cantik dan menggemaskan. Putri juga betah bermain bersama kelinci-kelinci tiara. Hal ini dikarenakan dua oarang sahabat ini memang pencinta binatang peliharaan. Rasa kesal tiara akhirnya terobati dengan kedatangan ketiga bayi lucu-lucu yang menggemaskan dari sepasang kelincinya.







Rani dan Kucing Putih Kesayangannya
Oleh : Fitri Hapsari (06101413057)

Pada sebuah desa, tinggallah sebuah keluarga, keluarga Pak Rustam namanya. Pak Rustam mempunyai tiga orang anak, yaitu Rani, Reza, dan Rudi. Semua putra pak Rustam sudah bersekolah. Rani kelas 5 SD, Reza kelas 4 SD, dan Rudi kelas 1 SD. Ketiga anak pak Rustam tersebut memiliki sifat yang berbeda. Rani seorang anak penyayang hewan. Sedangkan Reza adiknya tersebut pembenci hewan Ia suka berbuat jahil. Ia mempunyai kebiasaan mengganggu hewan peliharaan tetangga. Setiap kali ia lewat atau berjalan-jalan , dan menemukan hewan selalu menggertak dan mengusirnya sedangkan Rudi sedikit senang hewan. Rani memelihara seekor kucing putih yang ia beri nama Molly. Molly memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai. Rani rajin merawat Molly, tiap pagi ia memberi Molly makan dan memandikannya. Ia sangat menyayangi kucing putihnya tersebut.
 Suatu hari Rani dan Ibunya pergi kerumah bibinya di desa seberang sedangkan kedua orang adiknya dan ayahnya memutuskan untuk tinggal dirumah. Sebelum pergi Rani tak lupa membelai tubuh kucing kesayangannya itu. Setelah itu Rani pun pergi bersama Ibunya. Rudi tak keluar rumah, ia sibuk dengan menonton film – film kartun yang memang pada hari mimggu banyak disiarkan di televisi. Sedangkan Reza bermain bola bersama teman – temannya yaitu Andi, Santo, Dudud, Dolah, Amir, Agus dan Tono. Saat sedang bermain ia juga suka mengganggu hewan-hewan seperti ayam dan bebek yang ada disekitar rumahnya.

Semua hewan di sekitar rumahnya takut dengannya. Ketika sedang bermain, Molly kucing kesayangan kakaknya itupun datang melintas di dekat mereka. Tanpa pikir panjang, bahwa kucing itu milik kakanya Reza segera mengincarnya. Ia menendang bola dengan sekuat tenaga diarahkan ke Molly si kucing putih lucu itu.
“Buuuuuukkkkk!” suara bola sangat keras mengenai Molly kucing lucu  tersebut.
“Meeeeooooonnnnggg! “Meeeeooooonnnnggg!” Molly pun menjerit karena terkena bola tendangan Reza. Suaranya melengking kesakitan, dan jatuh terpental berguling di tanah. Tubuh Molly putih bersih itupun berubah menjadi sangat kotor dan dipenuhi dengan tanah bahkan kaki Mollypun pincang.
“Ha..ha..ha.haaaaaaaaa...!Hooooorrrreeeeee..! Senangnyaaaa ” Reza tertawa merasa puas dengan yang dilakukannya. Bahkan ia pun tertawa terbahak – bahak melihat Molly yang berubah penampilan itu. Molly yang sudah tidak berdaya lagi itupun berusaha berlari dengan tersendat - sendat, dan lagi – lagi Reza menendang bola dan tepat mengenai tubuh Molly. Mollypun kembali berguling ditanah. Sekarang tanah telah menutupi semua tubuh Molly.
“Meeeeooooonnnnggg! Meeeeooooonnnnggg! Meeeeooooonnnnggg!” Molly pun kembali menjerit kesakitan. Suaranya melengking kesakitan perlahan mengecil.
Dari jauh pak Rustam melihat kelakuan anaknya, menggeleng-gelengkan kepala, sambil mengelus – ngelus dadanya. Bahkan suatu ketika tendangan bolanya mengenai gerobak penjual es yang berakibat beberapa gelas pecah berantakan jatuh ke tanah. Reza dan teman-temannya langsung lari tanpa memperdulikan teriakan penjual es tersebut. Meskipun kedua orang tuanya selalu menasehati, tidak juga ia jera.
Ia selau mengganggu semua hewan yang ia jumpai tak perduli bahwa hewan tersebut milik kakanya sendiri. Hari itu Reza bermain sangat lama hampir menjelang maghrib ia baru pulang. Sampai di rumah ia langsung mandi kemudian persiapan shalat maghrib.
 Tak lama kemudian Rani dan Ibunya pun pulang. “ Assalamualiakum” ucap Rani dan Ibunya. Rudi yang membuka pintu sambil menjawab salam kakak dan ibunya tersebut. “Waalaikumsalam”.
Ibupun bergegas pergi ke kamar mandi untuk mandi sedangkan Rani pergi untuk menemui Molly kucing kesayangannya tersebut.
“Molly….Molly…..” Pushh…Push…” Molly… tak seperti biasanya Molly tag mendekat. Bahkan tidak mengeong. Rani terus mencari kucing kesayangannya itu di dapur, ruang tamu, kamar, teras depan rumahnya bahkan di halaman rumahnya, namun Molly juga tidak ada. Rani pun bingung, Ia masuk lagi kerumahnya dan bertanya kepada Ayahnya tetapi ayahnya hanya menggelangkan kepala seolah menutupi sesuatu. Rani pun beralih pandangan kedua orang adiknya itu yang sedang menonton televisi.
 “Rudi lihat Molly tidak?” Tanya Rani. Tidak kak, jawab Rudi. Kamu Reza lihat kucing kakak tidak ? Tanya Rani. Reza pun hanya mengangkat pundaknya.
Rani pun terus mencari Molly sampai ia berhenti dan duduk di teras depan rumah tetangganya. Tak lama kemudian ia mendengar suara kucing mengeong.
“Meoong! Meong!” Rani mendengar suara kucing dari kejauhan. Rani mencari suara kucing tersebut dan berharap itu Molly. Rani terus mancari dan didapatinya Molly yang sangat kotor dan berjalan pincang. Rani pun kaget melihat Molly kucing putih lucu itu telah berubah. Tubuhnya sangat kotor dan kakinya pun pincang. Rani menangis melihat keadaan kucingnya itu. Rani pun membawa Molly pulang kerumahnya. Sampai dirumah Rani memandikan Molly dan memberi Molly makan serta merawat kaki Molly yang patah tersebut. Rani sangat sedih melihat Molly. Reza yang melihat kakaknya murung dan sedih itupun merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan dengan hewan peliharaan kakaknya. Tetapi ia takut untuk menjelaskan kejadian itu dengan kakaknya.
Pak Rustam pun tak berani memberi tahu Rani apa yang sudah terjadi dengan Molly dan memberi tahu siapa pelaku yang membuat Molly menderita. Pak Rustam takut Rani akan marah kepada Reza adiknya itu. Namun pak Rustampun tidak tega melihat Rani yang terus sedih, dan pak Rustampun menasehati Reza. “Reza, ayah tadi siang melihat apa yang kamu lakukan dengan kucing kesayangan kakakmu itu, seharusnya kamu tidak boleh begitu baik dengan kakakmu atau siapapun, karena itu perbuatan buruk nak. Sekarang kamu jelaskan dengan kakakmu apa yang sudah kamu lakukan dengan kucingnya itu.” “Reza tidak melakukan apa – apa ayah, Reza tadi siang bermain bola dengan teman – teman.” Jawab Reza. “sudahlah nak, kamu harus jujur.” Emm… baiklah ayah, Reza merasa bersalah tapi Reza takut kak Rani marah dengan Reza. Tapi reza akan jujur dengan kak Rani.
Reza pun mendekati Rani yang lagi membelai tubuh Molly dengan lembut dan penuh kasih sayang. “kak, maafin Reza, itu semua karena Reza kucing kakak jadi terluka. Tadi siang reza main bola dengan teman – teman, kucing kakak lewat di depan reza, reza langsung menendang bola dan tepat mengarah ke tubuh kucing kakak. Maafin Reza kak, Reza mengaku salah”.
Rani pun terkejut mendengar ucapan adiknya itu. Rani sangat marah dengan apa yang sudah dilakukan adiknya itu kepada hewan peliharaanya itu dan pergi meningglkan Reza.
Semakin hari Molly terlihat semakin sehat, Molly tidak berjalan pincang lagi, dan bulu – bulu putihnya itu terlihat semakin lebat. Molly si kucing putih kesayangan Rani telah kembali gagah dan terlihat sangat lucu serta menggemaskan. Rani pun kembali ceria dan berjanji akan selalu menjaga Molly yang menggemaskan itu.



Kerbau si Gadis Kecil
Tiara yang Malang
Oleh : Kikin Nurfitri (06101413058)

            “Mirah” begitulah orang-orang memanggilnya setiap hari.Mirah adalah seorang gadis kecil yang baik hati.Pada umur lima tahun orang tua Mirah meninggal dunia dan Mirah dititipkan kepada bibi Mirah untuk merawatnya.Sebelum ibunya meninggal ibunya sempat berpesan kepada bibi katanya,”Hanum,kutitipkan Mirah kepadamu.Juga semua harta milikku termasuk rumah.Rawat dan besarkan Mirah,sebagaimana engkau merawat dan membesarkan anak kandungmu.Bimbing dan didiklah Mirah, agar menjadi gadis yang cerdas dan berbudi. Dan jangan lupa, limpahkanlah kasih sayangmu kepadanya, dengan setulus hatimu.”
Bibi Hanum mengangguk, lalu berjanji akan mematuhi semua pesan ibu Mirah itu. Tampak sekali, betapa tulus Bibi Hanum mengucapkan janji itu.
Kepada Mirah sendiri, ibunya sempat berpesan ketika akan menghembuskan nafas terakhir. Katanya,”Mirah aku harus menyusul ayahmu di alam langgeng sana. Bukan atas kehendakku, tapi semata-mata telah menjadi tulisan dari Dia Yang Mahakuasa.Kuharap engkau dapat menerima kepergianku dengan hati yang tabah. Jagalah dirimu baik-baik, dan patuhilah kata-kata Bibi Hanum. Sebab dialah yang akan mengurus tugasku, merawat dan membesarkanmu. Kau harus menerima kehadiran Bibi Hanum, sebagaimana menerima kehadiranku. Bersediakah?”
Mirah mendengarkan pesan terakhir ibunya itu dengan air mata bercucuran. Hatinya pedih, bagai diiris-iris sembilu. Tetapi lalu mengangguk, mengiyakan dengan tulus.
Pesan ibunya kepada dirinya, maupun kepada bibinya masih terngiang jelas.seolah-olah baru kemarin didengarnya. Ia selalu mematuhinya, meskipun karenanya ia harus berhadapan dengan kepedihan yang menyayat hatinya.
Hari-hari Mirah penuh dengan kesedihan semenjak ditinggal oleh kedua orang tuanya. Terkadang setiap dia rindu dengan orang tuanya dia selalu mengingat hal-hal yang pernah dilakukan bersama ketika Orang Tuanya masih ada. Dulu sewaktu ayah dan Ibunya masih hidup Mirah dapat bermain dengan leluasa. Dapat meminta apa saja yang diinginkan selalu dikabulkan.
Pakaiannya pun, selalu bagus-bagus dan rapi. Almarhum ibunya selain pandai memasak, juga pintar membuat pakaian. Mirah sering sekali melihat ibunya membuat pakaian, khusus untuknya. Betapa senangnya Mirah, bila pakaian itu telah selesai, ia boleh memakainya dengan hati yang sangat senang.
Sekali-kali ibunya membuatkan makanan kesenangan Mirah. Bila telah selesai, ibunya menyuruh Mirah memanggil teman-temannya. Kemudian diajak untuk menikmati makanan itu. Teman-teman Mirah tampak senang sekali, mereka berebutan dan minta tambah.
Dulu teman-teman Mirah banyak sekali. Hampir setiap hari berkumpul di rumah Mirah, bermain apa saja yang mengasyikkan. Kadang-kadang bermain rumah-rumahan, pasar-pasaran atau kucing-kucingan. Perkarangan rumah Mirah kebelulan sangat luas, sehingga sangat leluasa untuk digunakan sebagai tempat bermain. Semua teman Mirah baik-baik. Bila Mirah sakit, mereka datang bergantian untuk menjenguk. Ada yang membawa buah-buahan, makanan kesukaan Mirah, atau mainan.Bayak juga yang datang tanpa membawakan apa-apa, tetapi hanya mendo’akan saja.
Mendiang ayah mirah adalah seorang pamor keadipatian. Cukup terpandang di desanya, dihormati dan disegani. Pada saat-saat tertentu sering mengajak Mirah berjalan-jalan. Melihat-lihat pemandangan dikaki gunung,dengan ,menggunakan kereta. Atau kadang-kadang dengan menunggang kuda.Semua itu sangat mengesankan bagi Mirah.
Tetapi semua itu kini tinggal kenangan. Hanya tinggal masa lalu, yang rasanya tidak mungkin terulang kembali. Kini semua telah tiada, seperti halnya ayah dan ibu Mirah.Kini semua telah berubah, menjadi kepedihan dan kesepian yang mencekam. Entah sampai kapan, Mirah terbelenggu oleh kepahitan yang seperti tiada akhirnya.
Sejak ayah dan ibunya meninggal Mirah tetap tinggal di rumah uyang lama. Tetapi bersama bibi dan pamannya yang kasih dan sayangnya jauh berbeda dengan mendiang kedua orang tuanya.
Mulanya mirah mengira, Bibi Hanum akan sebaik ibunya. Akan sesayang ibunya.Sehingga akan mendapat pengganti ibunya.Tetapi tidak. Bibi Hanum sangat cerewet memperlakukan Mirahtidak seperti kepada anak kandungnya. Tidak menyayangi seperti yang dikehendaki mendiang ibu Mirah bahkan kadang-kadang sangat kejam dan bengis.
Sehari-hari, hampir tidak ada waktu luang bagi Mirah.Selalu sarat dengan berbagai tugas, yang selalu diada-adakan bibinya.Ia dibangunkan pagi-pagi sekali, untuk menimba air sampai memenuhi bak. Kemudian menjerang air dan jmembuat minuman pagi bagi bibi dan pamannya. Lalu memasak, menghangatkan nasi dan lauk pauknya. Setelah itu membersihkan lantai, mengelap perabotan.Beres mengerjakan pekerjaan rumah,lalu mencuci pakaian kotor di sungai.Pulangnya memasak lagi buat makan sore. Lalu pada malam hari tidak boleh tidur sebelum mendapat perintah.
Kerbau yang Baik Hati
          Pada suatu hari pada saat Mirah disuruh mencuci baju di sungai dia mendengar suara dari tengah hutan dia pun bergegas untuk mencari suara tersebut. Terlihatlah oleh dia seekor kerbau yang sedang terjerat ranting pohon, ia pun segera menolongnya dan membawanya keluar dari hutan. Mirah mengajaknya ke sungai tempat dia mencuci baju.kerbaupun segera meminum air sungai tersebut dan akhirnya sehat kembali.
            Mirah mengajak kerbau itu pulang kerumah. Kerbaupun menyuruh Mirah untuk naik diatas punggungnya sebagai tanda trimakasih. Sesampainya dirumah Mirah meminta izin kepada bibinya untuk merawat kerbau itu. Awalnya bibi tidak setuju tapi dengan bujukan Mirah bibipun akhirnya setuju dan berkata,”baiklah kamu boleh memelihara kerbau itu tapi ingat kamu tidak boleh lalai dengan pekerjaanmu setiap hari dan suruh kerbaumu diam agar tidak mengganggu kehidupanku.”Mirahpun menyetujuinya dan dia membawa kerbau kekandang belakang rumahnya.
            Hari-harinya pun tampak sedikit lebih baik dari yang kemarin karena dia memiliki teman sekaligus binatang peliharaan yang baik hari. Setiap kali Mirah mau mencuci pakaian disungai, kerbau selalu menghantarkannya dan menyuruh Mirah naik ke punggungnya agar Mirah tidak capek. Setiap hari kerbau memakan rumput yang ada di halaman rumah Mirah sehingga rumput selalu terlihat bersih dan Mirah tidak perlu lagi untuk memotong rumput setiap hari.
            Bibi Hanum mempunyai kebiasaan bermain kartu bahkan sesungguhnya pecandu main kartu sejak nmasih muda sampai akhirnya dia jatuh miskin karena kalah main judi.
            Pada suatu hari Bibi kalah main judi sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Demikianlah juga dengan kekalahan yang diderita Bibi Hanum. Lama-lama kekalahannya membekit. Harta kekayaan titipan mendiang orang tua Mirah, lama kelamaan menjadi menipis.Dipakai untuk berjudi, dan akhirnya terbukti harta mendiang orang tua Mirah habis sama sekali. Rumah dan tanah tergadaikan tanpa bisa ditebus sama sekali.
            Bibi Hanum dan suaminya terpaksa meninggalkan rumah, karena diusir oleh pemilik yang baru, Mirahpun tidak boleh tinggal terpaksa harus pergi dengan hati yang hancur.”Pergilah kemana engkau suka,Mirah. Maaf aku tidak bisa bersama-sama kau terus,”begitulah ucapan Bihbi Hanum,sebagai ucapan selamat berpisahnya.
            Bagi Mirah, perpisahannya dengan bibi dan pamannya itu diterima dengan dua perasaan,perasaan lapang dan hancur.merasa lapang karena kini mendapat kebebasan. Dan merasa hancur karena tidak memiliki apa-apa lagikecuali kerbau kesayangannya tadi.Akhirnya Mirah dan kerbau kesayangannya tadi pun pergi meninggalkan rumah.
            Mirah kemudian berjalan dengan hati yang tenang dan wajah berseri-seri. Ia melangkah tanpa tujuan hanya mengikuti gerak kakinya. Menelusuri dataran subur yang menghijau,diantara pohon-pohon yang berdaun rimbun.Hari ini adalah hari pembebasan bagi Mirah. Ia benar-benar merasakannya dengan hati yang bersyukur.bibirnya selalu menyunggingkan nsenyuman ketika terus berjalan tanpa tujuan itu.
            Hari semakin siang nampaknya kerbau sedikit kecapekan, ia pun mencari tempat untuk beristirahat lalu dia duduk seraya mengeringkan keringat.Pada saat itu ada seorang penduduk yang membutuhkan tenaga untuk memutar tempat penggilingan mesin tebu, diapun menawari Mirah agar kerbaunya miliknya tadi bisa membantunya dengan upah yang setimpal.
            Kerbau tadipun langsung mengeluarkan suara yang menandakan bahwa dia setuju. Kerbau berfikir “inilah salah satu cara untuk aku menolong dan berterimakasih kepana Mirah karna dia telah merawatku setiap hari.
            Dari situlah kehidupan Mirah yang baru dimulai, banyak orang yang membutuhkan tenaga dari kerbau tersebut. Untuk mengolah ladang pertanian, pengangkut barang, dan lain-lain. Mirahpun ikut bekerja,setiap hari dia selalu merawat kerbau dengan baik,memberi makannya setiap hari,menyayanginya setulus hati. Sehingga dia dapat membeli sebuah gubuk kecil dan kandang yang layak untuk kerbaunya.











Kucing yang Tertinggal
Oleh : Gusti Ayatullah (06101413059)

Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing berwarna hitam. Nama kucing itu Molly. Ia tinggal di rumah keluarga Jones. Molly selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur keluarga Jones.
Molly memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai. Namun, tidak seorang pun di keluarga Jones suka membelai Molly. Kedua anak di keluarga Jones kurang menyukai binatang, sedang nyonya Jones sering membentak Molly jika ia mengeong waktu nyonya Jones sedang memasak ikan.
Di samping rumah keluarga Jones, hiduplah seorang anak bernama Billy. Billy adalah anak yang baik dan sangat menyayangi binatang. Karena itu ia juga sangat menyayangi Molly. Setiap sore Molly melompat dari pagar keluarga Jones untuk mencari Billy dan minta dibelai. “Alangkah senangnya aku jika Molly ini kucingku,” kata Billy kepada ibunya. “Aku ingin memelihara kucing juga, bu!” Tetapi ibu Billy tidak ingin memelihara binatang di rumahnya, walaupun sebenarnya ia juga suka kepada Molly.
Pada suatu hari keluarga Jones pergi ke luar kota. Saat hendak berangkat, anak-anak keluarga Jones berpamitan kepada Billy. Rupanya mereka hendak pergi berlibur selama sebulan. Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Jones berangkat. “Molly pasti diajak juga,” pikir Billy. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat melihat Molly masih ada di halaman rumah keluarga Jones. Billy lalu menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk merawat dan memberi makan Molly setiap hari,” kata ibu Billy.
Molly bertanya-tanya ke mana tuannya pergi. Setelah lama menunggu ia menggaruk-garuk pintu dapur dengan cakarnya berharap dibukakan pintu. Tetapi tampaknya tidak ada orang di dalam rumah. Molly lalu memeriksa kalau-kalau ada jendela yang terbuka sehingga ia bisa masuk, tapi ternyata semua jendela terkunci rapat.

Molly merasa kesepian. Tetapi ia berharap tuannya akan pulang nanti sore. Tetapi setelah lama menunggu tuannya tidak juga pulang. Molly mulai merasa kelaparan. Ia juga kedinginan karena harus tidur di luar. Walaupun bersembunyi di dalam semak-semak, ia tetap basah karena kehujanan. Molly mulai sakit.
Dua hari telah berlalu. Karena kelaparan Molly memakan tulang kering yang ditemukannya dan juga daun-daun kering yang ada disekitar rumah. Penyakitnya juga semakin parah. Ia bersin-bersin dan lemas.
Pada hari keempat Molly sudah menjadi sangat kurus. Ia bahkan hampir tidak bisa berjalan karena sangat lemah. Ia lalu teringat kepada Billy, anak yang tinggal di rumah sebelah. Siapa tahu Billy bisa memberinya makanan. Ia lalu berjalan pelan menuju rumah Billy. Saat melihat Molly, Billy hampir tidak mengenalinya lagi. “Astaga!, kaukah itu Molly?” seru Billy terkejut. Ia berlutut dan membelai Molly. “Oh kasihan, kau sangat kurus, pasti kau kelaparan. Apakah tidak ada orang yang diberi tugas untuk memberimu makan?”
Billy segera mengambilkan ikan dan susu untuk Molly. “Oh kasihan,” kata ibu Billy. Untuk sementara biar saja ia tidur di dapur kita.”  Molly sangat senang. Setelah makan dengan lahap, ia lalu tidur dengan nyenyak di dapur ibu Billy. Billy bahkan memberinya tempat tidur dari kotak kayu.. Billy juga membersihkan badannya yang kotor karena beberapa hari tidur di semak-semak. Malamnya, Molly benar-benar terkejut. Ternyata dapur ibu Billy banyak sekali tikusnya. Maka ia pun menangkap tikus-tikus itu, karena ia ingin membalas kebaikan Billy dan ibunya.
Keesokan harinya ibu Billy terkejut karena melihat banyak sekali tikus yang telah ditangkap oleh Molly. Ibu Billy sangat senang. Molly pun menjadi semakin disayang di keluarga itu.
Sebulan kemudian, keluarga Jones pulang dari berlibur. Dengan berat hari Billy mengantar Molly pulang ke rumah keluarga Jones. Tapi, setiap diantar pulang, Molly selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Billy. Molly tahu bahwa Billy dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Jones yang tega menelantarkannya.

Karena keluarga Jones tidak terlalu memperdulikan Molly akhirnya mereka pun memberikan kucing itu kepada Billy. Akhirnya Molly pun tinggal bersama Billy dan ibunya. Ia sangat bahagia karena selalu disayang dan dibelai. Ibu Billy pun senang karena dapurnya menjadi bebas dari gangguan tikus.




























Jalu dan Jala Sang Pahlawanku                         
Oleh : Endang Purnamasari (06101413060)

Pada suatu pagi bunda pulang dari pasar, dia membeli sebuah majalah. Bunda menaruh majalah itu diatas meja, kami pun keluar dari kamar secara bersamaan dan melihat majalah yang baru dibeli oleh bunda. Akupun cepat-cepat mengambil majalah itu dan langsung membacanya. Akupun tanpa melihat wajah nana yang begitu sangat kesal dan marah padaku.
Tanpa aku mempedulikan nana aku sangat asyik membacanya, tiba-tiba nana langsung mengambil majalah itu dari tanganku. Akupun begitu terkejut langsung menariknya dari tangan nana, dan akhirnya majalah yang dibeli oleh ibu tadi pagi sobek. Ketika aku akan memukulnya, nana langsung berlari sambil berteriak minta perlindungan pada bunda
            Arel, ada apa sih? Tanya bunda yang tiba-tiba muncul dari depanku. Nana langsung ngumpet dibelakang bunda. Ih bunda pasti akan menyalahkan aku. Bunda memang selalu begitu.
            Nana merobek majalah bunda, kataku menjelaskan. Aku berharap bunda akan membelaku dan memarahi nana. Nggak bunda, nana gak merobek majalah. Nana Cuma mau melihat gambarnya sebentar, tapi gak boleh sama kak arel, jawab nana sambil membela diri. Ia masih berlindung di belakang bunda.
            Arel, kenapa kamu melarang nana membaca majalah? Tanya bunda langsung menyalahkan aku. Tuh kan, bunda menyalahkan arel lagi, kataku kesal. Bunda jahat, selalu nana yang dibela.
            Arel, kok, arel bilang bunda jahat? Bunda gak membela siapa-siapa. Bunda sayang kok sama kalian berdua. Bunda gak mau kalian bertengkar. Kalian kan bersaudara sesama saudara tidak boleh berantem, kata bunda mencoba menenangkan aku. 
karena aku terlanjur kesal padannya. Hamid adalah teman sekolahku yang berada duujung jalan. Mungkin dengan bermain kerumah hamid, aku gak kesal lagi sama bunda.
            Setelah aku sampai kerumah hamid aku langsung diajaknya untuk melihat ayam-ayamnya. Nama mereka jalu dan jala. Mereka kakak beradik, kata hamid memperkenalkan dua ekor ayam peliharaanya padaku.
            Hamid memang senang memelihara ayam. Ia pandai membuat kandang ayam dari bambu. Akh, aku sangat kagum pada hamid. Bagaimana kamu bisa membedakan antara jalu sama jala? Tanyaku penasaran. Aku tidak melihat ada perbedaan diantara kedua ayam itu. Hamid tersenyum sambil menaburkan makanan buat kedua ayam itu. Gampang, kok, membedakan mereka,rel! jawab hamid sambil menangkap salah satu ayamnya. Aku tahu ini jalu, karena dia sangat kuat. Kalau makan, ia selau ingin menang sendiri. Ia akan mematuk jala, setiap kali aku member makan pada mereka. Ayam yang lebih tua pasti lebih kuat. Nah jadi, dialah jalu, sikakak dan itu jala adiknya.
            Oh…, aku manggut-manggut kagum. Aku sering kasihan melihat jala, kata hamid. Dia jarang mendapat makanan, karena dikuasai oleh jalu. Sewbagai kakak, jalu merasa dirinya lebih kuat. Padahal seharusnya dia mengalah pada pada jala, adiknya.
            Oh, iya seharusnya begitu, kataku menimpali. Aku merasa seolah-olah hamid sedang menyindir aku. Padahal aku yakin hamid tidak bermaksud begitu. Hamid kan tidak tau kalau aku sering bertengkar dengan nana dan ingin selalu menang sendiri.
            Mungkin benar kata hamid, sebagai seorang kakak, seharusnya aku mengalah pada adikku. Aku juga ingat kejadian dirumah tadi, saat aku dan nana berebutan   majalah yang telah dibeli oleh ibu. Aku ingin membaca buku terlebih dahulu, tanpa mempedulikan nana yang ingin melihatnya juga.
            Sebagai kakak, seharusnya aku mengalah. Akh, tiba-tiba aku merasa bersalah dan aku ingin pulang untuk minta maaf pada bunda. Tadi aku sudah membenci nana dan bunda. Ini bukan salah bunda, juga nana. Ini salahku. Aku tidak mau jadi jalu, ayam hamid yang ingin menang sendiri. Aku kemudian pamitan pulang pada hamid. Temanku itu heran melihat aku yang cepat-cepat pulang. Padahal biasanya aku bisa berlama-lama main dirumahnya.
            Ada masalah yang harus aku selesaikan, kataku pergi tanpa mempedulikan keheranan hamid hamid lagi. Aku hanya ingin cepat-cepat sampai di rumah menemui bunda dan nana.
            Sesampai dirumah aku langsung minta maaf pada mereka. Merekapun hanya tersenyum memandang aku dan langsung memaafkanya. Hari demi hari telah berlalu aku sekarang tidak menjadi orang pemarah lagi, mala mini kami makan bersamma sekeluarga akupun menyampaikan usul yang sudah ada dalam hatiku tapi aku tidak berani mengatakannya, dan malam itu aku memberanikan diri untuk berbicara kepada mereka, ayah, bunda dan hana bagaimana kalau dirumah kita memelihara ayam.
            Tanpa aku berbicara panjang lebar mereka langsung menyetujuinya, akupun sangat senang. Pagi ini ayah pergi kepasar dan langsung membeli sepasang ayam, hatikupun sangat gembira, aku memberi nama mereka sama seperti ayam punya hamid yaitu jalu dan jala. Kami sekarang hidup rukun dan tidak ada pertengkaran lagi.
            Sehabis pulang sekolah kami langsung melihat ayam-ayam peliharaan kami, ayam yang bernama jalu itu punya ku dan ayam yang bernama jala itu milik nana. Setiap hari aku memberi makan padanya dan memandikannya. Suatu hari jala sangat bingung sekali dia berputar-putar mengelilingi kandangnya, kamipun bingung apa yang terjadi pada jala.
            Akhirnya jala masuk kedalam kandang dan apa yang terjadi, rupanya jala sedang bertelur. Kami sekeluarga sangat bahagia melihat ayam-ayam kami yang tumbuh begitu cepat dan berkembangbiak sangat cepat juga.
Suatu malam tiba, malam ini kelihatan sangat hening sekali dan sangat sepi. Rupanya disamping rumahku ada orang yang mengintai dan ingin masuk kedalam, tapi kedua ayamku begitu baik padaku, mereka berdua memberi kode kepadaku, dia berteriak sangat keras secara terus menerus akupun sangat terkejut dan bangun dari tidurku.
Akhirnya aku memutuskan untuk melihat kedua ayamku dan apa yang terjadi rupanya jendela kami sudah terbuka begitu lebar. Akupun sadar rupanya ayam-ayam tadi telah memberitahu keluarga kami tentang bahaya yang akan terjadi pada kami. Kami sekelurgapun sangat berterimakasih pada ayam-ayam kami dan akhirnya kami memberi nama mereka jalu dan jala sang penyelamat atau sang pahlawan. Setelah kejadian itu aku sangat sayang pada mereka.































Pertemanan di Tengah Perbedaan
Oleh : M. Rino Raharjo (06101413061)

Saya mempunyai dua ekor hewan peliharaan yang berbeda jenis .Yang satu seekor kucing namanya Rubi .Dan yang  satunya seekor anjing namanya Angma .Walaupun berbeda jenis keduanya telah berteman sejak lama. Dan selalu terlihat bersama.Dimanapun mereka berada.Keduanya mempunyai satu kesamaan yaitu suka bernyanyi dengan suara merdunya  . Meskipun demikian keduanya mempunyai sifat yang berbeda .Rubi adalah seekor kucing betina yang rendah hati ,jujur dan suka menolong .Sedangkan Angma adalah seekor anjing yang mempunyai sifat sombong,serakah,angkuh tetapi setia .Disuatu ketika disaat malam mulai larut .Terdengar suara gaduh dari arah dapur .Ternyata Angma mengetahui dan terlihat sedang mengejar seorang maling. Walaupun telah berlari dengan kencang .Akhirnya pencuri yang malang tersebut berhasil ditangkap .
Keesokan harinya ,betapa terkejutnya pemilik rumah ketika Angma .Anjing kesayangannya berhasil menangkap pencuri tersebut .Dan ( seketika itulah pemilik rumah  langsung memberikan pujian kepada Angma ).
“Anjing pintar,” kata majikan sambil mengelus kepala Angma .
Angma pun mulai bertingkah sombong .Atas keberhasilannya menangkap pencuri .Ia selalu menghina Rubi . “Dasar kucing bodoh .Apa yang bisa kau lakukan dirumah ini? Kucing yang  tidak berguna”. Karna tidak tahan dengan segala hinaan Angma .Akhirmya rubi pun memutuskan untuk pergi berkelana meniggalkan rumah.setelah beegari-hari berjalan menyelusuri sungai dan jalan setapak .Akhirnya tibalah Rubi di sebuah hutan yang cukup lebat . Karna ,berjalan dengan cukup jauh Rubi pun mulai merasakan lelah dan haus. Ia pun mulai mencari sumber air yang ada didalam hutan .Setelah mencari kesana kemari akhirnya .Rubi pun  menemukan sumber mata air di sebuah danau tengah hutan .Rubi pun langsung meminum air danau tersebut hingga tenggorokannya terasa segar kembali .
(waktu pun mulai berlalu, hingga tak terasa malam pun mulai larut)
(Dalam kesunyian malam  .terdengar suara raungan yang sangat menakutkan)
“Tiba-tiba “ keluarlah seekor harimau besar dan buas  dari balik sebuah pohon .Yang siap menerkam Rubi .Rubi pun terkejut dan seketika itulah ia berlari dengan kencangnya  untuk menghindari Harimau tersebut. Ketika sedang berlari sialnya kaki Rubi tersandung pada sebuah akar pohon hingga ia terjatuh .dan Harimau tersebut berhasil mengejarnya .
Sementara itu,Angma  yang sekian lama hanya tinggal sendirian bersama majikannya .selalu teringat dan merasa sangat bersalah sekali terhadap Rubi .pada suatu hari ia pun memutuskan untuk meminta izin kepada majikannya dan bergegas mancari Rubi .Ia pun pergi berkelana   hingga sampailah di sebuah perkampungan  .Angma pun segera bertanya kepada salah seorang panduduk  sekitar.
( Maaf,pak .Apa bapak melihat seekor kucing bernama Rubi.Yang mempunyai suara merdu? )
˖Oh,kucing ya.beberapa hari yang lalu saya melihat seekor Kucing sedang berjalan kearah hutan.
-Baiklah, kalau begitu terima kasih pak.
(Akhirnya Angma pun berjalan setapak menuju kearah hutan)  
Dan setelah bermil-mil jauhnya berjalan . sampailah ia disebuah pinggiran hutan.
(sementara itu Rubi yang terjatuh .Akhirnya berteriak meminta tolong ).
“Tolong-tolong ”. (Rubi berteriak dengan suara yang sangat keras)  .
Mendengar teriakan Rubi. Angma pun dengan cepat bergegas menuju ke arah suara tersebut .setelah berhasil menemukan Sumber suara Angma pun melihat seekor Harimau besar .Siap menerkam Rubi .Tanpa pikir panjang seketika itulah Angma pun langsung menolong Rubi .Keduanya terlihat berkelahi hingga tampak Harimau tersebut terluka parah .
Rubi yang ketakutan langsung mengambil  sebuah kayu  untuk membantu mengusir Harimau tersebut .
  “ bluk “. (Rubi memukul Harimau tersebut dengan kayu ).Setelah berjam–jam berkelahi akhirnya harimau tersebut menyerah dan pergi meniggalkan keduanya
(Setelah keadaan belangsung normal .Rubi pun segera menghampiri Angma  untuk menanyakan keadaannya )
Angma bagaimana keadaanmu ?Apakah kau terluka?.Tidak ,apa-apa.Aku hanya terluka sedikit saja  .(Sambil menangis ). Angma pun memohon maaf atas segala kesalahannya dan memintanya untuk kembali pulang  ke rumah .Rubi pun akhirnya mau memaafkan kesalahan Angma ia juga menerima ajakan Angma untuk kembali ke rumah majikannya . (Hari  mulai senja )
Mereka pun mulai bergegas pulang .Setelah sampai di rumah. Dengan segera Rubi mengambil perban  mengobati  luka Angma. Rubi pun berkata, ini pasti sakit .Tahan sebentar ya! 
Auuwww, sakit (teriak angma).
(Dengan menahan rasa sakit) .angma pun berkata , aku telah jahat kepadamu .Kenapa kau mau mengobati lukaku ?
Ah ,sudahlah .kau telah menyelamatkan ku dari terkaman harimau .Anggap saja ini sebagai balas budiku . Rubi pun merawat Angma hingga sembuh.  Atas kejadian tersebut akhirnya mereka pun berteman kembali .
(Beberapa bulan berlalu semenjak kejadian itu terjadi ). Lembaran baru mulai kembali diurai .
Dihari-hari biasanya mereka kembali terlihat  bersama. bermain-main, melompat dan berkejaran  dihalaman tempat mereka tinggal .Dan hingga pada suatu hari Rubi bertemu dengan seekor kucing jantan milik tetangga .Namanya halmo ia sangat tampan . (Dalam hati Rubi)
Demikian juga halmo  berkata dalam hati. “ Wah,ia kucing yang baik hatinya dan cantik rupa nya   .”Dimanakah ia tinggal ?
Jika sedang bertemu mereka  saling memberi  senyum  .Ia pun bertekat memberanikan diri menemui nya .Hingga pada suatu hari datanglah Halmo menghampiri Rubi .
-Hai,kucing cantik .Bolehkah aku berkenalan dengan mu ? Ya , tentu (jawab Rubi) .
-Siapakah namamu dan dimana kamu tinggal? (Tanya halmo)
-Namaku Rubi .Aku tinggal bersama teman anjingku yaitu Angma. serta majikanku di rumah sebelah. Oh,ya kamu sendiri siapa ?
-Namaku halmo ,aku juga baru tinggal beberapa hari disini bersama majikanku.senang bisa berkenalan denganmu .
( Tak terasa matahari  mulai tenggelam hingga waktu pun semakin sore)
 -Maaf, ya halmo aku harus segera pulang jika terlambat nanti Angma akan khawatir dan mencariku.
( Rubi pun bergegas pulang dan meninggalkan halmo)
Setelah pulang .Ia pun bergegas masuk kedalam rumah dalam keadaan penuh riang dan senyum.  Angma yang heran dengan tingkah Rubi lalu bergegas mendatangi Rubi dan bertanya .
-Aku lihat kau tampak aneh hari ini .Apa yang terjadi denganmu ?
-tidak apa-apa Angma ,hari ini aku tampak senang sekali. Karena bisa  berkenalan dengan kucing sebelah yang baik hati .Ia ramah sekali kepadaku
-Ah,syukurlah aku sangat senang mendengarnya. Jika kau bahagia  aku turut bahagia .
Terima kasih, Angma kau memang teman  baik ku.
-Ya aku janji Rubi. akan membantumu jika kau membutuhkan pertolonganku untuk menebus kesalahan di masa lalu . 
(Keesokan harinya Rubi dan halmo kembali berjumpa ,hingga mereka semakin akrab).
(setelah berkali-kali bertemu dan saling mengenal. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk menikah) Beberapa bulan kemudian akhirnya mereka pun menikah dan melahirkan seekor bayi kucing yang lucu dan diberi nama bobo . Rubi pun akhirnya dapat hidup berbahagia keluarga dan sahabatnya Angma setelah berhasil menghadapi serangkaiyan masalah dengan penuh ketabahan .


  

  





Moni, Monyet yang Licik
Oleh : Liza Monika (06101413063)

Ada sepasang anak yang bernama lili dan lulu,lili mempunyai hewan peliharaan monyet diberi nama moni,dan lulu mempunyai hewan peliharaan katak,pada sore itu angin berhembus sepoi-sepoi. Moni duduk di dahan sambil mengantuk. Tiba-tiba perutnya berbunyi keroncongan dan terasa lapar. Ia membayangkan betapa enaknya bila makan buah-buahan. Tetapi ia kemudian tersentak mengingat kata-kata temannya. Ia dikatakan sebagai si Serakah, si Rakus, si Tukang Makan, dan sebagainya. Bahkan ia terngiang kata-kata pak tani yang memarahinya. "Awas, kalau mencuri lagi! Kubunuh, Kau! Kalau kau ingin makan buah-buahan tanamlah sendiri! Bekerja dan berusahalah dengan baik!" kata petani dengan geram dan kesal. Bulu kuduknya berdiri ketika ia teringat pernah dipukuli ketika mencuri pisang dan mangga di kebun pak tani.
Moni kemudian berpikir bagaimana cara mendapatkan makanan agar tidak dimarahi orang. "Ah, lebih baik saya mencari sahabat karibku! Mudah-mudahan ia dapat membantuku," kata Moni dalam hati. Ia kemudian turun dari pohon dan berjalan mencari katak sahabat karibnya. Setibanya di pematang sawah, sambil bernyanyi ia memanggil sahabat karibnya tersebut.
"Pung... ketipung ... pung! He... he... he...! Katak sahabatku, mengapa engkau sudah lama tak muncul? Ini sahabatmu datang! Saya rindu sekali padamu! Muncullah ... muncullah!" Mendengar nyanyian tersebut katak muncul sambil bernyayi "Teot... teot! Teot... teblung! Ini aku si Katak datang!" Aku juga rindu padamu. Bagaimana aku muncul, bila kau sendiri tak muncul?" Kedua binatang tersebut kemudian berbincang-bincang untuk melepaskan kerinduannya. Pada kesempatan itu juga si Monyet menyampaikan maksudnya.
"Katak sahabatku, bagaimana kalau kita bekerja sama untuk menanam buah-buahan," ajak monyet. "Wah, saya setuju sekali. Tetapi buah apa ya yang paling enak dan paling mudah ditanam?" jawab Katak. "Lebih baik kita menanam pisang saja! Bibitnya mudah didapat dan cara menanamnyapun mudah, bagaimana?" kata monyet sambil bertanya. "Baiklah, saya akan mencari bibitnya. Biasanya banyak batang pohon pisang yang hanyut di sungai. Mari kita ke tepi sungai!" jawab katak sambil mengajak monyet. Mereka kemudian ke tepi sungai sambil berbincang-bincang dengan akrabnya. Sesampainya di tepi sungai ia bermain-main sambil menunggu bila ada batang pisang yang hanyut. Benar juga! Tak lama kemudian ada sebatang pohon pisang yang hanyut.
"Nah, itu dia!" Teriak katak sambil menunjuk batang pisang yang hanyut. "Mari kita seret ke tepi!" ajak moni. "Mari!" jawab katak. Mereka terjun ke sungai dan menyeret batang pisang ke tepi sungai. Sesampainya di tepi, mereka angkat batang pisang itu ke daratan. Mereka kemudian menunggu kalau ada batang pisang yang hanyut lagi tetapi tak kunjung datang. "Menunggu itu membosankan," kata monyet menggerutu. "Ya, kalau begitu besok kita ke sini lagi! Kita tunggu bila ada batang pisang yang hanyut lagi! Yang ini untukku," kata katak sambil memegang batang pisang. "Ah, jangan curang! Ini milik kita berdua. Dari pada menunggu sampai besok sebaiknya kita bagi saja batang pohon pisang ini sekarang," kata monyet.
"Baiklah, kita potong saja batang pohon pisang ini menjadi dua. Kamu bagian bawah sedang saya yang bagian atas" kata katak. "Ah, jangan curang! Yang dapat berbuah kan bagian atas! Saya sangat memerlukan buah itu dari pada kamu. Nanti yang bagian bawah juga dapat berbuah," kata monyet membujuk katak. "Baiklah, kita kan bersahabat. Seorang sahabat haruslah saling mengerti dan saling menolong. Kita tidak boleh bertengkar hanya karena perkara kecil. Bawalah yang bagian atas! Saya cukup yang bagian bawah saja," kata katak penuh perhatian. Mereka akhirnya membawa bagian masing-masing ke hutan. Moni membawa batang pisang bagian atas dan katak bagian bawah untuk ditanam.
Setiap sebulan sekali monyet mengunjungi katak. Mereka saling menanyakan tanamannya. "Bagaimana tanaman pisangmu?" tanya moni. "Ha... ha..., lihat saja itu! Subur bukan?! Tanamanku sangat subur. Daunnya begitu lebat." Jawab katak sambil menunjukkan tanamannya. "Bagaimana dengan tanamanmu?" tanya katak lebih lanjut. "Wah..., tanamanku juga demikian!" jawab moni membohongi temannya. Ia bohong karena tanamannya sudah mati. Batang bagian atas tak mungkin hidup bila ditanam. Bulan berikutnya moni datang lagi. Ia bertanya kepada katak tentang tanamannya. "Bagaimana tanamanmu?" tanya moni.
"Wah, tanaman pisangku sangat subur, dan sekarang sudah berbuah. Bagaimana pula tanamanmu?" jawab katak sambil menanyakan tanaman si Moni. "Demikian juga tanamanku, sudah berbuah. Bahkan buahnya besar-besar," jawab moni berbohong. Mereka kemudian berbincang-bincang sambil bergurau. Setelah selesai, moni kembali ke hutan. Pada kunjungan berikutnya ternyata buah pisangnya sudah masak tetapi katak tidak dapat memetiknya karena tidak dapat memanjat pohon pisang tersebut. Katakpun meminta bantuan kepada moni yang sedang berkunjung. "Moni, tolong petikkan pisangku yang sudah masak itu!" pinta katak kepada moni.
"Wah, dengan senang hati, mari kita ke sana!" jawab moni sambil mengajak katak. Monipun segera memanjat pohon pisang dan sesampainya di atas ia segera memetik dan mencoba memakannya. "Wah, ranum benar pisangmu!" teriak moni dari atas pohon pisang. "Hai moni, jangan kau makan sendiri saja. Cepat petikkan sesisir dulu untukku" teriak katak sambil memohon. "Ya, nanti dulu! Aku belum selesai memakannya. " sahut moni. Satu, demi satu dimakannya pisang tersebut oleh moni, setiap katak meminta ada saja jawaban si Moni. Katak tak pernah diberi. Bahkan si Katak hanya dilempari kulitnya.
"Kamu lebih baik makan kulitnya saja, Tak! Ini bagianmu, terimalah! kata moni. Katakpun berang dilecehkan oleh moni. Ia pun berkata dalam hati untuk memberikan pelajaran kepada moni yang serakah tersebut. "Baiklah, habiskan saja pisangku. Aku sudah tak berminat lagi. Aku sudah kenyang makan nyamuk. Makanan utamaku kan nyamuk, bukan pisang seperti makananmu." kata katak dengan kesal. "Ha... ha... ha..., katak-katak..., salahmu sendiri kamu tak dapat memanjat. Kamu hanya dapat meloncat-loncat saja. Coba perhatikan saya! Saya dapat berjalan, meloncat dan memanjat. Makanankupun lebih banyak jenisnya daripada kamu. Kamu lebih baik makan nyamuk saja. Pisang ini sebenarnya untukku bukan untukmu," kata moni dengan congkak.
"Dasar moni serakah! Sudahlah, jangan banyak bicara! Cepat habiskan saja pisangku! Sebentar lagi batangnya akan saya tebang," kata katak dengan marah. Selesai berbicara katakpun mulai menebang batang pohon pisangnya. Moni segera mempercepat makannya. Tak terasa ia mulai kenyang dan mengantuk. Batang pohon pisang mulai bergoyang dan akan roboh tetapi moni tak dapat menahan kantuknya. Lebih-lebih goyangannya batang pohon pisang dianggapnya sebagai ayunan yang meninabobokkan. Akhirnya ia jatuh. Perutnya terkena ujung pohon kayu kering yang runcing dan badannya tertimpa batang pohon pisang,akhirnya si moni terluka,lalu katak merasa bersalah ia segera mengobati perut si moni,akhirnya moni sadar karena sudah serakah dan segera minta maaf kepada katak.


















Kisah
Bunga Sepatu, Bunga Mawar, dan Kupu-kupu

Oleh: Rani Yusnani Malau (06101413064)


Dahulu kala di sebuah taman yang kecil, hiduplah sekumpulan, ulat dan beberapa bunga, yakni bunga sepatu dan bunga mawar. Pada awalnya mereka semua bersahabat. Sampai suatu hari, sekuntum bunga mawar bernama Okit dengan sombongnya berkata.
            “Hei para ulat ! Jangan terus memakani daun kami !”
            “Ya benar ! Lihat..daun-daun kami jadi rusak, pergi kalian dari taman ini !” sahut bunga mawar lainnya.
            Ulat-ulat merasa sangat sedih. Mereka memang memakani daun-daun bungadi taman itu. Tetapi jika mereka tidak makan, tentu mereka akan mati kelaparan. Akhirnya dengan kerendahan hati mereka berniat pergi dari taman itu. Namun sekuntum bunga sepatu mencegahnya.
            “Hei, kalian jangan pergi,” kata Rena si bunga sepatu kepada ulat, “kalian boleh memakan daun kami para bunga sepatu di taman ini”.
            “Benar, kami rela membagi daun kami kepada kalian,” ucap bunga sepatu lainnya.
Ulat pun sangat berterima kasih atas kebaikan bunga sepatu dan berkata.
            “Terimakasih, kalian telah menolong kami.”
            “Sama-sama Hili. Sudah seharusnya kita saling berbagi di hidup ini.”jawab Rena si Bunga sepatu dengan senyuman.

            Akhirnya di taman itu bunga mawarlah yang paling indah karena daun mereka utuh. Terkadang beberapa mawar mengejek bunga sepatu yang daun-daunnya bolong akibat dimakani ulat. Tetapi para bunga sepatu menghiraukan ejekan dan hinaan dari bunga mawar yang daunnya tidak bolong-bolong. Bunga sepatu setiap hari membiarkan kesepuluh ulat tersebut memakan daunnya. Mereka tidak merasa terganggu oleh gunjingan para bunga mawar.
            Suatu ketika, seorang manusia mendatangi taman itu.Dia mengitari taman itu. Melihat satu persatu bunga-bunga itu mulai dari bunga sepatu sampai bunga mawar yang terlihat ketakutan. Berdirilah ia tepat di kawanan bunga mawar sambil memperhatikan lebih dekat lagi bunga itu. Dia berkata.
            “Aku akan mengambil beberapa bunga di sini. Oh tidak….bunga-bunga sepatu ini daunnya dimakani ulat. Aku ambil lima bunga mawar ini saja, daun-daunnya masih bagus,”
            Lalu manusia itu mencabut lima bunga mawar dari taman itu dan pergi. Taman itu berduka, khususnya bunga mawar. Mereka kehilangan lima anggota. Sekuntum bunga sepatu tiba-tiba berbisik kepada ulat.
            “Kami harus berterimakasih kepada kalian. Kalau daun kami tidak dimakani kalian, mungkin kami juga diambil oleh manusia seperti lima bunga mawar itu.”
Ulat pun hanya membalas dengan senyuman. Tetapi ada kesedihan juga yang dirasakan para ulat dan bunga sepatu. Melihat kejadian yang tengah ditimpa oleh kawanan bunga mawar di taman itu.
            Di taman itu kini hanya tersisa lima bunga mawar. Mereka berlima takut akan diambil juga oleh manusia. Akhirnya mereka menyadari kesombongannya dan berkata.
            “Kalian para ulat , kami mohon maafkalah kesombongan kami. Kalian sekarang boleh memakan daun kami. Kami takut akan dicabut dari tanah seperti kelima saudara kami.”
            “Tapi mawar, daun itu memang milik kalian, hak kalian untuk memberikannya kepada kami atau tidak,” tukas Hili, si ulat jantan.
            “Tidak ulat, sungguh kami sangat menyesal,” ucap Okit,”Sudah seharusnya kami memberikan daun-daun kami untuk kalian makan. Bukankah sesame makhluk hidup kita harus saling tolong-memolong?”
            Rena si bunga sepatu menjawab.
            “Itu benar Kit. Bisa-bisa beberapa waktu ke depan bunga-bunga di sini akan harus dicabuti oleh manusia.”
            Setelah mendengar perkataan kedua bunga itu ulat-ulat sangat terharu dan seekor ulat menjadi semangat untuk berkata.
            “Terimakasih para bunga, kalian sangat baik kepada kami,” teriak Hili berkaca-kaca, “kelak kami akan membalas jasa kalian!”
            Beberapa hari berlalu, setelah ulat memakan daun-daun bunga mawar dan bunga sepatu, mereka bersepuluh berubah menjadi kepompong. Dalam beberapa minggu kepompong menetas dan ulat-ulat itu berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah. Para bunga takjub melihat perubahan itu, dan salah satu dari mereka berkata.
            “Wah…kalian telah berubah wujud ! kalian kini bersayap dan indah sekali!”
            “Terima kasih,” kata Hili yang kini telah menjadi  kupu-kupu, “sekarang kami akan memenuhi janji kami, kami akan membalas jasa kalian.”
            “Kami juga sangat berterima kasi pada kalian, kalian begitu baik ingin membantu kami dalam menebarkan benih kami.”lanjut Okit dengan berkaca-kaca
            “Tidak perlu sungkan, sudah menjadi kewajiban kami Okit, menolong kalian dalam menebarkan benih kalian di taman ini supaya kalian tetap dapat mempertahankan kelestarian kalian” jawab Hili dengan tersenyum manis.
            Sepuluh kupu-kupu itu menolong bunga menyebarkan benihnya. Mereka menggunakan kemampuan terbangnya untuk menyebarkan benih-benih bunga mawar dan bunga sepatu secara merata di taman itu. Bunga-bunga sangat berterima kasih kepada kupu-kupu. Kini kupu-kupu tidak lagi mendapatkan daun dari dari bunga, tetapi madu yang sangat manis dan lebih enak daripada daun.
            Berkat pertolongan sepuluh kupu-kupu, beberapa minggu kemudian jumlah bunga di taman itu bertambah. Kini di taman itu terdapat ratusan bunga mawar dan bunga sepatu. Kehidupan di taman itu menjadi penuh dengan kebahagiaan.
            Namun di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba  seorang manusia kembali dating. Seluruh penghuni taman itu pasrah jika ada bunga yang akan dicabut lagi oleh manusia itu.
            “Kenanglah taman ini meskupun kalian dicabut olehnya !” teriak Okit kepada seluruh bunga.
            Perkataan Okit itu menguatkan hati para bunga untuk tetap kuat. Ketika mereka sudah siap menerima keadaan, manusia itu justru berkata.
            “Oh…Tuhan, taman ini sekarang indah sekali ! Bunga-bunganya jauh lebih banyak dan sekarang ada kupu-kupu yang mengitarinya. Aku akan menjaga bunga-bunga ini agar tetap tertanam dan menyiraminya setiap hari.”
            Manusia itu kemudian pergi tanpa mencabut sekuntum bunga pun. Seluruh penghuni taman itu bersorak-sorai gembira karena tidak ada yang berpisah.
Setiap hari manusia itu datang dan merawat seisi bunga yang ada di taman itu. Mulai dari menyirami dan member pupuk kepada bunga-bunga itu. Terlihat sekali bunga-bunga di taman itu setiap hari bertambah dan mereka subur-subur berkat perawatan dari manusia itu dan berkat bantuan para kupu-kupu dalam menebar benih di taman itu.Seluruh bunga mawar, bunga sepatu, dan kupu-kupu kini hidup bahagia. Sampai saat ini, itulah alasan mengapa kupu-kupu mau menyebarkan benih bunga, yaitu untuk membalas jasa bunga yang telah memberi mereka daun.





















Kerbau dan Putri Bambu
Oleh : Mia Trianza (06101413065)

            Zaman dahulu hiduplah seekor kerbau yang mempunyai tiga anak manusia. Semua anaknya perempuan. Anaknya yang pertama bernama Putri Lebak, anaknya yang kedua Putri Penengah, dan anaknya yang bungsu bernama Putri Rinduwati. Kerbau itu menitipkan anaknya ke masing-masing bambu muda.
            Seiring bertambahnya waktu, bambu tersebut membesar dan anak-anak kerbau pun menjadi dewasa. Mereka juga masing-masing mempunyai bambu.
            Suatu hari si kerbau mencari tiga anaknya untuk melepas kerinduannya. Si kerbau mencari anaknya Putri Lebak. Ia bertanya dengan seorang petani yang sedang bekerja di sawah.
            “Wahai petani, di mana anak pertamaku Putri Lebak?”
“Di sana, di bambu yang besar.
Di sana Putri Lebak tinggal bersama suaminya,”jawab petani.
“Terima kasih,”jawab si kerbau.
Segera kerbau menemui Putri Lebak di dekat bambu yang besar.
“Putri Lebak, Putri Penengah, Putri Rinduwati,”
bertutur kerbau dengan nada sangat lembut sambil berjalan menuju tempat Putri Lebak.
Setelah sampai di bambu yang besar tempat Putri Lebak. Si kerbau masuk ke rumah Putri Lebak.
“Anakku Putri Lebak, apa kabarmu?”
“Siapa kau?”tanya Putri Lebak sambil melotot.
“Aku ibumu, anakku. Aku sangat rindu padamu.”
“Bohong!”teriak Putri Lebak dengan kasar.
“Benar anakku, aku ibumu.”
“Tidak mungkin!
Tidak mungkin aku mempunyai ibu yang jelek seperti kamu!”
“Demi Tuhan anakku, Ibu tidak bohong.
Aku Ibumu. Ibu yang melahirkanmu,”jawab si kerbau sambil menangis.
“Pergi kau dari hadapanku.
Aku tidak sudi punya ibu seekor kerbau jelek sepertimu,”
hardik Putri Lebak.
            Si kerbau mencoba bertahan di tempat Putri Lebak. Melihat si kerbau tetap bertahan, Putri Lebak mengambil batu yang besar dan langsung melemparkan batu besar tersebut ke kepala ibunya. Sambil merasakan kepedihan yang dalam, kerbau pergi dari tempat anaknya.
            Kerbau pun melanjutkan perjalanannya mencari putri keduanya, yakni Putri Penengah. Dalam perjalanannya, kerbau bertemu dengan seorang nelayan.
“Wahai nelayan.
Di mana anakku Putri Penengah?”tanya si kerbau kepada nelayan tersebut.
“Putri Penengah ada di bambu yang besar.
Di sana ia hidup dengan suaminya,”jawab nelayan.
            “Terima kasih.”kata si kerbau.
            Tanpa membuang waktu kerbau langsung pergi menemui Putri Penengah. Sambil berjalan menuju tempat Putri Penengah, kerbau kembali bertutur dengan nada sangat lembut.
            “Putri Lebak, Putri Penengah, Putri Rinduwatiku.”
            Setelah lama berjalan, sampailah si kerbau di bambu yang besar tempat Putri Penengah tinggal.
            “Putri Penengah anakku.
            Bagaimana kabarmu?”
            “Siapa kau?”
            “Aku Ibumu, anakku.”
            “Bohong!
Aku tidak punya ibu sepertimu.”
            “Benar anakku, aku Ibumu.”
            “Jangan membual.
Enyahlah kau sekarang.
            Aku tidak punya ibu seekor kerbau, bau, dan jelek sepertimu!”
            Teriak Putri Penengah sambil melemparkan sebuah batu besar. Batu besar yang dilempar Putri Penengah tepat mengenai kepala si kerbau. Darah segar langsung mengucur deras dari kepala si kerbau.
            Dengan hati yang sedih dan sambil menahan sakit karena luka di kepalanya ia pun pergi dari tempat anaknya Putri Penengah. Si kerbau merasakan luka di kepalanya sangat sakit. Namun, sakitnya tidak seberapa dibandingkan sakit hatinya karena perlakuan kedua anaknya.
“Alangkah malang nasibku ini, kedua anakku sedikitpun tak mau mengakuiku sebagai ibunya.”ucap si kerbau sambil menangis.
            Si kerbau pun melanjutkan perjalanan mencari anak ketiganya, Putri Rinduwati. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seorang yang sedang menjemur padi.
            “Wahai seorang penjemur padi.
Di manakah anakku Putri Rinduwati?”
            “Putri Rinduwati ada di bambu yang besar di sana.
            Ia hidup dengan suaminya.”
            “Terima kasih,”ucap si kerbau senang.
            “Ya, sama-sama Ibu Kerbau.”
            Si kerbau pun langsung pergi menuju tempat Putri Rinduwati. Dalam perjalanannya, kerbau kembali bertutur dengan lemah lembut.
             “Putri Lebak, Putri Penengah, Putri Rinduwatiku.”
            Cukup lama ia berjalan hingga sampailah ia setelah sampai di bambu yang besar tempat putrinya., Putri Rinduwati. Mendengar ibunya menyebut namanya, Putri Rinduwati pun mendekati si kerbau.
            “Ibu, aku sangat merindukan Ibu.”
            “Anakku, ibu bersyukur sekali karena telah menemukanmu.
            Ibu bahagia kau masih mengenali ibumu.”
“Sudah lama aku mencari ibu, tapi tak satu pun orang yang tahu keberadaan ibu, termasuk kedua saudaraku.”
“Bukan maksud ibu untuk meninggalkan kalian di dalam setiap bambu-bambu itu. Ibu tidak ingin kalian menderita bila hidup bersama ibu.”
“Ibu jangan bicara seperti itu!”
Segera dibersihkannya darah-darah yang mengalir dari kepala si kerbau. Luka di kepala si kerbau segera diobatinya. Putri Rinduwati sangat menyayangi si kerbau. Sikapnya sangat berbeda dengan kedua saudaranya.
“Anakku, Rinduwati, kau sungguh berhati mulia.
Ibu akan selalu mendo’akanmu agar kau selalu bahagia.”kata kerbau.
“Ibu...!”ucap Putri Rinduwati.
“Anakku kau sangat berbeda dari dua saudaramu. Hati mereka seperti  batu. Ibu sangat sakit sekali diperlakukan seperti itu.”ucap kerbau.
“Semoga Lebak dan Penengah cepat menyadari atas perlakuannya terhadap ibu.”jelas Putri Rinduwati.
Ia tidak pernah bersikap kurang ajar dengan ibunya. Beberapa bulan kemudian si kerbau, yakni ibunya meninggal dunia. Semua orang yang tinggal di dekat bambu datang menghibur Putri Rinduwati. Hanya yang tidak terlihat di rumahnya adalah kedua saudaranya. Putri Rinduwati dan semua orang sangat kecewa dan marah atas perbuatan Putri Lebak dan Putri Penengah terhadap ibunya.
            Suatu hari setiap orang lewat di depan bambu milik Putri Lebak, mereka mengisi bambu besar tersebut dengan kotoran-kotoran hewan dan batu-batuan. Karena terlalu banyak, bambu tersebut jatuh dan menimpa rumah Putri Lebak.
            Demikian juga ketika orang-orang lewat di depan bambu milik Putri Penengah. Orang-orang menganggap bambu milik Putri Penengah sangat jelek hingga mereka mengisi bambu tersebut dengan kotoran-kotoran hewan dan batu-batuan. Bambu tersebut pun jatuh dan menimpa rumah Putri Penengah.
            Sementara itu, orang-orang pun lewat di depan bambu milik Putri Rinduwati. Mereka mengisi emas dan uang ke bambu tersebut. Semua ini adalah balasan bagi Putri Rinduwati yang berbakti pada ibunya. Sedangkan balasan yang jahat menimpa Putri Lebak dan Putri Penengah yang durhaka pada ibunya.

***






Nyonya Jessi dan si Monyet

Oleh : Selvi Tri Yunita (06101413066)


Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang nenek yang biasa dipanggil Nyonya Jessi.ia tinggal seorang diri di sebuah pondok yang mungil dan sederhana. Nyonya Jessi hanya bekerja sebagai pedagang sayur. Ia sangat ramah sekali kepada orang-orang di Desa. Pada suatu hari, ketika ia sedang menyapu lantai ditemukannya sekeping koin perak dibawah keset.
            “ Sekeping koin perak !”katanya, “Betapa beruntungnya! Dengan koin ini aku bisa membeli seekor monyet untuk menemaniku di rumah. Jika aku bergegas, aku dapat ke pasar sekarang, setiba di pasar Nyonya Jessi memilih monyet kecil yang sangat lucu,ia sempat kebingungan.setelah cukup lama akhirnya Nyonya Jessi memilih monyet yang berwarna coklat muda,bola matanya beerwarna kehitaman. Saat Nyonya Jessi memegangnya si monyet langsung memeluk Nyonya Jessi, seolah-olah monyet sudah mengenali Nyonya Jessi. Tak lama kemudian Nyonya Jessi langsung membawanya pulang.di tengah perjalanan pulang Nyonya Jessi mengelus-elus kepala si Monyet. Monyet pun sangat nyaman.
            Setelah sampai dirumah ,ia member makan untuk si monyet,sambil bercakap-cakap kalau Nyonya Jessi sangat senang karna ada yang menemani ia tidur malem ini. Nyonya Jessi memberikan sebuah nama untuk si monyet yaitu “Jack”.si monyet pun mengangguk-anggukan kepalanya kalau si monyet setuju kalau itu namanya. Nyonya Jessi menyiapkan sebuah selimut disebuah keranjang untuk si monyet tidur.monyet pun langsung menuruti semua perkataan Nyonya Jessi.
            Keesokan hari nya. Nyonya Jessi meninggalkan si monyet dirumah sendirian,karna Nyonya Jessi ingin pergi ke pasar untuk berdagang agar bisa mendapatkan uang untuk ia makan dan untuk makanan monyet juga. Nyonya Jessi tidak tega melihat Jack sendirian dirumah. Nyonya Jessi berkata kepada si monyet,”Jack,nenek tinggal sebentar saja kepasar untuk berdagang sayur,supaya nenek bisa membelikan pisang untuk mu!” , jack hanya diam saja sambil memandangi Nyonya Jessi,si monyet merasa sedih. Nyonya Jessi menuju pintu sambil membawa semua bahan dagangannya. Si monyet hanya duduk memandangi Nyonya Jessi diatas meja makan.
            Pukul  09.00, Jack merasa kesepian,ia ingin bermain sambil menjerit-jerit didalam rumah. Ketika ia melompat-lompat ia melihat jendela yang terbuka,Jack langsung menaiki nya dan keluar. Dari jendela yang terbuka itu langsung menuju taman belakang yang menuju kandang kambing milik Bapak Darwin ,didekat kandang kambing banyak pohon-pohon kelapa,si Jack langsung memanjat pohon kelapa tersebut sambil beteriak-teriak kegirangan.jack lupa akan pesan Nyonya Jessi untuk menunggunya dirumah sampai pulang.
            Hari sudah siang,Nyonya Jessi belum juga pulang karena jualannya masih banyak dan sedikit membelinya. Nyonya Jessi memikirkan Jack,” sedang apa si Jack dirumah” kata Nyonya Jessi sambil mengipas karena cuaca siang itu sangat panas. Jack bersenang-senang diatas pohon. Hari sudah sore, Nyonya Jessi berjalan menuju ke rumah sambil membawa sayur-sayur yang masih banyak. Ia sangat lelah karena sudah tua. Tak lama kemudian Nyonya Jessi sudah sampai dirumah dan langsung memanggil Jack,” JACK,dimana kamu!!” kata Nyonya Jessi. Tak ada sahutan dari Jack.Nyonya Jessi terus memanggil Jack.
            Nyonya Jessi lelah sekali mengeliling rumahnya mencari Jack. Ia sudah lelah berdagang dan bingung mencari Jack, Nyonya Jessi meneguk segelas air putih dan sambil duduk untuk beristirahat sejenak. Ia sangat cemas karena Jack tidak ada didalam rumahnya. Nyonya Jessi keluar rumah untuk menanyakan “apakah ada yang melihat jack? Satu persatu Nyonya Jessi mengetuk pintu tetangganya, “Pak John,apakah anda melihat monyet kecil ku ?” Tanya Nyonya Jessi sangat cemas. “Tidak,Nyonya Jessi,” kata Pak John. “terimakasih,kata Nyonya Jessi”, lalu, Nyonya Jessi kerumah Ibu Merry, “Ibu Merry,apakah anda tadi siang melihat monyet kecilku?” kata Nyonya Jessi,lagi-lagi jawaban yang diberikan Ibu Merry sama seperti Pak John.hari semakin gelap Nyonya Jessi pun sudah lelah sekali berkeliling kerumah tetangganya.
            Ketika Nyonya Jessi berjalan ada seekor kambing, lalu Nyonya Jessi pun bertanya kepada kambing pak Darwin,”apakah kau melihat monyetku? Kambing pun tak mau memberitahu Nyonya jessi karena si Jack memberi pesan jangan dikasih tahu siapa-siapa.Nyonya Jessi  menghampiri sang Anjing yang duduk dibawah tiang,lalu Nyonya Jessi bertanya ,”apakah kamu melihat monyet kecil ku?”,apakah kamu mau menolongku untuk mengejar kambing karena ia tak memberitahu dimana monyet ku?”, si Anjing tidak mau menolong Nyonya Jessi.
 lalu Nyonya Jessi melihat sebuah tongkat,”apakah kau mau memukul si Anjing karena si anjing tidak mau mengejar kambing karena kambing tak mau memberitahu dimana monyetku? “tongkat pun tak mau menolong Nyonya Jessi”
            Kemudian Nyonya Jessi menghampiri sebuah api,dan berkata “api,apakah kamu mau membakar tongkat, karena tongkat tak mau  memukul anjing,karena anjing tak mau mengejar kambing,kambing itu tidak mau memberitahu monyet ku dimana? Tetapi,api itu tidak mau membakar tongkat.
            Lalu Nyonya Jessi berkeliling ketepian sungai dan melihat air,bertanya Nyonya Jessi kepada air,” apakah kamu mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu dimana monyet ku,? Lagi-lagi si air tak mau membantu Nyonya Jessi.
            Nyonya Jessi langsung kebelakang rumah Pak Ahmad,untuk mendekati sapi-sapi nya,lagi-lagi Nyonya Jessi bertanya”apakah kamu mau meminum air disana karena air tidak mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu dimana monyet ku si Jack?” ,tetapi sapi itu tidak mau meminum air disana.
            Tiba-tiba Nyonya Jessi mengetuk pintu rumah Pak Robert si tukang Jagal,lalu bertanya, “ apakah engkau mau memotong sapi itu,karena sapi itu tak  mau meminum air disana karena air tidak mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu dimana monyet ku dimana?”tetapi tukang jagal itu menolak untuk memotong sapi itu.
            Lalu Nyonya Jessi kebelakang rumah dan melihat sebuah tali, dan bertanya “tali,apakah kau mau mengikat si tukang jagal itu karena ia tak mau memotong sapi itu,karena sapi itu tak  mau meminum air disana karena air tidak mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu monyet kecilku?” karena aku sudah lelah berkeliling mencari Jack”,tali pun tidak mau membantu Nyonya Jessi.
            Nyonya Jessi terus berkeliling untuk meminta bantuan,Nyonya Jessi melihat seekor tikus dan berkata “tikus maukah kau menggigit tali itu karena tali tidak mau mengikat si tukang jagal itu karena ia tak mau memotong sapi itu,karena sapi itu tak  mau meminum air disana karena air tidak mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu dimana monyet ku saat ini?” aku sudah lelah berkeliling mencari Jack”,tetapi tikus tak mau menggigit tali itu.
            Nyonya Jessi melihat seekor kucing yang sedang berjalan,dan Nyonya Jessi langsung berkata “kucing,apakah kau mau memburu tikus karena tikus tidak mau menggigit tali itu karena tali tidak mau mengikat si tukang jagal itu karena ia tak mau memotong sapi itu,karena sapi itu tak  mau meminum air disana karena air tidak mau memadamkan api,karena api tidak ingin membakar tongkat,karena tongkat tak mau memukul anjing,anjing pun tak mau mengejar kambing,karena kambing tidak memberitahu dimana monyet ku saat ini?” aku sudah lelah berkeliling mencari Jack”, kucing menatap Nyonya Jessi. Ia menguap dan meregangkan tubuhnya diatas batu-batu jalanan. Dengan hati-hati dibersihkannya seluruh tubuhnya dengan lidahnya,kemudian dia berkata : “ Aku sangat haus, carikan aku sepiring besar penuh susu untuk aku minum,maka aku akan menuruti permintaanmu.
            Nyonya Jessi segera bergegas mencari susu dan menuangkannya ke sebuah piring besar lalu memberikan kepada kucing. Dengan sekali hirup meminum semua susu itu, dan segeralah susu nya habis. Kucing mulai memburu tikus, tikus mulai menggigit tali, tali mulai mengikat tukang jagal,tukang jagal,mulai memotong sapi, sapi mulai meminum air, air mulai memadamkan api, api mulai membakar tongkat, tongkat mulai memukuli anjing, anjing mulai mengejar kambing, kambing pun segera berlari kesebuah pohon kelapa untuk memberitahu dimana Jack.
            Setelah ditemukan si Jack,Nyonya Jessi berterimakasih karena sudah menolongnya untuk mencari si monyet “Jack”. Nyonya Jessi segera membawa Jack,dan memarahi Jack,karena Jack sudah menyusahkan dirinya dan orang lain, Nyonya Jessi menasehati agar Jack tidak mengulangi perbuatannya lagi. Nyonya Jessi sangat lelah dan beristirahat,untuk menjual dagangannya besok.
           
           
           

















Kelinci Lucu Untuk  Lala si Anak Pintar
Oleh : Umi Saadah (06101413067)

Lala adalah anak yang sangat rajin, tidak hanya rajin Lala juga sangat pintar, setiap pembagian rapor Lala selau juara satu, sekarang Lala duduk di bangku kelas III SD, sebentar lagi Lala akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Papa Lala berjanji jika Lala tahun ini peringkat satu lagi, maka papa akan mengajak Lala berlibir ke desa paman Lala, Lala sangat senang sekali karena sudah lama Lala ingin sekali berlibur ke desa pamanya, oleh karena itu Lalapun giat belajar demi mendapatkan nilai yang bagus dan memperoleh juara satu. Lala sangat senang sekali berlibur ke desa pamanya karena paman pernah bercerita bahwa di desanya itu banyak sekali hewan peliharaan seperti kerbau, bebek, ayam, sapi, kelinci, dan masih banyak lagi.
Akhirnya, waktu yang di tunggu-tunggu pun datang juga, hari ini adalah hari pembagian rapor untuk kenaikan kelas, dengan di temani mamanya Lalapun datang ke sekolah dengan berharap semoga mendapatkan peringkat satu seperti yang di harapkanya, akhirnya Lala pun sangat gembira sekali karena hari itu Lala berhasil mendapatkan peringkat satu lagi, sesampainya di rumah Lala langsung menagih janji ayahnya.
“ Hore… papa, Lala juara satu….” Teriak Lala dengan bangganya.
“ Alhamdulillah, pintar sekali anak papa “ ucap papa sembari memeluk Lala
“ Papa katanya kalau Lala juara satu, papa mau mengajak Lala ke desa paman “ Tanya Lala sembari menggerutkan keningnya.
“ Oh… iya Papa lupa, ya sudah besok kita liburan bersama-sama ke tempat paman ya…” jawab papa sembari tersenyum.
“ Hore… besok kita liburan, Lala sudah tidak sabar lagi mau melihat kerbau paman” teriak Lala
“ Oh… jadi Lala ingin melihat kerbau…” Tanya papa
“ Iya papa, kata paman di desanya itu banyak sekali kerbau, Lala ingin sekali melihat kerbau “ jawab Lala
“ Ya sudah sekarang Lala ganti baju dulu terus makan, besok baru kita liburan ke tempat paman “ ucap mama Lala sembari membawakan makanan.
“ Iya mama….” Jawab Lala
Malam harinya Lal tidak bias tidur karena sudah tidak sabar lagi untuk menunggu pagi hari, Lala sudah tidak sabar lagi untuk melihat kerbau-kerbau paman
Akhirnya pagi yang ditunggu-tunggu pun dating juga papa, mama, dan Lala pun sudah bersiap-siap untuk berangkat ke tempat paman, di sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya Lala bernyayi, sesekali Lalapun bertanya tentang kerbau-kerbau paman.
“ papa kerbau itu seperti apa sih… “ Tanya Lala dengan polosnya
“ Kerbau itu seperti sapi saying, berkaki empat dan mempunyai ekor…” jawab papa sembari tersenyum.
“ terus kerbau makanya apa…” Tanya Lala lagi.
“ rumput, sama seperti sapi kerbau juga suka sekali mandi…” jawab papa lagi.
“ papa, Lala sudah tidak sabar lagi untuk melihat kerbau paman “ ucap Lala dengan wajah yang beseri-seri
Setelah menempuh beberapa jam perjalanan akhirnya papa, ibu, dan Lala pun sampai di rumah paman.
“ paman……..” teriak Lala sembari menghampiri pamanya yang sudah menunggu di depan teras rumahnya.
“ Oh… ada keponakan paman rupanya, bagaimana kabar Lala   “ Tanya paman
“ Lala baik paman”  jawab Lala.
“ Lala dapat juara berapa kemarin…” Tanya paman lagi.
“Lala dapat peringkat satu paman   “ jawab Lala dengan wajah yang penuh kebanggaan.
“ Alhamdulillah,,, pintar sekali keponakan paman” puji paman sembari tersenyum
“ Ayo paman, Lala mau melihat kerbau…” ajak Lala sembari menarik-narik tangan pamanya
Papa dan mama Lala pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah pola anaknya.
Lala dan paman pun berjalan menuju sawah, di sepanjang perjalanan menuju sawah, Lala banyak sekali melihat hewan peliharaan, seperti bebek, ayam, sapi, kerbau, dan masih banyak lagi, Lala pun merasa sangat senang sekali. Di sawah banyak sekali kerbau, ada yang sedang membajak sawah dan ada pula yang sedang berendam di air.
“ paman kerbaunya sedang mandi…” teriak Lala sembari menunjukkan jari telunjuknya kearah kerbau itu.
Sang paman hanya bias tersenyum melihat tingkah pola Lala yang terheran-heran melihat kerbau.
“paman Lala boleh ya minta kerbaunya satu untuk di bawa ke kota…” pinta Lala dengan polosnya
Paman Lala hanya bias tersenyum mendengar permintaan Lala sembari menjawab
“ kalau kerbaunya di bawa ke kota terus kerbaunya mandi di mana? Di rumah Lala kan tidak ada sawah…” Tanya paman
Lala lalu hanya bias tertunduk dengan wajah yang penuh kekecewaan, melihat Lala sedih, paman pun menunjuk kea rah sesuatu .
“ bagaimana kalau kelinci saja…” Tanya paman sembari menunjuk kelinci yang sedang berlari-lari. Lala pun melihatnya sembari menganggukkan kepalnya dengan wajah yang sangat gembira
“iya paman Lala mau,,,,, “ jawab Lala
Kemudian paman berlari menangkap seeekor kelinci kecil lalu di masukkanya ke dalam kandang kecil lalu memeberikanya kepada Lala, Lala sangat senang sekali, setelah beberapa lama jajan-jalan di sawah, Lala dan paman pun pulang kerumah paman sembari membawa kelinci tadi, sesampainya di rumah, Lalapun berlari menuju papa dan mamanya yang sudah menunggunya di teras.
“  papa Lalapunya kelinci….” Teriak Lala sembari menunjukkan kelinci yang di bawanya
“ wah,,, lucu sekali…” jawab papa
“ iya papa, kelincinya lucu sekali, Lala di kasih oleh paman…” ucap Lala yang kegiranggan karena mendapat hadiah dari pamanya.
“ iya itu kelinci untuk Lala karena Lala berhasil memperoleh juara satu di kelasnya…” ucap paman sembari tersenyum.
Setelah beberapa hari di rumah paman, akhirnya hari ini pun lala harus pulang ke kota lagi, karena masa liburan telah habis, ini adala liburan yang berkesan untuk Lala karena mendapatkan hadiah kelinci yang lucu sekali dan kelinci itu pu Lala beri nama Lulu.





















Putri dan Seekor Tikus
Oleh: Ayu Suci Lestari (06101413068)


          Pada zaman dahulu kala tinggalah raja dengan putrinya yang bernama Safia. Raja dan ratu sangat mencintai Safia. Suatu hari ada tukang sihir yang datang ke istana dan meminta perlindungan. Dia mengatakan bahwa dia adalah ilmuwan yang sedang dikejar-kejar musuh karena menulis buku yang sangat penting dan tidak tahu harus meminta pertolongan kepada siapa lagi ."Ilmuwan yang baik" kata sang raja, "Kamu akan mendapatkan tempat sesuai keinginanmu, selain itu kamu dapat menyelesaikan pekerjaanmu" kata sang raja kemudian.Kemudian penyihir itu pergi dengan senangnya menuju kamarnya. Dia berpura-pura melakukan bebagai macam percobaan. Setiap jum'at yang merupakan hari istirahat bagi para pekerja, penyihir memberikan hormat kepada kerjaaan, tapi dia memiliki niat tersembunyi untuk merebut tahta kerajaan.
           Suatu hari dia merubah dirinya menjadi wanita tua dan berjalan-jalan di taman kerjaaan, kemudian dia bertemu Safia. "Tuan putri", kata penyihir, "Biarkanlah saya menjadi pembantumu, Saya adalah pencuci linen dan sutra terbaik di dunia, dan Saya akan mengerjakan semua pekerjaan jika saya dapat melayani tuan puteri."Wanita yang baik," Kata Putri safia, "Aku merasa bahwa kamu wanita yang malang dan menderita, ayo kita ke tempat pribadiku dan aku akan memberimu beberapa linen untuk dicuci" lanjut putri Safia.Kemudian Penyihir yang jahat itu mengikuti sang putri ke istana, dan sebelum sang putri tahu apa yang sebenarnya terjadi, Dia menyergap sang putri dan memasukkannya ke ke kantong cucian, kemudia penyihir berlari sekuat tenaga membawa putri ke kamarnya. Selanjutnya dia mengucapkan matra-matra sihir, dan penyihir membuat puteri menjadi sekecil boneka, dan meletakkan sang putri di salah satu laci lemarinya.
           Pada Jum'at berikutnya, penyihir pergi ke balairung istana seperti biasanya, dan dia menemui semua orang kebingungan mencari putri Safia. "Putri Safia telah menghilang, sang Raja hampir kehabisan akal, dan semua penyihir istana berusaha menemukannya, tetapi tidak ada satupun yang berhasil " Kata Perdana Menteri.Penyihir yang licik itu hanya tersenyum, dia tahu bahwa mantranya sangat kuat tidak akan ada yang dapat mengalahkan matra itu sampai dia meninggal.
Keesokan harinya, ratu diculik oleh sang penyihir yang berpura-pura menjadi tukang cuci, dia sekap sang ratu di kantong cuci, dan menyihirnya menjadi boneka. "hahhhahhaa, Aku akan segera menjadi raja dan memerintah kerajaan", kata sang penyihir
Hari berikutnya, Dia menanti kesempatan untuk menculik sang raja, ditunggunya sang raja sampai tertidur karena kecapekan memikirkan sang ratu yang tiba-tiba menghilang, Dia berubah seperti tukang cuci dan menyihir sang raja menjadi boneka.
          Sekarang keluarga kerajaan telah menghilang semua, semua punggawa kerajaan panik dan bingung, mereka mendatangi kamar penyihir dan meminta nasihat dari penyihir.
"Anda adalah orang pintar" kata perdana menteri, "anda tentunya menpunyai kepintaran yang tinggi, berilah petunjuk apa yang harus kami lakukan??" lanjut perdana menteri.
"Kita tunggu sampai raja dan ratu kembali, sementara itu biarkanlah aku yang memerintah" jawab sang penyihir, semua punggawa menyutujuinya.Penyihir yang keji itu memerintah dengan sangat kejam, setiap orang diperintahkan untuk mengumpulkan semua kekayaannya dan mengumpulkan semua emas yang ada di seluruh negeri.Dan perpura-pura mencari raja dan ratu dengan mengirimkan pasukan pencari keseluruh negeri. Tetapi tentu saja pencariaan itu tidak membuahkan hasil.
Suatu hari ada seekor tikus menemukan jalan masuk ke lemari dimana putri Safia disembunyikan, dan putri Safia yang dapat berbicara, meskipun telah menjadi boneka berkata "Tikus, tikus lubangilah lemari ini agar aku dapat melarikan diri dari penyihir jahat yang telah menyihirku atau aku akan mati"
"Siapa engkau ??" tanya sang tikus
"Ayahku adalah raja, beliau akan memberimu hadiah, kamu akan mendapatkan keju yang banyak sekali dan tidak akan habis seumur hidup" jawab putri Safia
"Allah Maha pengampun, sang raja telah hilang begitu juga dengan sang ratu dan penyihir telah menduduki tahta sekarang" jawab sang tikus
"Oh tidak" teriak sang putri "Apa yang terjadi dengan mereka?? apakah ayah dan ibuku juga disihir??"."Tunggulah disini, dan aku akan melihat bagian lain lemari ini. mungkin saja aku dapat menemukan raja dan ratu" lanjut sang tikus. Tikus mencari ke bagian lain lemari dan ia menemukan raja dan ratu menjadi boneka, tetapi mereka dalam kotak yang sangat kuat dan mereka disihir menjadi boneka kayu, karena penyihir menggunakan mantra yang berbeda saat itu.
          Kemudian tikus kembali ke tempat putri dan mengatakan kabar yang menyedihkan itu. "Alas,alas" tangis sang putri, "Apa yang harus aku lakukan sekarang, meskipun aku bisa kabur?"."Putri, aku akan menolongmu, aku akan pergi ke wanita bijaksana yang tinggal di rongga pohon, dan malam ini aku akan kembali dan memberi tahumu apa yang dia katakan" kata sang tikus sambil menenangkan sang putri. Lalu sang putri sembunyi kembali di lemari dan tikus pun pergi. Di dalam pohon yang besar yang telah hidup berabad-abad hiduplah Wanita tua yang bijaksana, dan tikus meminta nasihat kepadanya,
"Ibu, katakan apa yang harus aku lakukan untuk menolong sang putri yang telah diubah menjadi boneka oleh penyihir, Dia berharap bisa dapat meloloskan diri dari lubang yang akan aku buat, tetapi pada saat itu juga aku menemukan raja dan ratu yang disihir jadi boneka juga.
"Katakan pada sang putri bahwa dia harus disini ketika bulan telah penuh dan aku akan menolongnya" jawab wanita bijaksana. Sang tikus kembali ketika malam telah turun dan melubangi lemari agar Safia dapat keluar. Karena Safia sangat kecil dengan mudah Ia dapat melewati penjaga. Ketika bulan telah penuh. Putri Safia pergi ke pohon yang ditunjuk oleh tikus.
"Masuklah, putri" kata Wanita bijaksana, "Aku akan menemukan jalan keluar masalahmu dalam buku ajaib".
Sementara itu sang tikus berjaga-jaga diluar pohon. Sambil menunggu Wanita bijaksana mencari-cari jawaban dibuku ajaib. Safia melihat sekeliling isi rongga pohon itu. "Kamu harus berjalan sampai menemukan persimpangan, kamu akan menemukan perkebunan, carilah kuda yang berwarna orange, naikilah dan bisikkan ceritamu setelah kamu memberi makan dia dengan rumput ajaib ini" kata wanita bijaksana.
"Darimana aku akan mendapat rumput ajaib??" tanya sang putri "Aku akan memberimu" jawab wanita bijaksana sambil mengambil rumput ajaib di laci.
"Putri, ingatlah kamu harus membisikkan ke kuda oranye itu kata-kata ini " Kuda bawalah aku ke tempat pohon pear tumbuh, kemudian bawalah aku ke dahan yang paling tinggi untuk mengambil buah pear," pesan wanita bijaksana sambil meletakkan buku ajaib di rak kembali.
"Dan kemudian akankah aku kembali ke ukuranku semula??" tanya sang putri.
"Sebelum penyihir itu mati, kamu tidak akan dapat kembali ke ukuran semula" jawab wanita bijaksana.
"Kamu harus menaiki kuda orange itu lagi dan pergi ke sumur yang didalamnya tinggal raksasa hijau. Sesampainya engkau disana jatuhkan buah pear itu ke dasar sumur. Jiwa penyihir jahat itu tersimpan di buah pear. Ketika buah pear itu jatuh ke dalam sumur, raksasa hijau akan memakannya dan penyihir itu akan mati" perintah wanita bijaksana kepada sang putri. "Setelah itu apa yang akan terjadi?" tanya sang putri lagi
"Setelah itu. semua ciptaan penyihir akan kembali ke bentuk semula". jawab sang wanita bijaksana sambil menyerahkan rumput ajaib kepada sang putri. Kemudian sang putri berterima kasih kepada wanita bijaksana, dan berpisah dengan tikus sambil berlari menuju ke persimpangan jalan seperti yang diperintahkan sang wanita bijaksana.
Putri melihat kuda jingga seperti kata wanita bijaksana, kuda itu memiliki ekor yang cantik sekali dengan warna emas, berdiri di perkebunan siap untuk dinaiki.
"Kuda orange!! kuda orange!!" panggil Safia dengan suara yang pelan. "Ini makanlah rumput ajaib, dan bawalah aku ke pohon pear" Lalu kuda orange itu menundukkan kepalanya ke Safia dan dia memakan rumput ajaib, selanjutnya dia menunduk lagi agar Safia dapat menaiki lehernya dan dapat duduk dipungung kuda itu. Setelah safia mencapai punggung kuda, kuda orange meringkik dua kali dan berlari secepat angin.
Singkat cerita, Sampailah Safia di taman yang cantik dimana tumbuh pohon cherry, plum, murbei tapi disana cuma ada satu pohon pear. "Ini dia pohon itu" gumam Safia sambil berdiri di punggung kuda sambil berusaha meraih ranting terdekat. Akhirnya Safia berhasil memetik pear dari dahan yang paling tinggi dan menyimpannya hati-hati di kantongnya.
"Bawalah aku ke sumur raksasa hijau" bisik Safia ke telinga kuda orange. Kuda orange itu meringkik kemudian berlari seperti angin, begitu cepatnya kuda berlari sampai seperti tidak pernah menyentuh tanah. Akhirnya diantara tiga pohon palem disitulah tempat dimana sumur tempat raksasa hijau tinggal. Di bawah sinar bulan Safia menengok ke dalam sumur. Safia melihat kepala raksasa sebesar labu dengan mata hijau yang besar dan mulut yang besar sekali.
Begitu pear dilemparkan ke dalam sumur, raksasa itu mengunyahnya menjadi lumat dan tiba-tiba Safia menyadari bahwa dirinya tumbuh sedikit demi sedikit dan dia kembalike bentuknya semula dan penyihir yang keji itu mati. Kuda orange membawa Safia kembali ke persimpangan jalan. Dan sebelum Safia mengucapkan terima kasih tiba-tiba ada sinar kilat menyambar dan kuda itu menghilang dari pandangan mata.
Safia cepat-cepat kembali ke istana. Dia menuju ke ruangan tempat penyimpanan boneka ayah dan ibunya. Safia menemukan Ayah dan ibunya dalam bentuk normal tetapi mereka bingung ketika menyadari bahwa mereka di dalam lemari. Safia buru-buru menceritakan semuanya. "Panggil kepala prajurit" Perintah sang raja. "Seharusnya penyihir itu di penjara dan kepalanya di penggal!!" tambah sang raja.
Tetapi ketika prajurit sampai di kamar penyihir. mereka menemukan penyihir itu telah mati.
Hari itu menjadi hari yang penuh kegembiraan dan Safia pergi berterima kasih kepada wanita bijaksana yang tinggal di rongga pohon. Tetapi sesampainya disana dia tidak menemukan apapun. Di pohon itu seperti tidak pernah menjadi tempat tinggal. Safia tidak percaya dengan penglihatannya. Dia mencari-cari dengan kebingungan. Dan tiba-tiba seorang pemuda tinggi, tampan, dan berpakai bagus mendekati Safia.
"Hormat saya bagi tuan putri" sapa sang pemuda, "Dahulu saya adalah sang tikus , yang melubangi lemari tempat tuan putri di sekap, tuan putri akhirnya dapat melarikan diri dan melakukan perjalanan untuk menemukan buah pear yang berisi jiwa penyihir.
"Jadi semuanya itu benar, dan ini bukan mimpi!!" sahut Safia sambil terisak. "Aku datang ke sini untuk bertemu wanita bijaksana tapi dia telah pergi."
"Wanita bijaksana tinggal di pohon yang indah sekali" jelas sang pemuda "dan sekarang mungkin dia telah pindah ke pohon yang lain tanpa meninggalkan jejak" tambah sang pemuda
"Ikutlah denganku agar ayahku dapat mengucapkan terima kasih kepadamu" Safia memohon kepada sang pemuda.
Akhirnya samg pemuda ikut dengan putri, sesampainya di istana pemuda itu menceritakan bahwa dia adalah pangeran yang telah disihir menjadi tikus.
"Maukah kamu tinggak disini dan menikahi putriku, dan kemudian kamu menjadi raja sebagai penggantiku karena aku tidak memiliki putra" pinta sang raja
Dan akhirnya tibalah waktu yang di tunggu-tunggu. Upacara pernikahan Safia dan pangeran selama 7 hari 7 malan, akhirnya Safia dan suaminya hidup bahagia selamanya.

(SELESAI)









Hewan Peliharaan
Oleh :  Aries Novitasari (06101413069)

            Pada suatu hari, ketika Meva sedang bermain dengan teman-temannya tiba-tiba terdengar suara rintihan kucing, “ meong-meong”. Kemudian Meva pun mencari arah suara kucing tersebut. Meva pun menemukan seorang anak kucing sedang terlika dan kesakitan. Meva merasa iba dan kasihan melihat anak kucing yang sedang terluka dan kesakitan. Dimana induk anak kucing ini, tanya Meva dalam hati. Kasihan sekali kucing ini, tidak mempunyai induk. Kemudian Meva pun bergegas membawa kucing itu pulang ke rumahnya.
            Meva merawatnya dengan baik. Meva mulai menyayangi kucing itu. Kucing itu mulai tumbuh dengan baik. Kucing itu tumbuh besar dan sehat. Meva kini pun sangat menyayang kucingnya. Kucingnya ia beri nama Milly. Milly adalah seekor kucing betina. Kini Milly sangat dekat dan jinak dengan Meva. Meva pun tak pernah membiarkan Milly merasa kesepian dan terlantar lagi.
            Saat itu, Meva mengajak Milly jalan-jalan mencari udara segar. Mereka bermain dan berlari-lari di taman. Ketika mereka sedang bermain di taman, tiba-tiba benda yang Meva pegang jatuh. Milly dengan tulus mengambilkannya untuk Meva. Milly juga sangat menyayangi Meva. Karena Meva yang telah mengurus dan memeliharanya sampai saat ini. Kemudian mereka berlari-lari lagi di taman itu. Tak lupa Meva membawa makanan buat Milly. Kemudian Meva memberi makan Milly. Agar Milly tak merasa kelaparan.
            Hari sudah siang, Meva pun bergegas mengajak Milly pulang. Mereka pun pulang. Sampai di rumah, Meva langsung mengajak Milly untuk mencuci tangan dan kakinya. Setelah mencuci tangan dan kakinya, Meva mengajak Milly untuk makan siang bersamanya.
            Setelah selesai makan siang, Meva mengajak Milly untuk beristirahat siang. Milly begitu tunduk pada Meva. Ketika Meva sedang tidur, Milly suka menggoda Meva. Tapi, Meva tak merasa marah dan benci pada Milly. Justru Meva merasa senang karena Milly begitu sayang dan peduli pada Meva.
            Suatu ketika, saat Meva sedang tidur, Milly menarik selimut Meva dan membangunkan Meva. Meva langsung terbangun dan bergegas mendekati Milly. Meva mengerti maksud Milly membangunkannya. Meva langsung menuju kamar mandi lalu memberi makan Milly. Milly merasa senang karena Meva begitu menyayangi dan peduli kepadanya. Kini, Milly tak pernah merasa kelaparan lagi. Meva langsung menuju kamar mandi dan bergegas mandi. Setelah selesai mandi Meva mengajak Milly bermain di rumahnya. Meva membelai Milly dengan penuh kasih sayang.
            Siang itu, saat Meva sedang libur, Meva bermaksud membawa Milly ke dokter hewan dan bermaksud untuk memeriksakan kesehatan Milly. Dokter pun memeriksa Milly dan memberi sedikit suntikan ke tubuh Milly untuk memastikan kalau Milly tidak menderita penyakit apa-apa. Dokter berkata, Milly dalam keadaan sehat dan tidak menderita penyakit pa-apa kepada Meva. Meva merasa senang karena Milly sehat, berarti Meva telah mengurusnya dengan baik, sehingga Milly tak kekurangan suatu apapun.
            Setelah membawanya ke dokter, Meva mengajak Milly berbelanja untuk membeli keperluan Milly dan juga Meva. Meva pun membeli beberapa assesoris untuk menghiasi tubuh Milly agar terlihat lebih cantik. Kemudian, Meva membeli kebutuhan untuknya. Setelah selesai berbelanja, Meva bergegas mengajak Milly pulang ke rumah. Sesampai di rumah, Meva mencoba berbagai assesoris untuknya dan juga buat Milly. Meva memakaikan assesoris yang telah ia beli tadi kepada Milly. Meva senang Milly terlihat lebih cantik memakai assesoris yang ia beli tadi. Milly pun merasa riang karena majikannya begitu memperhatikannya.
            Sesudah itu, Meva kembali mengajak Milly bercengkerama di ruang keluarga. Keluarga Meva juga sangai menyukai hewan peliharaan, termasuk Milly. Milly sudah begitu dekat dengan keluarga Meva. Ibu Meva juga sangat menyayangi dan sangat memperhatikan Milly. Jika Meva tidak ada, Ibu Meva yang mengurus Milly. Ibu Meva juga yang memberi Milly makan kalau Milly lapar. Milly juga sangat manja kepada Ibu Meva dan seluruh keluarga Meva. Karena keluarga Meva begitu menyayangi Milly. Milly juga sering mengajak adik Meva yang berumur 6  tahun untuk bermain.
            Ketika Meva sedang sendirian, Milly selalu mendekatinya dan menghibur Meva. Begitupun kalau Meva sedang sedih. Milly tidak tega melihat majikannya yang begitu menyayanginya sedih. Milly pun selalu menghiburnya, ketika Meva sedang merasa sedih dan sendirian.
            Suatu ketika, Milly bermain sendirian, Milly bermain di halaman dekat rumah Meva. Milly mengejar sesuatu di halaman. Semakin Milly mengejarnya, semakin jauh Milly mengejarnya. Milly pun tidak tahu jalan menuju halaman dekat rumah majikannya itu. Milly kebingungan dan tak tahu mau pergi kemana. Di perjalanan, ada seseorang yang melihat Milly sedang kebingungan. orang itu sangat baik dan membawanya pulang ke rumah orang tersebut. Milly merasa sedih karena tidak bisa pulang ke rumah majikannya lagi, yaitu Meva. Tapi, Milly merasa sedikit lega karena ia menemukan orang yang baik yang mau membawanya pulang ke rumah orang tersebut.
            Pada waktu Milly hilang dan beberapa hari tidak pulang, Meva mulai bingung mencari Milly. Meva merasa sangat kehilangan karena tidak bisa menemukan Milly. Meva mencari Milly kemana-mana tapi tidak ketemu juga. Meva mulai putus asa mencari Milly. Meva sedih karena kucing kesayangannya hilang dan tidak bisa mengajak Milly bermain-main seperti biasanya.
            Hari itu, hari libur, Meva pergi ke taman dekat rumahnya, Meva teringat pada Milly saat dia sedang bermain-main disitu. Meva pun kembali merasa sedih mengingat Milly. Saat itu pula, orang yang telah menemukan Milly di jalan membawa Milly pergi bermain dan jalan-jalan di halaman dekat rumah Meva. Meva pun melihat Milly. Tetapi Milly tidak melihat Meva. Meva terkejut melihat Milly bersama orang lain. Meva tahu dan sangat yakin kalau kucing yang ia lihat itu adalah Milly.
            Tak sengaja Milly pun melihat Meva duduk sendirian di halaman dekat rumah Meva. Milly tahu kalau itu adalah majikannya yang dulu sangat menyayangi dan memeliharanya dengan baik. Milly melihat Meva sedang sedih. Milly pun berlari menghampiri Meva dan memeluk Meva. Meva sangat merindukan kucingnya itu. Begitupun dengan Milly. Meva pun memeluk kucingnya itu yang ia cari-cari. Meva merasa sangat senang dan bahagia Milly bisa kembali ke pelukannya lagi.
            Orang yang telah menemukan Milly itu menghampiri Milly dan Meva dan bertanya, apakah ini kucing Anda? Ya, ini kucing saya yang hilang yang selama ini saya cari-cari, jawab Meva. Kemudian orang itu berkata, saya menemukan kucing Anda di jalan dan saya lihat sedang kebingungan tidak tahu arah. Kemudian saya membawanya pulang ke rumah saya. Saya tidak tahu kalu ini kucing Anda. Tidak apa-apa, saya justru berterima kasih telah merawat dan menjaga kucing saya dengan baik, ucap Meva sambil berjabat tangan tanda terima kasih Meva. Sama-sama, saya justru merasa senang bisa merawat dan menjaga kucing kesayangan Anda, jawab orang itu. Oh ya, perkenalkan, nama saya Meva sambil memeprkenalkan dirinya. Dan ini kucing saya, namanya Milly. Saya vera, jawab orang itu. Senang bisa berkenalan dengan Anda.
            Mereka bermain dan bercakap-cakap di halaman itu. Di sana rumah saya, sambil menunjuk rumah Meva. Oh ya, dengan senang hati, lain kali saya akan berkunjung ke rumah Meva sambil menjenguk Milly. Tentu, dengan senang hati, ucap Meva. Meva pun membawa Milly pulang ke rumahnya. Meva kini pun bahagia bersama Milly dan keluarganya. Sekian.
           

           















Selo Sang Lebah
Oleh: Dwi Rohmah Nurmasari (06101413070)

Taman yang indah. Pemandangannya hijau dan udaranya terasa segar. Banyak pohon-pohon besar dan rumput yang tumbuh di sana. Di dekat kolam ikan terdapat sebuah pohon mangga yang tinggi. Terlihat benda hitam besar tergantung di pohon mangga itu. Benda itu terlihat sangat mengerikan. Ternyata itu sarang lebah. Ada beratus-ratus lebah yang tinggal di sana.
Sarang lebah terbentuk dari susunan segienam yang mereka buat sendiri. Di masing-masing segienam, mereka menyimpan madu.  Di setiap sarang terdapat beratus-ratus lebah pekerja dan satu ratu lebah. Lebah pekerja bertugas mencari makanan dan membuat sarang, sedangkan ratu lebah bertugas mengurus anak.
Di dalam sarang, lebah-lebah pekerja sibuk menyimpan madu yang telah mereka dapatkan. Seekor lebah pekerja datang menghampiri ratu. “Ratu... Saya membawa madu dari bunga asoka,” kata sang lebah pekerja. “Dan katanya, madu bunga asoka ini dapat menyembuhkan luka pada sayap kita,” sambungnya. “Terima kasih Gobi. Saya yakin madu ini dapat menyembuhkan luka pada sayap Selo,” jawab sang ratu.
Di sebuah ruang yang kecil, Selo tertidur dengan pulasnya. Selo adalah lebah termuda di sarang ini. Ia sedang beristirahat karena sayapnya sedang terluka dan butuh pengobatan. Sang ratu membangunkan Selo. Ia pun berkata, “Selo... Ini ibu bawakan obat untukmu.” “Obat apa itu, Bu?” tanya Selo. “Ini madu bunga asoka untuk menyembuhkan luka pada sayapmu. Paman Gobi yang mencarikannya tadi. Kamu harus minum madu ini sampai habis ya!” “Baiklah, Bu,” jawab Selo.
Selo sangat menyayangi ibunya dan ia termasuk anak yang baik. Namun, ia sering berbuat kesalahan. Ia ceroboh dan sering tidak berhati-hati. Pagi tadi saja ia tertusuk duri kaktus. Saat itu, ia terbang dan berniat mencari teman bermain. Karena menghindari kaktus, tidak sengaja sayapnya terkena duri-duri kaktus sehingga sayapnya pun robek. Untuk mengembalikan kesehatannya lagi, Selo harus beristirahat dengan cukup. Ibu tidak memarahinya, ibu hanya menasehati Selo agar selalu berhati-hati. Ibu melarang dirinya untuk mencari teman di luar sarang lagi. Karena menurut ibu, di sarang ada banyak lebah pekerja yang bisa dijadikan teman bermain.
“Ibu melarang kamu untuk mencari teman di luar lagi. ibu tidak mau lagi melihat kamu sakit,” pinta sang ratu. Selo pun menjawab, “Tapi, Bu. Saya merasa kesepian. Tidak ada yang bisa menjadi teman bermain untuk saya di sarang ini. Saya ingin berteman dengan hewan-hewan lain. Kucing, belalang, ataupun ikan.” “Tapi itu bisa membahayakan jiwamu, Nak! Kau terlau kecil untuk mereka.” “Mereka semua terlihat baik kok, Bu,” ucap Selo.  Sang ratu berpikir sejenak. Ia pun berkata, “Baiklah. Syaratnya kamu harus sembuh dahulu dari sakitmu ini.” “Baiklah Ibu. Saya akan beristirahat dengan baik dan saya yakin saya akan segera sembuh,” kata Selo.
*
Dua hari pun telah berlalu. Wajah Selo terlihat segar kembali. Selo terbang ke sana kemari, mengepakkan sayapnya sambil bernyanyi. Ia  memang periang dan pandai bernyanyi. Selo mendekati sebuah pohon mangga. Ia hendak  mengambil madu dari bunga di pohon mangga itu. Saat Selo akan meninggalkan bunga tadi, ia melihat banyak sekali ulat yang memenuhi batang dan daun pohon mangga.
“Hei ulat berbulu! Mengapa kalian ada di batang ini? Sepertinya kalian yang telah merusak pohon-pohon mangga di sini.”
“Inilah tempat tinggal kami dan kami bisa dengan mudah mendapatkan makanan di sini.”
“Bukannya pekerjaan kalian adalah merusak tanaman-tanaman? Kalian sangat merugikan,” jawab Selo dengan nada kesal. “Bukannya kau juga begitu. Setiap hari lebah-lebah sepertimu mengambil madu di tanaman-tanaman ini. Kau telah membunuh dan mencuri makanannya,” tuduh sang ulat bulu.
“Kau salah paham ulat! Kami tidak membunuh ataupun mencuri makanan bunga-bunga itu. Justru kami saling membantu.” Ulat-ulat bulu tersebut terlihat bingung dan kesal. Satu dintaranya berkata, “Saling membantu? Tapi kami tidak melihat itu terjadi.”
“Baiklah, saya akan menjelaskannya. Kami mengambil madu dari bunga-bunga untuk makanan kami dan juga sebagai bahan pembangunan sarang kami. Namun, bunga-bunga yang kami ambil madunya tidak mengalami kerugian. Justru mereka merasa diberi kemudahan karena dengan itu kami telah membantu mereka dalam melakukan penyerbukan. Penyerbukan akan menghasilkan bunga-bunga yang muda lagi.” Ulat-ulat bulu itu terdiam.
“Ternyata kami yang salah. Kami lah yang telah berbuat kesalahan. Kami merusak batang tanaman-tanaman di sini. Tetapi tenanglah lebah kecil! Oh ya. Namamu siapa lebah kecil?”
“Nama saya Selo.”
“Nama saya Pau. Saya pemimpin ulat-ulat bulu di sini. Tenanglah Selo! Sebentar lagi kami akan menjadi sebuah kepompong dan kemudian akan berubah menjadi kupu-kupu yang tidak akan mengganggu tanaman-tanaman lagi.”
“Ya... Saya percaya kepada kalian. Kalian akan segera meninggalkan batang ini dan berjanji untuk tidak merusak lagi.”
“Terima kasih Selo. Kau lebah kecil yang bijaksana.”
“Terima kasih kembali paman Pau.”
Selo pun tersenyum gembira. Selo melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke sarang. Tubuh kecilnya tidak cukup kuat untuk membawa madu sebanyak itu. Namun, karena dirinya sangat bersemangat, madu itu pun dapat di bawanya sampai ke sarangnya.
‘Ibu... Setelah ini Saya ingin bermain lagi. Ibu mengizinkan, kan?”
“Tentu Selo. Namun, kamu harus selalu berhati-hati ya!”
“Baiklah, Bu.”
Selo terbang ke sana kemari sambi bernyanyi. Ia memang pandai bernyanyi, namun suaranya tidak begitu merdu. Sesekali ia menoleh ke kanan, lalu ke kiri. Selo masih bingung. Kemana ia akan berkunjung. Dari semak-semak rumput yang telah terbakar terdengar nyanyian yang indah.
Matahari bersinar... Bunga tumbuh... Tanah yang basah menjadi kering. La... La... La... .
“Suara siapa itu,” katanya dalam hati. Selo pun mendekati semak-semak dengan rumput yang warnanya kecoklatan itu. Di sana ia melihat seekor cacing sedang menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
“Hai... ,” sapa Selo. Cacing sedikit terkejut, namun ia menjawab panggilan Selo tadi. “Hai juga. Siapa kau? Sedang apa kau di sini?” kata sang cacing.
“Perkenalkan nama saya Selo. Suaramu terdengar merdu sekali.”
“Terima kasih. Nama saya Melodi. Senang bisa berkenalan denganmu.”
Selo melihat sekeliling semak. Sepi. Tidak ada cacing-cacing yang lain. Di sana hanya ada Melodi. Selo bertanya, “Mengapa di sini sepi? Di mana cacing yang lain? Keluarga atau teman-temanmu?” “Tidak ada. Saya hanya sendiri di sini. Saya dan keluarga saya terpisah saat terjadinya banjir. Dan teman-teman. Mereka mati karena tidak dapat bertahan hidup.”
Tempat itu terlihat tidak hijau. Rumput-rumput berwarna kecoklatan. Terlihat seperti habis  terbakar. Ternyata tiga hari yang lalu telah terjadi kebakaran di sana. Karena cacing-cacing tanah seperti Melodi membutuhkan tempat yang lembab, hal ini merupakan bencana bagi mereka. Banyak cacing-cacing yang mati. Sehingga kini hanya tinggal Melodi seorang diri.
“Biasanya kami berkumpul dan bernyanyi bersama di sini. Tetapi semua hanya kenangan,” ungkap Melodi. Ia terlihat sedih, namun ia tetap tegar. “Sudahlah. Saya yakin kamu tetap bisa hidup dengan baik di sini. Karena banyak hewan-hewan lain yang baik hatinya dan bisa menjadi temanmu,” kata Selo. “Oh ya... Bagaimana kamu bisa bernyanyi dengan indah seperti tadi? Saya ingin belajar bernyanyi darimu, Melodi,” kata Selo.
“Ini semua anugerah dari Tuhan. Saya juga sering berlatih bernyanyi bersama teman-teman. Kapan-kapan kita bisa berlatih bersama.”
“Sungguh? Dengan senang hati. Saya akan bermain ke sini lagi besok.”
“Saya tunggu kedatanganmu, Selo.”
Selo terbang meninggalkan Melodi dan tempat itu. Ia pulang dengan hati yang riang. Sesampainya di rumah ibu menyampaikan sesuatu. “Selo... Dua hari lagi lebah-lebah sarang pohon jambu akan mengadakan pesta besar. Mereka mengundang kita ke acara pesta itu. Mereka pun meminta kamu untuk bernyanyi.” “Benarkah itu, Bu? Dengan senang hati. Kita pasti datang ke sana dan bernyanyi untuk mereka,” jawab Selo.
*
Keesokan harinya Selo kembali berkunjung ke sarang Melodi. Mereka belajar bernyanyi bersama. Sebelum pulang, Selo menyampaikan kabar undangan lebah sarang pohon jambu. Selo meminta Melodi untuk datang bersamanya dan bersama lebah-lebah lain di sarangnya. Namun, Melodi menolaknya. Ia merasa malu karena ia bukan seekor lebah. Selo terus memohon kepadanya. Karena menurutnya, ratu lebah sarang pohon jambu akan sangat senang jika tamunya bisa bernyanyi denga suara yang sangat merdu. Dan akhirnya Selo berhasil membujuknya. Melodi bersedia datang ke pesta itu.
“Bagaimana bisa saya menaiki pohon? Saya ini cacing tanah, Selo.”
“Kamu tenang saja. Besok saya akan datang untuk menjemputmu. Kita akan pergi bersama.”
“Baiklah.”
*
Hari pesta pun tiba. Sebelumnya Selo telah meminta izin kepada ibunya untuk mengajak Melodi—sahabatnya untuk ikut hadir dan bernyanyi di sana. Selo meminta lebah pekerja untuk membantunya membawa Melodi ke pohon jambu. Selo yang dibantu empat lebah pekerja memetik daun yang akan dijadikan kendaraan bagi Melodi. Melodi akan dibawa menuju pohon jambu dengan sehelai daun. Empat lebah pekerja memegang sisi-sisi daun dan kemudian terbang.
Sesampainya di sana, Selo memperkenalkan Melodi kepada ratu lebah sarang pohon jambu. Ia juga meminta izin agar Melodi diperbolehkan bernyanyi bersamanya. Dengan senang hati ratu mengizinkannya.
Selo dan Melodi bernyanyi bersama. Mereka bernyanyi dengan sangat baik. Lagunya indah dan suaranya terdengar merdu. Semenjak itu Selo dan Melodi bersahabat. Kini Selo sudah memiliki teman bermain dan Melodi tidak merasa kesepian lagi.
***





Hasan dan Kucing
Oleh : Muhammad Teddy Febrianto (06101413071)
Pada sebuah desa, tinggallah sebuah keluarga, keluarga Pak Rahmat namanya. Pak Rahmat mempunyai tiga orang anak, yaitu Nida, Hasan, dan Husein. Semua putra pak Rahmat sudah bersekolah. Nida kelas 4 SD, Hasan kelas 2 SD, dan Husein kelas 1 SD. Dari ketiga bersaudara tersebut Hasan mempunyai sifat yang cukup berbeda dari dua saudaranya. Ia suka berbuat usil. Ia mempunyai kebiasaan mengganggu hewan peliharaan tetangga. Setiap kali ia lewat atau berjalan-jalan , dan menemui hewan selalu menggertak dan mengusirnya. “Heyya…! Huss…! Pergi kalian! Jagoan mau lewat!” teriakan Hasan membuat hewan-hewan yang didekatnya lari ketakutan. Saat sedang bermain ia juga suka mengganggu hewan-hewan seperti, kucing atau ayam. Semua hewan di sekitar rumahnya takut dengannya. Hasan pernah dijewer mbok Pinah gara-gara ayam mbok Pinah mati karena jatuh kedalam sumur setelah dikejar-kejar Hasan.
Beberapa hari kemudian, pak Rahmat mengawasi anaknya yang bermain. Hasan bermain di halaman rumah pak Sholeh bersama teman-temannya yaitu Budi, Dodi, dan Tono. Mereka sedang bermain sepakbola. Suara mereka bising, sehingga menganggu tetangga di sekitar rumah pak Sholeh. Ketika sedang bermain, seekor kucing hitam datang melintas di dekat mereka. Tanpa pikir panjang, Hasan segera mengincarnya. Ia menendang bola dengan sekuat tenaga diarahkan ke kucing hitam tersebut.
“Buk!” suara bola sangat keras mengenai kucing hitam tersebut.
“Meoong!” kucing hitam menjerit terkena bola tendangan Hasan. Suaranya melengking kesakitan, dan jatuh terpental berguling-guling di tanah.
“Ha..ha..ha..!Horee..! ” Hasan tertawa merasa puas dengan yang dilakukannya.
Dari jauh pak Rahmat menyaksikan kelakuan anaknya, menggeleng-gelengkan kepala. Akibat ulahnya banyak tanaman yang berada di sekitar rumah pak Sholeh rusak. Bahkan suatu ketika tendangan bolanya mengenai gerobak penjual bakso yang berakibat nampan, beberapa mangkuk pecah berantakan jatuh ke tanah. Hasan dan teman-temannya langsung lari sekencang-kencangnya tanpa memperdulikan teriakan penjual bakso.
“Ya Allah, berikan kesabaran padaku, dan berikan hidayah pada anak-anak tersebut. Amin!” gumam penjual bakso dalam hati. Begitulah sifat dan kelakuan Hasan setiap hari. Meskipun kedua orang tuanya selalu menasehati, tidak juga ia jera. Ia selau mengganggu semua hewan yang ia jumpai.
Hari itu, hari Jum’at. Seperti biasanya setelah pulang sekolah Hasan bermain bersama teman-temannya. Kebiasaan Hasan menggaggu hewan masih terus berlanjut setiap hari. Hari itu Hasan bermain cukup lama hampir menjelang maghrib ia baru pulang. Sampai di rumah ia langsung mandi kemudian persiapan shalat maghrib. Tidak seperti biasanya, setelah shalat maghrib biasanya ia berdzikir dan berdo’a tapi kali ini Hasan langsung pergi ke kamar. Menjelang Isya’ Husein mencari kakaknya tersebut untuk diajak shalat. Ia menuju kamar kakaknya tersebut.
“Kak, ayo shalat!” panggil Husein.
“Ya, kakak sudah tidur !” gumam Husein yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan kakaknya yang sudah tidur.
“Bu, kak Hasan sudah tidur!” lapor Husein.
“Ya sudah, biar nanti ibu yang membangunkan untuk shalat, mungkin ia kecapean main seharian!” jawab ibu.
Dalam tidurnya, Hasan bermimpi menjadi seorang pemburu. Ia membayangkan dirinya menjadi seorang jagoan yang tidak terkalahkan. Semua hewan penghuni hutan dapat ia taklukkan. Saat ia berburu, tanpa sengaja salah satu anak panahnya mengenai seekor ular naga yang sangat besar dan ganas. Ular naga tersebut sangat marah dan menoleh ke arah Hasan. Ular naga membuka mulutnya lebar-lebardan menyemburkan hawa panas. Tiba-tiba tubuh Hasan terasa ringan dan tersedot masuk kedalam mulut ular naga tersebut. Hasan berusaha keras untuk melepaskan diri namun selalu gagal.
“Tolong …tolong…!” Hasan berteriak ketakutan. Teriakan Hasan sampai terdengar pak Rahmat. Pak Rahmat bergegas ke kamar Hasan dan membangunkannya.
“Hasan…Hasan…bangun!” “Kamu mimpi buruk ya!” Coba sekarang kamu ingat, apa kamu pernah melakukan kesalahan sehingga kamu mimpi buruk.
“Hasan tadi juga belum shalat isya kan!” “Ayo shalat dulu, nanti tidur lagi!” ajak ayahnya. Hasan masih duduk termenung dan masih teringat mimpi yang tadi ia alami.
Siang itu, ketika keluar kamar, Hasan melihat seekor kucing hitam. Tanpa pikir panjang sifat usilnya langsung keluar. Ia mengambil bola dan menendangnya ke arah kucing tersebut. Kucing terpental dan menabrak guci hingga pecah. Bolanya terus melayang dan mengenai jendela sampai pecah. Hasan ketakutan dan lari keluar rumah. Tanpa ia sengaja, Hasan menginjak seekor kucing hitam yang berada di depan pintu. “Meoong…!” Kucing langsung mencakar dan menggigit kaki Hasan. Hasan terjatuh kaget dan tidak dapat menahan kesimbangan.
“Tolong…tolong…!” teriak Hasan. Kaki Hasan luka dan mengucurkan darah. Ibu yang berada di belakang segera mendatanginya. Hasan kemudian dibawa ke rumah sakit.
“Ayah …Ibu…, badan Hasan sakit semua!” rintih Hasan.
“Hasan bersyukurlah, lukamu tidak terlalu parah. Makanya jangan suka usil lagi. Jangan suka mengganggu hewan dan menakalinya!” Pak Rahmat menasehati putranya.
“Ya ayah, maafkan Hasan. Hasan berjanji tidak akan usil lagi dan mengganggu hewan-hewan lagi!”
Hasan sekarang memelihara kucing Persia pemberian ayahnya, kucing itu diberi nama Goldi.Hasan begitu menyanyangi si goldi.





























Kancil dan Siput
Oleh : Azimi (06101413072)
Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk dibuka. “Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.
Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan sombongnya.

“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha......., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi.
Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.
Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput.
Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput....sudah sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”
Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal.
Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.
SEKIAN.












Asal-Muasal Nyamuk
Oleh : Yulius Jhonson (06101413073)


Pada zaman dahulu hiduplah seorang petani sederhana bersama istrinya yang cantik. Petani itu selalu bekerja keras, tetapi istrinya hanya bersolek dan tidak mempedulikan rumah tangganya. Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dan hidup dari hasil pertanian sebagaimana layaknya keluarga petani.
 
          Sang istri yang cantik itu tidak puas dengan keadaan mereka. Dia merasa, sudah selayaknya jika suaminya berpenghasilan lebih besar supaya dia bisa merawat kecantikannya. Untuk memenuhi tuntutan istrinya, petani itu bekerja lebih keras. Namun, sekeras apa pun kerja si petani, dia tak mampu memenuhi tuntutan istrinya. Selain minta dibelikan obat-obatan yang dapat menjaga kecantikanya, istrinya juga suka minta dibelikan pakaian yang bagus-bagus --yang tentunya sangat mahal.
 
          “Bagaimana bisa kelihatan cantik kalau pakaianku buruk,” kata sang istri.
           Karena hanya sibuk mengurusi penampilan, istri yang cantik itu tidak memperhatikan kesehatannya. Dia jatuh sakit. Sakitnya makin parah hingga akhirnya meninggal dunia. Suaminya begitu sedih. Sepanjang hari dia menangisi istrinya yang kini terbujur tanpa daya. Karena tak ingin kehilangan, petani itu tak mau mengubur tubuh istrinya yang amat dicintainya itu. Dia ingin menghidupkan kembali istrinya.
          Esok harinya suami yang malang itu menjual semua miliknya dan membeli sebuah sampan. Dengan sampan itu dia membawa jasad istrinya menyusuri sungai menuju tempat yang diyakini sebagai persemayaman para dewa. Dewa tentu mau menghidupkan kembali istriku, begitu pikirnya.
 
          Meskipun tak tahu persis tempat persemayaman para dewa, petani itu terus mengayuh sampannya. Dia mengayuh dan mengayuh tak kenal lelah. Suatu hari, kabut tebal menghalangi pandangannya sehingga sampannya tersangkut. Ketika kabut menguap, di hadapannya berdiri sebuah gunung yang amat tinggi, yang puncaknya menembus awan. Di sinilah tempat tinggal para dewa, pikir Petani. Dia lalu mendaki gunung itu sambil membawa jasad istrinya.
 
          Dalam perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki tua.
 
          “Kau pasti dewa penghuni kayangan ini,” seru si petani dengan gembira.
 
          Dikatakannya maksud kedatangannya ke tempat itu.
 
          Laki-laki tua itu tersenyum.
 
          “Sungguh kau suami yang baik. Tapi, apa gunanya menghidupkan kembali istrimu?”
 
          “Dia sangat berarti bagiku. Dialah yang membuat aku bersemangat. Maka hidupkanlah dia kembali,” kata si petani.
 
          Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya.
 
          “Baiklah kalau begitu. Akan kuturuti permintaanmu. Sebagai balasan atas kebaikan dan kerja kerasmu selama ini, aku akan memberimu rahasia bagaimana cara menghidupkan kembali istrimu. Tusuk ujung jarimu, lalu percikkan tiga tetes darah ke mulutnya. Niscaya dia akan hidup kembali. Jika setelah itu istrimu macam-macam, ingatkan bahwa dia hidup dari tiga tetes darahmu.”

           Petani itu segera melaksanakan pesan dewa itu.


Ajaib, istrinya benar-benar hidup kembali.
 
          Tanpa pikir panjang, suami yang bahagia itu pun membawa pulang istrinya. Tapi, sang istri tahu, selain sampan yang dinaiki mereka, kini suaminya tak punya apa-apa lagi. Lalu, dengan apa dia merawat kecantikannya?
 
          Suatu hari, sampailah suami-istri itu di sebuah pelabuhan yang sangat ramai. Petani turun dari sampan dan pergi ke pasar untuk membeli bekal perjalanan dan meninggalkan istrinya sendirian di sampan. Kebetulan, di sebelah sampan mereka bersandar sebuah perahu yang sangat indah milik seorang saudagar kaya yang sedang singgah di tempat itu. Melihat kecantkan istri si petani, pemiliik perahu itu jatuh cinta dan membujuk perempuan cantik itu untuk ikut bersamanya.
 
          “Kalau kau mau ikut denganku, akan aku belikan apa saja yang kau minta,” kata sang saudagar.
 
          Sang istri petani tergoda. Dia lalu pergi dengan saudagar itu.
 
          Pulang dari pasar Petani terkejut karena istrinya tak ada lagi di sampannya. Dia mencari ke sana-kemari, tetapi sia-sia. Setahun kemudian, bertemulah dia dengan istrinya, tetapi istrinya menolak kembali kepadanya. Petani lalu teringat kepada dewa yang memberinya rahasia menghidupkan kembali istrinya.
 
          “Sungguh kau tak tahu berterima kasih. Asal tahu saja, kau hidup kembali karena minum tiga tetes darahku.”
 
          Istrinya tertawa mengejek.
 
          “Jadi, aku harus mengembalikan tiga tetes darahmu? Baiklah…”
 
          Sang istri pun menusuk salah satu jarinya dengan maksud memberi tiga tetes darahnya kepada suaminya. Namun, begitu tetes darah ketiga menitik dari jarinya, wajahnya memucat, tubuhnya lemas, makin lemas, hingga akhirnya jatuh tak berdaya. Mati.
           Setelah mati, dia menjelma menjadi nyamuk. Sejak itu, setiap malam nyamuk jelmaan wanita cantik itu berusaha menghisap darah manusia agar dapat kembali ke ujudnya semula.























Kelinciku malang, Kucing Ku Temui
Oleh : Marta Yani (06101413074)

Persenjaan sore menjelang. Matahari rasanya enggan turun. Tapi sang malam mulai menutupi senja mala mini. Firman masih memikirkan seekor kucing yang sangat ia sayang. Ia kembali memutar otaknyai, apakah kucingnya hilang, apakah kucingnya diambil orang, ataukah kucingnya mati. Ia masih tetap setia termanggung didepan teras kamar. Sudah tiga hari belakang ini ia menatap senja dengan tatapan penuh harap. Pikiran firman masih terpaku dengan kucing, kucing, kucing., dan kucing kesayangannya. Ia jadi teringaat tiga tahun lalu saat ia masih berumur 15 tahun ayah memberi  firman hadiah. Hadiah yang diberikan ayah  yaitu kucing anggora. Kucing ini khusus dibelikan oleh ayahnya sebagai hadiah special ulang tahun firman selain itu firman juga berhasil mendapatkan juara satu dikelas. Firman termasuk anak yang cerdas serta anak yang manja jadi apa yang firman inginkan dapat terpenuihi dengan  mudah. Tapi lain halnya ketika firman merengek minta dibelikan kucing angora. Firman tidak merengek seperti biasa ia malah membuat janji kepada ayahnya. Janji itu ketika ia berulang tahun ke 15, ia meminta kucing angora apabila dia mendapatkan rangking satu disemester kali ini. Ia juga ingin membuktikan kepada kakaknya bahwa dia bukan anak manja lagi. Karena firman tahu permintaannya kali ini pasti sulit dikabulkan. Itulah sebabnya firman berani memberikan syarat kepada ayahnya. Sebenarnya sudah sejak lama firman minta dibelikan kucing angora, karean firman orangnya ceroboh, ayah berpikir dua kali untuk mengabulkan permintaan firman kali ini. Sebelumnya hewan peliharaan firman sudah ada yaitu kelinci. Firman mempunyai kelinci sebanyak 2 ekor satu yang betina yang satunya lagi yang jantan. Satu bulan pertama firman rajin mengurusinya, begitu juga dengan bulan kedua ia masih rajin mengurusi kelinci-kelinci itu. Mulai dari memandikan, member makan, membersihkan kandang bahkan setiap ia pulang sekolah firman menyempatkan diri untuk bermain bersama kelinci-kelincinya. Setiap kali ia selesai bermain dengan kelinci-kelinci itu firman lupa untuk mengembalikan hewan kesayangannya  ke kandang. Ibu ya ibu yang selalu mengembalikan kelinci-kelinci itu ke kandang. Ibu juga penyayang hewan peliharaan firman juga senantiasa memperhatikan hewan peliharaan firman.                                                 Pernah suatu ketika ibu repot mengurusi pekerjaan rumah karena di rumah ada acara keluarga, ibu tidak memperhatikan anak bungsunya bermain dengan kelinci. Seperti biasa firman yang ceroboh lupa untuk mengembalikan kelinci-kelincinya ke kandang. Hari itu kelinci-kelinci firman tak terurus setelah bermain bersama firman. Sore pun tiba, ayah yang baru pulang kerja menyapa kedua kakak firman yang asyik daritadi membantu ibu didapur sekalian menyiapkan makan malam. Assalamualaikum sapa ayah, walaikumsalam sahut ibu dan kedua kakak firman. Tersentak ayah kaget dan langsung bertanya kepada ibu, “bu mana anak bungsu ayah ? itu dibelakang yah”,  biasa yah sehabis puiasa yah sehabis pulang sekolah firman bermain bersama kelinci-kelincinya sahut ibu. Oo ayah kira kemana bu ! tanpa bicara panjang lebar ayah langsung melihat anak bungsunya dibelakang rumah. Di taman kecil belakang rumah ayah mendengar firman sibuk memanggil-manggil kedua kelincinya. Ayah bingung kenapa anak bungsuunya iini memangill-manggil kelinci-kelinci, tak lama ayah menyapa firman “ nak kenapa kamu memanggil-manggil kelinci-kelinci milikmu ? ” kata ayah. Sebentar yah tunggu firman hampir    menemukan kelincinya sahut firman.  Selang beberapa menit firman menghampiri ayahnya dengan raut muka yang murung firman berkata “ yah “ !, “apa nak” sahut ayah. “Firman tidak berhasil menemukan kelinci firman yah, “sudah dari dua jam  yang lalu firman mencari-cari taoi tidak ketemu juga yah , sambung firman. Ayah cuma tersenyum, ayah sudah tahu kebiasaan anak bungsunya ini.. jadi ayah tak heran kalau ceroboh anaknya ini bias berakibat fatal. Yah dua ekor kelinci milik firman hilang entah kemana. Dengan senyum hangat seorang ayah, ayah  merangkul firman yang sedang sedih bercampur kesal. Sembari ayah merangkul firman ayah tak sadar ibu dan kedua kakak firman memperhatikan mereka berdua. Firman dan ayah memang sangat dekat. Karena kedua kakak firman sudah besar semua, jadi firmanlah yang setia menemani ayah setiap ada waktu luang. Lain dengan kakak firman yang sibuk dengan pekerjaan dan kuliah mereka hanya waktu-waktu tertentu pasti  kedua kakak firman menyempatkan berkumpul bersama ayah,ibu dan adik bungsu mereka. Kemudian ibu menghampiri ayah dan firman dengan sifat khas seorang ibu, ibu menyuruh ayah dan firman mandi semabari bersiap untuk shalat magrib. Waktu makan malam pun tiba, mereka sekeluarga sudah berkumpul di meja makan tapi firman belum terlihat di kursi makannya, ayah menyuruh abang untuk memanggil firman ke atas. Sesampainya di atas , firman duduk termenung di teras kamar. Abang menegur firman, “ dik, ayo kita makan ? kata abang. “bang firman tidak lapar. Sahut firman. Abang tak berani membujuk firman, abang cuma berkata, “kalau lapar kamu turun ke bawah ya dik, atau nanti panggil abang, abang yang antarkan makan malam buat kamu. Lanjut abang, “ya bang ! sahut firman. Abang kembali ke bawah, lalu berkata “yah , bu firman tidak lapar katanya “ , hm ayah tak tega ayah tahu betul bagaimana firman. Kalau sudah sayang sama sesuatu apalagi itu hewan kesayangan dia. Hilang entah dimana, huhuhh ayah hanya mengelus dada. Ayah tak mau melihat anak bungsunya sedih. Ayah meminta ibu untuk menyiapkan makan malam untuk firman. Ayah malam ini hanya makan sedikit, ayah buru-buru kekamar firman mengantarkan makan malam untuk anak bungsunya. Di kamar firman, ayah melihat anak bungsunya sudah terlelap di kasur empuk. Firman terlalu letih hari ini pikir ayah. Ayah menyelimuti firman dan menutup jendela kamar firman. Ayah menutup kamar firmn didepan kamar ada ibu yang ingin melihat firman, “ssstt firman sudah tidur bu kata ayah! ” , hm ibu tersenyum.    Di ruang keluarga ayah, ibu, dan kedua kakak firman sedang mengobrol, mereka merencanakan minggu pagi besok akan mengajak firman jalan-jalan pagi di sekitar rumah. Abang meminta kepada ibu agar memasak makanan kesukaan firman. Tak lama kemudian obrolan terhenti dan semuanya kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.                                        Esok harinya kicauan burung sudah tedengar merrdu, tetesan air hujan menetes sedikit demi sedikit sisa hjan tadi malam. Pagi hari yang cerah untuk jalan-jalan sambil bersepeda di sekitar rumah. Ibu sudah siap dengan menu sarapan paginya, ayah dan kedua kakak firman sedang pemanasan di teras rumah. Sementara itu ibu naik ke atas. Di karma firman, ibu membuka jendela dan membangunkan anak bungsunya. Walaupun manja, firman kalau dibangunkan tidur oleh ibunya pasti langsung bangun tidak perlu waktu yang lama. Firman bangun dan membersihkan wajahnya, mengosok gigi, berganti pakaina lalu turun ke bawah siap utnuk jalan pagi ataupun bersepeda dengan kedua kakaknya tentu bersama ayah tercintan. Berbeda dengan kemarin raut muka firman sudah tidak murung lagi. Firman memilih bersepeda dengan ayahnya sementara itu kedua kakak firman mengikuti dengan berlari mengiringi ayah dan firman. Di sepanjang perjalanan ayah dan firman bersedagurau begitu juga dengan kedua kakak firman. Tiba di taman komplek perumahan mereka beristirahat sejenak. Sembari beristirahat firman memainkan air danau buatan di taman. Minggu ini banyak orang yang memilih taman sebagai tempat untuk mengisi awal weekend. Satu per satu firman memperrhatikan orang yang lewat didekatnya. Kemudian firman kembali melamun disela-sela canda tawa ia bersama ayah dan kakaknya. Firman terpaku pada seorang anak kecil yang asyik bermain bersama dua ekor kelinci. Ia seperti kenal dengan kelinci yang asyik bermain bersama anak kecil itu. Sesekali firman memastikan kelinci itu, dalam hatinya ia berkata “ kelinci itu mirip dengan kelinciku yang hilang kemarin. Hey dik ! kata abang , “apa yang kamu perhatikan dari anak kecil itu”, lanjut abang . hm tidak bang, tidak ada apa-apa shut firman. Firman tidak berani memberitahu kepada abangnya. Tapi ketika ayah mengajak firman dan kedua kakaknya utnuk melanjutkan perjalanan pagi ini dan langsung pulang kerumah, firman menolak. Ayah tercengang, lalu ayah bertanya kepada firman. “nak kita pulang yuk?” ibu sudah menuggu kita dirumah. ”Sebentar yah, kata firman. Firman sedang memperhatikan dua ekor kelinci yang sedang berrmain bersama adik kecil itu. Kelinci itu mirip sekali dengan kelinci firman yang hilang kemarin. Belum puas dengan hanya memperhatikannya saja, firman memberanikan diri untuk mendekati anak kecil itu. Firman menyapa adik kecil itu dengan penuh kasih sayang, “ pagi dik,” kata firman. “Ia kak, kamu siapa yah kak ?” sahut adik itu. Firman tidak mendapati mata anak itu memperhatikan firman yang sedang berrbicara. Firman hanya melihat tatapan kosong dari anak itu. Firman kali ini memberanikan diri untuk bertanya lagi, “dik boleh kakak bertanya? ” kata firman. “ya kak, kakak mau bertanya apa?” jawab adik itu. Kamu mendapatkan kelinci itu darimana dik ? maaf sebelumnya. “ oh kelinci-kelinci ini ka, kemarin ayah saya memungut sampah dikomplek sekitar taman ini.”Ayah melihat dua ekor kelinci yang bermain direrumputan di taman ini kak, ayah tidak mendapati pemilik kelinci ini kak ayah saya sudah menunggu hamper tiga jam di taman ini. Akhirnya ayah saya memutuskan untuk membawa pulang kelinci ini kak” dengan napas terengah-engah adik ini menjelaskan kepada firman. “ ada apa kak?  lanjut adik itu. Firman terdiam ia berpikir lagi ya benar ini kelinci milik saya yang hilang kemarin. Lama firman tidak menjawab pertanyaan adik itu. Firman kembali melihat mata adik yang ada didekatnya, ia melihat adik ini buta ia tidak bias melihat. Tanpa pikir panjang firman menjawab pertanyaan adik tadi,”tidak dik, kakak hanya bertanya saja. Ayah dan kedua kakak firman hanya melihat firman. Firman berpamitan dengan adik itu, dan langsung mengajak ayah beserta kedua kakaknya  untuk pulang kerumah. Dengan raut muka yang gembira ia mengatakan, ayah , abang, kakak, firman berkata “ayo kita pulang firman sudah lapar ingin sarapan pagi bersama ibu”! .






















Hiu dan Lumba-lumba
Oleh : Karmila (06101413075)
Ikan hiu dan ikan lumba-lumba mempunyai perangai yang berbeda, namun mereka tetap bersahabat. Ikan hiu dikenal mempunyai sifat serakah, ganas, dan kejam. Berlawanan dengan sifat ikan lumba-lumba yang penyabar dan bijak. Walaupun demikian mereka selalu bersama bila mencari makan.
Suatu hari, mereka beriringan mencari makan di lautan yang dalam. Ikan lumba-lumba senang memangsa ikan-ikan yang kecil, sedangkan ikan hiu lebih suka memangsa ikan-ikan yang besar. Ikan hiu mempunyai nafsu makan yang luar biasa.
Walaupun telah mendapat ikan yang besar sekalipun, kadang ikan hiu masih suka menangkap mangsa yang lain. Bahkan seringkali ikan hiu tidak menghabiskan mangsanya, karena perutnya sudah tidak muat lagi untuk menampung.
Ketika sampai di sebuah tempat, mereka segera mengejar-ngejar mangsa yang berada di sekitarnya. Ikan hiu dengan buasnya melahap ikan-ikan yang besar, sedang ikan lumba-lumba hanya memangsa ikan-ikan kecil yang berada di dekatnya. Ikan lumba-lumba memang tidak berminat memakan ikan-ikan yang besar, walaupun sebenarnya mudah didapat.
Tanpa sepengetahuan ikan hiu dan ikan lumba-lumba, tiba-tiba saja sebuah perahu nelayan berada tepat di atas mereka. Di atas perahu itu nampak dua orang nelayan yang akan menjaring ikan. Tidak lama kemudian, kedua nelayan menebarkan jaring-jaring perangkapnya.
Ikan hiu yang sedang memangsa ikan, terkejut melihat jaring-jaring yang ditebarkan nelayan itu. Namun dengan gerak cepat, ikan hiu dapat melesat dan menghindari jaring-jaring itu.
“Awas lumba-lumba! Ada jaring perangkap!” teriak ikan hiu memperingatkan ikan lumba-lumba. Tetapi sayang, karena gerakan ikan lumba-lumba tidak cepat, ia terperangkap.
“Tolong aku hiu! Aku terperangkap!” jerit ikan lumba-lumba meminta bantuan.
Ikan hiu mencoba memberikan pertolongan. Dengan gigi-giginya yang tajam ia berusaha memutuskan tali jaring-jaring perangkap itu. Tetapi usahanya sia-sia, karena kedua nelayan itu segera menarik jaring perangkapnya.
Saat menarik hasil tangkapannya, kedua nelayan itu merasa keberatan. Dengan sekuat tenaga perlahan-lahan hasil tangkapan itu dapat ditarik.
“Tampaknya hasil tangkapan kita banyak sekali hari ini!” ucap salah seorang nelayan dengan raut wajah gembira.
“Ya, kelihatannya begitu. Beratnya dua kali lipat dari biasanya!” ujar nelayan yang satunya lagi.
Lihat! Ada ikan yang besar sekali!” teriak salah seorang nelayan begitu melihat hasil tangkapannya di permukaan air.
“Pantas saja berat sekali!” seru nelayan yang satunya lagi. Kemudian mereka mengangkat hasil tangkapannya itu ke atas perahu.”Akan kita apakan ikan yang besar ini?” tanya nelayan itu.
“Sebaiknya kita jual saja bersama dengan ikan-ikan yang lain. Mungkin harganya lebih mahal!” jawab nelayan satunya. Mendengar dirinya akan dijual di pasar, ikan lumba-lumba hanya dapat menangis tersedu-sedu. Tubuhnya menggeliat kepanasan karena terik matahari yang mulai menyengat.
Kedua nelayan itu memperhatikan gerak-gerik ikan lumba-lumba yang menggeliat di atas perahu mereka. Kulitnya mulai mengering karena panasnya sinar matahari. Air mata ikan lumba-lumba mulai menetes dan membasahi seluruh tubuhnya.
“Lihatlah! ikan besar itu menangis!” seru seorang nelayan.
“Ya, tampaknya ikan itu sedih mendengar dirinya akan dijual di pasar.” Jawab nelayan yang satunya. “Bagaimana kalau ikan besar itu kita lepaskan kembali ke laut? Aku tidak tega melihat ikan ini menangis terus.”
“Baiklah kalau begitu, akupun tidak tega menjual ikan sebesar ini ke pasar. Kalau begitu mari kita lepas ikan ini.” Ucap nelayan yang satu dengan hati terharu.
Mereka mengangkat dan melepaskan ikan lumba-lumba ke laut. Ikan lumba-lumba berhenti menangis, hatinya berubah gembira tak terkira karena selamat dan tidak jadi dijual oleh nelayan itu. Sebagai tanda terima kasihnya, ikan lumba-lumba berlompat-lompat di depan perahu mereka, dan bersiul tanda gembira. Kedua nelayan itupun senang dan tersenyum melihat ikan lumba-lumba tidak bersedih lagi. Kemudian nelayan itu pulang.
“Hai hiu! Aku selamat!” sapa ikan lumba-lumba kepada ikan hiu dengan hati gembira.
“Bagaimana kau bisa lolos?” tanya ikan hiu keheranan.
“Nelayan-nelayan itu yang melepaskanku. Mereka itu baik hatinya. Mereka tidak sampai hati menjualku ke pasar. Padahal katanya, aku bisa dijual dengan harga mahal.” Cerita ikan lumba-lumba pada ikan hiu.
“Ah tidak, nelayan-nelayan itu serakah! Seharusnya aku yang mendapatkan ikan-ikan besar tadi. Karena nelayan itu menjaringnya aku jadi tidak kebagian!” ujar ikan hiu dengan hati kesal.
“Tidak kawan, nelayan itu tidak serakah. Kalau mereka serakah, pasti aku sudah dijualnya tadi.” Ucap ikan lumba-lumba menyangkal pendapat ikan hiu.
“Tidak, aku tetap tidak suka dengan nelayan itu. Mereka tangkap semua ikan-ikan yang seharusnya menjadi bagianku. Kelak suatu saat, bila ada perahu nelayan yang hancur diterjang badai, aku akan memangsa mereka sebagai gantinya.” Demikian ikan hiu bersumpah.
“Jangan kawan, janganlah kamu berbuat begitu. Kamulah yang sebenarnya serakah. Tidak puaskah kamu memakan ikan-ikan yang ada. Rasa-rasanya kita tidak akan kekurangan makanan, walaupun nelayan-nelayan itu menangkapi ikan-ikan di sini setiap hari.” Tutur ikan lumba-lumba menasihati.
“Bila kelak ada manusia yang tertimpa musibah, aku pasti akan menolongya. Sebab aku merasa berhutang budi kepada nelayan yang telah menolongku. Aku tak akan melupakan budi baik mereka. Makanya aku berjanji akan selalu menolong manusia yang kesusahan.” Begitulah janji ikan lumba-lumba untuk membalas kebaikan manusia.
Sampai di sinilah kisah ikan hiu dan ikan lumba-lumba, dua tokoh yang berlainan sifatnya. Ikan hiu yang mempunyai sifat buruk merasa dendam dengan manusia, lantas dia membenci manusia. Sedangkan ikan lumba-lumba merasa berhutang budi kepada manusia, sehingga ikan lumba-lumba berjanji akan selalu menolong manusia yang tertimpa musibah.
                                 











Kucing yang Manis dan Lucu
Oleh : Novriyanti (06101413076)

Tina mempunyai kucing peliharaan, yang dia pelihara dari kelas XII SMP.Sampai dengan sekarang . Saat ini kucingnya sudah berumur enam tahun. Tina member nama Komeng, Komeng mempunyai tiga warna yaitu putih,kuning,dan hitam
Komeng suka memakan daging dan makanan yang mengandung minyak seperti : kerupuk,nasi goreng, tempe goreng dll.Tina uga biasanyasering memberi komeng sarapan dengan satu gelas susu.Dari cara merawatnya biasanya setiap hari libur sekolah seperti hari minggu, Tina biasanya selalu memandikan Komeng dengan sampo untuk anak bayi agar bulu-bulu Komeng tetap cantik dan menarik
Komeng adalah kucing jinak karena tidak karena tidak suka menggigit orang-oreang walaupun orang orang tersebut belum mengenalnya dan Komeng adalah kucing yang bisa diajak untuk bermain-main.Komeng juga termasuk kucing yang tidak liar karena kalau komeng main tidak jauh dari sekitar rumah .Komeng juga termasuk kucing yang bisa bersosialisasi dengan kucing –kucinglain.Disekitar tempat tinggal
Tina sangat menyangi komeng setiap perkembangan selaludi perhatikan.Setiap dy mo pergi sekolah komeng selalu menunaikan sampai  Tina naik ke mobil angkot.Setiba pulang dari sekolah Tina sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Komeng dan ingin memberinya oleh-oleh dari sekolah berupa makan –makanan ringan , setelah sampai dirumah Tina langsung memanggil komeng tapi komeng tidak muncul-muncul juga akhir Tina memutuskan untuk mencari Komeng disekitar ruangan rumah tapi Komeng tidak juga muncul-muncul akhirnya Tina mengganti baju akhirnya Tina melanjutkan untuk mencari Komeng disekitar halaman rumah dan sekitar rumah-rumah tetangga setelah satu jam mencari Komeng tapi belum juga ditemukannya.Tina sasngat sedih karena Tina sangat menyayangi Komeng, baju Tina sudah dipenuhi oleh keringat tapi tidak juga menemukannya . Akhirnya Tina dipanggil ibunya untuk disuruh pulang kerumah dan Tinapun segera pulang kerumah,ibu Tina bertanya mengapa baju Tina dipenuhi keringat akhirnya Tina menjelaskan bahwa dia mencari Komeng sudah satu jam tapi juga tidak ditemukan dan Ibu Tina memberitahu bahwa Komeng sedang tidurdibawah tempat tidurnya
Tina segera berjalan menuju tamannya karena tidak sabaran untuk melihat komeng, setelah melihat komeng Tina sangat sedih karena melihat komeng tidak berdaya dengan badan yang lemas dengan mata yang redup dan tubuhnya berdarah dan kakinya pincang, saat itu juga langsung mengeluarkan air mata sambil menggendong komeng dan menanyakan ke ibunya apa yang menyebabkan komeng seperti ini? Tetapi ibu Tina juga tidak mengetahui apa penyebabnya secara pasti tapi ibu Tina Cuma berbendapat mungkin komeng berkelahi dengan kucing tetangga dan kucing tetangga terssebut kalah, jadi pemilik kkucing tersebut memukul kaki komeng sehingga komeng menjadi pimcang, setelah mendengar penjelasan dari ibunya akhirnya Tina member Komeng makan siang, setelah selesai amkan siang Tina mengobati bagian tubuh Komeng yang terluka dan mengajaknya beristirahat degan tidur siang.
Hari demi hari, akhirnya kondisi komeng sudah pulih kembali dari kejadian tersebut Tina tidak membiarkan Komeng untuk bermai jauh- jauh dan hanya sekitar rumahnya saja, agar tidak terulang kejadian tersebut untuk ke dua kalinya karena Tina sangat menyayangi Komeng.          













\
Anak Singa

Oleh : Fahrozi (06101413077)


Pada saat saya berburu rusa dengan ayah saya di sebuah hutan ada seekor  singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan ibunya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerakgerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor  kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah. Dan kambing itu berniat untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.Sang  kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan  sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya.
Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum! la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala  masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.
“Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan suaramu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata kambing pada anak singa yang sudah tampak besar. tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah, “Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang  jahat itu!”
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya. Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras, “Emmbiiik!”
Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing. Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat.
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata, “Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku takkan memangsa anak singa!
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan,
“Jangan bunuh aku, ammpuun!”
“Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!”
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, “Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!”
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa. Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, “Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!” “Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!” Tegas singa dewasa.
“Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!”
“Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!” Kata sang singa dewasa. Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan, “Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!”
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.











B & B
(Bani dan Beo)
Oleh : Siti Fatima (06101413078)

“Aku punya anjing kecil”
Kuberi nama Heli
Dia senang bermain-main
Sambil berlari –lari....
Heli, Guk...Guk...Guk...
Kemari Guk, Guk, Guk.
Ayo lari2....
Lagu “Heli” terdengar dari kamar Bani. Anak usia 8 tahun ini sangat menyukai banyak hewan. Bani memiliki berbagai macam hewan peliharaan, ada kucing, anjing, kelinci, burung beo, dan ikan mas koki. Namun ia sangat menyayangi burung beonya. Beo adalah hadiah ulang tahun adari Ayahnya, saat Ia berulang tahun ke 6 tahun. Saat itu Bani mlai menyukai hewan. Burung beo itu Bani panggil dengan sebutan SI BEO. Si beo sangat pandai bernyayi, ternyata lagu heli yang terdengar itupun merupakan lantunan suara beo. Bani menjadikan si beo sahabat terbaiknya.
Diantara hewan peliharaannya yang lain, hanya beo yang sangkarnya didalam kamar Bani. Bani membuat sangkar beo bersama Ayahnya. Sangkar itu berbentuk seperti istana. Setiap pagi, sebelum berangkat kesekolah Bani selalu menyempatkan diri untuk membersihkan sangkar si beo. Saat bani akan berangkat kesekolah si beo selalu mengucapkan “Selamat tinggal...selamat tinggal....Hati-hati...Hati-hati...!”. Si beo milik Bani sangat cerdas. Berbeda dengan anak-anak lain yang suka bermain di luar bersama teman-teman sebayanya, bani tidak begitu. Dia lebih memilih menghabiskan waktudengan bermain bersama beo dan hewan peliharaanya yang lain.
Setiap sore, bani mengajak burung beonya untuk bermain di halaman belakang rumahnya. Bani dan beo bermain bersama pupus si kucing, Doggy si anjing, Bunny si kelinci, dan Fisi si ikam mas koki. Bani memberi makan pada hewan-hewan peliharaanya. Bani dan beo bernyayi bersama.
Disini senang... disana senang
Dimana-mana...mana-mana hati ku senang
Lalaa...lalaa....lllaaa..
Di sini  senang di sana senang dimana-mana hatiku senang
Lalalala... lalalaa... lalaa...
            Setelah bernyani lagu di Sini Senang di Sana Senang Beo bernyanyi lagi agu-lagu kesukaannya, seperti : Heli, pelangi-pelangi, dua mata saya, hujan rintik-rintik.dan lagu burung kutilang.
Saat mereka sedang bermain di taman, tiba-tiba Bani melihat-lihat selebaran mengenai kontes lagu beo. Bani memiliki ide yang bagus, dia ingin beo mengikuti kompetisi itu. Dia optimis beo akan jadi pemenang pada kompetisi itu. Setibanya di rumah, Bani mulai melatih Beo. Semua lagu yang telah diajarkan Bani kepada Beo, diajarkan kembali. Bani sangat bersemangat melatih burung kesayangannya itu. Hari demi hari telah berlalu. Tibalah saatnya Beo untuk bertanding dengan suara merdunya. Latihan Beo selama ini membuat sebuah keoptimisan untuknya dan Bani yang telah melatihnya dengan sungguh-sungguh.
Tibalah giliran Beo untuk memamerkan suara emasnya. Beo menyanyikan lagu Burung kutilang. Bani merasadeg-degan, Bani yang tadinya begitu optimis tiba-tiba merasakan kegugupan, karena mereka telah mendengarkan banyak burung-burung peserta Kompetisi yang suaranya merdu. Beopun mulai bernyanyi. Ketika Bani dan Beo naik ke atas panggung, Bani gemetaran.Saat Beo mulai mengeluarkan suara, suasana senyap. “Beopun Bernyanyi lagu burung kutilang”
“Di pucuk pohon cempaka
“Burung kutilang berbunyi
“Bersiul-siul sepanjang hari
“Dengan tak jemu-jemu
“Sambil bersiul, dia berseru.. Trilili...lilili...”
Lagu beo disambut antusias oleh para penonton, saat beo bernyanyi banyak penonton yang mengikuti.Setelah selesai bernyanyi tepuk tangan yang riuh dari para penonton mengiringi akhir lagu dari Beo.Dua puluh lima peserta telah bernyanyi dan kini tiba saatnya untuk menentukan pemenang dari kontes itu. Bani berdoa kepada Tuhan, agar Beo dapat menjadi juara. Satu persatu pemenang telah diebutkan. Kini tiba saatnya pengumuman untuk menentukan juara pertama. Rasa was-was menyelimuti Bani dan ungkin juga Beo. Setelah lima menit kemudian Juri mengumumkan pemenangnya. Ternyata Beo menjadi juara pertama.
Namun saat Bani dan Beo menerima piala dan uang tunai sebesar satu juta rupiah, tiba-tiba piagam yang bertuliskan nama beo terjatuh. Apakah ini firasat buruk ?? Bani terus memikirkannya.Bani dan Beopun pulang ke rumah. Setelah pulang ke rumah Bani menceritakan semua kepada ayah dan Ibu. Bani bangga memiliki hewan piaraan seperti Beo. Bani berkata pada orang tuanya.
“yah, jadi dokter hewan enak gak ya ?.” tutur Bani
“Emangnya, Bani mau jadi dokter hewan ya nak ?” tanya ayah sambil tersenyum.
“ Iya, ayah.. Bani kagum sama ayah, Bani juga mau terus bermain-main denganhewan”.
Celoteh Bani, sambil menunjukkan rasa bangganya kepada ayahnya.
“Kalau begitu Bani harus Rajin Belajar, ya Nak”. Nasihat ayah kepada Bani.
“Siaaaaaap bos, hheeeheee “ Bani tertawa.
Setelah selesai berbincang-bincang dengan Ayahnya, Bani dipanggil oleh ibunya untuk makan malam bersama.
“ Bani, ayah... ayo makan yok ?,” Panggil ibu
“ Iya, buk... “ Sahut Bani dengan lantang
“ Emangnya Bani tadi bicara apa dengan Ayah?”..
“Ada Aja, rahasia laki-laki, buk.. hehe.. “ Jawab Bani dengan main-main
“ Oh ya sudah kalau begitu “. Ibu hanya tersenyum simpul.
Setelah selesai makan malam, Bani memutuskan untuk Tidur. Karena Besok pagi dia harus berangkat ke sekolah. Jika besar nanti, Bani bercita-cita menjadi seorang dokter hewan. Bani ingin menjadi seperti ayahnya yang juga seorang dokter hewan. Dia bermimpi Beo terbng meninggalkannya. Esoknya dia terus bertanya-tanya tentang mimpinya. Kebahagian Bani berubah menjadi kesedihan karena sebuah peristiwa.
            Sore itu, hari minggu awal bulan januari. Bani berekreasi bersam kedua orang tuanya  kesebuah pedesaan yang cukup jauh dari kotanya. Mereka kedesa, karena tugas ayah untuk memelihara hewan-hewan disuakamarga satwa di desa itu. Saat tiba di desa Bani bersama keluarga nya beristirahat sejenak dan memulai kegiatan mereka. Saat mereka tiba disuakanargasatwa, banyak sekali hewan-hewan disana mulai dari hewan jinak, sampai hewan buas.
            Karena asiknya melihat hewan-hewan, burung beo Bani didalam sangkar nya tertinggal ditempat penangkaran hewan buas. Harimau itu menerkamnya dan mencabik-cabik beo milik Bani. Beo nya pun mati. Setengah jam kemudian Bani baru menyadari si beo telah hilang dari pegangan nya seketika itu Bani menangis, dia menemui ayah nya. Bani terus mencari si beo. Tak lama kemudian Bani mendapati sangkar beo yang telah hancur dan beo hanya tertinggal tulang dan bulu-bulu ya g bertaburan saja. Bani hanya terrdiam, sontak air mata nya mengalir dan menagngis sambil menjerit. Ia meneriakan nama si beo. Ayah dan ibu hanya melihat dari kejauhan. Lalu tak lama kemudian ayah dan ibu mendekati  Bani. Ayah berjanji akan membelikan Bani burung beo yang baryu untuk Bani namun baini terus menangis.

















Kisah Para Semut Yang Rajin dan Rendah Hati

Oleh : Siti Nurjanah (06101413079)

Pada akhir musim kemarau, iring-iringan semut merah merambat naik ke pohon mangga. Mereka bernyanyi riang dengan suara keras, menandakan semangat dan hati gembira.
Iring-iringan itu membentuk garis panjang dan mereka berpisah dalam kelompok-kelompok menuju kumpulan daun lebat yang menggantung di ranting-ranting pohon.
Rupanya hari ini adalah saatnya bagi semut merah untuk membuat sarang. Sebentar lagi musim hujan, mereka tidak ingin kedinginan dan kehujanan. Jadi, dalam beberapa hari, mereka akan sibuk membuat tempat berlindung dan mengumpulkan makanan untuk persediaan selama hujan turun.
SETIBA DI ATAS pohon, mereka meniti kumpulan daun mangga dan menetapkan daun yang tebal, lebar, dan saling berdekatanlah yang paling cocok untuk dibuat sarang. Ini adalah saat yang paling menyenangkan bagi mereka.
Terdengar nyanyian bersahut-sahutan. Semut-semut itu bekerja giat dan sukacita. Tetapi tidak semuanya. Sima, seekor semut pemalas, tidak ada dalam barisan. Sima asyik bermain dan tidak menghiraukan ajakan teman-teman untuk membuat sarang.
Ketika para semut sibuk menjalin daun-daun menjadi kuncup tertutup, Sima justru menghampiri dan membujuk mereka untuk bermain.
”Hai teman-teman, sibuk amat. Capek ya membuat sarang? Pasti membosankan, lebih baik ikut aku. Di pohon sebelah sana, ada buah yang merah, manis dan lezat sekali.”
Beberapa temannya sempat tergoda. Tetapi Pak Bijak, semut paling tua dan bijaksana, segera mengingatkan mereka.
”Aaahhh…, jangan dengarkan Sima. Kalian harus ingat, musim hujan sudah dekat. Jangan bermalas-malasan. Pikirkan hari esok, bersiaplah untuk hujan terbesar jika kalian ingin selamat dan makan berkecukupan!” teriak Pak Bijak.
MENDENGAR HAL INI, teman-teman Sima segera sadar dan bekerja kembali.
”Hai, Sima. Kau seharusnya juga ikut bersiap-siap, musim hujan akan diawali dengan hujan deras yang turun terus-menerus disertai angin kencang. Jika kau hanya bermain-main dan tidak mau bergotong royong membuat sarang, kau tidak akan memiliki tempat tinggal saat hujan benar-benar datang! Ayo, bekerja!” kata Pak Bijak menasihati Sima.
”Ahhh, Pak Bijak cerewet. Musim hujan tidak akan separah itu. Lihat, hari ini cerah sekali. Lebih baik bersenang-senang, mencicipi berbagai buah yang manis. Sayang jika dilewatkan, Pak.”
”Dasar pemalas. Terserah kau saja. Tetapi ingat, jika musim hujan datang, kau pasti menyesal tidak membantu kami membuat sarang.” Pak Bijak berkata dengan marah dan meninggalkan Sima yang hanya tertawa-tawa.
KEESOKAN HARINYA, enam buah sarang yang kokoh telah terbentuk. Ada celah kecil yang merupakan pintu bagi para semut untuk keluar masuk sarang.
Kegiatan hari ini adalah mengumpulkan persediaan makanan. Setiap kelompok semut ditugaskan mengangkat potongan kecil buah yang bisa dibawanya.
Sejak pagi hari mereka sibuk naik turun pohon mangga atau merambat ke pohon sebelahnya untuk membawa makanan dan memasukkannya ke sarang.
Saat semua bekerja, Sima terlihat bermalas-malasan di sehelai daun yang melambai perlahan tertiup angin. Ia hanya mengawasi kawan-kawannya bekerja. Ketika terasa lapar, ia mencari buah yang matang lalu memakannya hingga kekenyangan. Jika bosan, ia akan bernyanyi-nyanyi dan kemudian tidur.
Teman-teman menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Sima. Seekor semut mengingatkan lagi agar Sima ikut membantu membuat sarang. Ia menakut-nakuti jika Sima tidak ikut bekerja, mereka tidak akan menerima Sima tinggal di sarang ketika hujan datang.
Tetapi Sima dengan sombong berkata, hujan tidak membuatnya takut dan ia akan bersembunyi di bawah daun untuk melindungi diri dari hujan.
MENJELANG SORE, semua makanan yang diperlukan telah diangkat ke dalam sarang. Para semut berkumpul dan memasuki sarang masing-masing. Langit bertambah gelap karena mendung tiba-tiba datang. Udara terasa dingin dan angin mulai bertiup kencang.
Para semut merapatkan pintu sarang dengan kuat agar angin tidak tembus ke dalam. Sima, yang saat itu sedang tertidur pulas, mendadak bangun dan terkejut karena suara petir yang keras. Darrrr… gelegarrrr…!
Hati Sima terasa ciut. Mungkinkah hujan datang seperti itu? Tak lama kemudian, butiran air hujan mulai turun, semakin lama semakin deras disertai angin kencang.
Hujan membasahi Sima dan sekitarnya. Ia mencoba berlindung di bawah sehelai daun, tetapi angin dengan kuat mengguncang-guncang daun hingga putus dari rantingnya. Sima terlempar ke tanah.
DENGAN SUSAH PAYAH, Sima memanjat ke pohon mangga. Dilihatnya sarang yang dibuat teman-teman terlindung kokoh dan aman. Air deras dan angin menerjangnya berkali-kali.
Sima mencoba bertahan dan terus berusaha merayap ke atas. Di bawah, air hujan mulai membanjiri tanah. Jika ia terpeleset dan jatuh, air akan segera menenggelamkannya dan ia akan mati.
Ketika berhasil mencapai sebuah sarang, Sima mengetuk-ngetuk pintu, tetapi tak ada yang membukakan. Ia mencoba ke sarang lain, tetapi tak ada yang menjawab. Sima sangat ketakutan karena hari semakin gelap dan hujan tidak kunjung reda.
Ia mulai menangis dan menyesali kemalasannya. Ia terus berkata pada dirinya, ”Seharusnya aku mendengar kata-kata Pak Bijak…, seharusnya aku tidak malas.”
Akhirnya Sima tiba di sarang terakhir yang dihuni Pak Bijak dan teman-teman. Sima mengetuk pintu kuat-kuat. Sekuat tenaga, ia berteriak minta tolong dan meminta maaf atas kesombongan dan kemalasannya.
TUBUH SIMA LEMAS dan kedinginan. Ketika pegangan Sima mulai lemah dan nyaris jatuh ke bawah, tiba-tiba pintu sarang terbuka dan beberapa tangan terulur meraih dan memasukkannya dengan cepat ke dalam sarang. Kemudian semua menjadi hangat dan kering.
Hujan turun terus-menerus selama seminggu. Para semut dapat tinggal di sarang yang nyaman dan cukup makanan karena mereka mau bekerja keras.
Sima, yang akhirnya ditolong oleh Pak Bijak dan teman-temannya, sangat malu dengan sikapnya yang sombong dan malas. Ia menyesali perbuatannya dan berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan sombong dan malas bekerja lagi.





Tarjo dan Binatang Kesayangannya
Oleh : Isdalia (06101413080)

Di suatu desa hiduplah seorang pengembala domba yang bernama Tarjo.Tarjo mengembala dombah di  hutan yang gelap tidak jauh dari kampungnya dia mengembala dombah milik orang lain yaitu pak Karyo setiap hari Tarjo selalu merawat domba mulai dari memandikan domba,mengasih makan domba tersebut.Tarjo adalah pemuda yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga Tarjo harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya meskipun umurnya masih 12 tahun tarjo sudah menjadi tulang punggung keluarga karena bapaknya sudah lama meninggal semenjak Tarjo berumur 3 tahun ibunya yang hanya buru tani tidak sanggup membiayai kebutuhan mereka apa lagi membayar uang sekolah Tarjo jadi untuk membantu ibunya sepulang sekolah Tarjo mengembala domba  milik pak karyo.sehari-hari itulah yang di lakukan oleh Tarjo. Sesekali Tarjo selalu merasa bosan dengan kehidupanya Tarjo juga pingin bermain seperti teman sebayanya .untuk menghibur dirinya
Tarjo selalu  bermain dengan hewan peliharaanya, anjing yang bernama Otong sambil bermain seruling miliknya dengan pandainya tarjo memainkan seruling  miliknya bersama anjing kesayangan nya sekali tarjo mengelus elus Otong.Tarjo sangat  menyayangi Otong setiap Tarjo mengembala Tarjo selalu membawa Otong untuk menghibur hatinya yang sepi.
Suatu hari ketika dia mengembalakan dombanya di dekat hutan ,Tarjo mulai berpikir dengan apa yang di lakukanya apabila dia melihat serigala .Tarjo merasa terhibur dengan memikirkan berbagai macam rencana untuk mengerjai warga kampung karena tuanya pak karyo perna bilang kalau ada serigala yang ingin mengganggu mereka maka panggil warga kampung maka warga akan datang. Tarjo berpikir bagaimana cara mengelabui warga dengan otak jahilnya dia berhasil mengelabui warga dengan berpura-pura kalau serigala datang akan memakan domba. Akhirnya Tarjo melakukan itu dia berteriak “serigala-serigala”kemudian warga datang ternyata tidak ada satu pun serigala  warga pun kecewa tapi Tarjo senang sudah mengelabui warga itu bisa membuat hatinya lebih tenang dan senang.ketika dia sedang mengajak Otong bermain-main sambil menunggu domba makan dengan asyikya Tarjo bermain  dengan Otong (anjing kesayanganya) tak lama kemudian dia berniat ingin memandikan domba ternyata domba yang di gembalakanya itu hilang tali yang  di gunakan untuk mengikat domba itu lepas sehingga domba itu menghilang.tarjo sudah berusaha untuk mencari domba tapi tidak bertemu yang ada di pikirkan Tarjo bagaimana kalau pak karyo tau pasti marah besar,sedangkan dia tidak ada uang untuk mengganti domba tersebut.
Tarjo bingung harus bagaimana terselip di pikiranya untuk menjual Otong anjing kesayangannya itu karena anjing tersebut termasuk anjing yang pintar dan bagus ,banyak sekali yang berminat dengan anjing tersebut tapi Tarjo tidak mau menjual anjingnya karena dia sangat menyayanginya, tapi di sisi lain Tarjo takut dengan pak Karyo di tengah kebingungan datang lah seekor burung,burung itu berkata hay Tarjo kenapa kamu Tarjo menjawab” domba milik pak Karyo yang saya gembala setiap hari hilang saya tidak tahu harus bagaimana untuk menggantinya saya tidak punya uang”. Lalu burung berkata saya bisa membantu mu dengan wajah yang berseri-seri karena senang sekali Tarjo langsung menerima tawaran dari burung tersebut.
Berhari-hari Tarjo tidak pulang karena mencari domba dengan anjing dan  burung tersebut,ibu Tarjo cemas kalau nantinya Tarjo di makan binatang buas di hutan, setelah tahu kabar bahwa Tarjo tidak pulang-pulang  semua warga  mencari Tarjo di dalam hutan bersama-sama . setelah beberapa hari warga mencari Tarjo akhirya Tarjo di temukan dengan rasa senang ibunya memeluk Tarjo. Tarjo pun juga senang tapi di tengah keharuan tersebut tiba-tiba Tarjo melepaskan pelukan ibunya semua warga heran kanapa Tarjo seperti ketakutan ternyata pak Karyo datang, Tarjo takut nantinya pak Karyo marah, makin lama pak
Karyo makin mendekat dan kemudian sampai di hadapan Tarjo ,pak Karyo berkata”Tarjo kenapa kamu tidak pulang-pulang”,Tarjo menjawab saya takut pak  Karyo marah( sambil tersenyum dan memegag kepala Tarjo) pak Karyo pun berkata “siapa bilang pak Karyo marah “dengan wajah senang Tarjo berkata “berarti  pak Karyo tidak marah ,ya tidak la lain kali kalau ada masala ngomong jangan sampai kamu bikin ibu kamu cemas nanti kamu akan bapak kasih domba lagi tapi jangan sampai lalai lagi ya(ujar pak karyo).ya pak lain kali saya tidak akan mengulanginya.Karyo pun pulang bersama Otong dan burung tersebut.Burung tersebut di jadikanya teman bermainya sekarang teman Tarjo tidak hanya Otong melainkan burung itu juga.
Lalu Tarjo berkata untung saya tidak menjual kamu tong kalau saya menjual kamu saya tidak tahu harus bagaimana karena selama ini teman saya hanya kamu.akhirya setiap hari sepulang sekolah Tarjo mengembala domba sambil bermain bersama Otong dan burung. Dua binatang kesayangan Tarjo, sambil memainkan seruling dengan merdu.