Sabtu, 17 November 2012

Filsafat Analitik


Filsafat Analitik

Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan filsafat sains.
Di Inggris misalnya, gerakan Filsafat analitik ini sangat dominan dalam bidang bahasa. Kemunculannya merupakan reaksi keras terhadap pengikut Hegel yang mengusung [idealisme]] total. Dari pemikirannya, filsafat analitik merupakan pengaruh dari rasionalisme Prancis, empirisisme Inggris dan kritisisme Kant. Selain itu berkat empirisme John Locke pada abad 17 mengenai empirisisme, yang merupakan penyatuan antara empirisisme Francis Bacon, Thomas Hobbes dan rasionalisme Rene Descartes. Teori Locke adalah bahwa rasio selalu dipengaruhi atau didahului oleh pengalaman. Setelah membentuk ilmu pengetahuan, maka akal budi menjadi pasif. Pengaruh ini kemudian merambat ke dunia filsafat Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Jerman dan wilayah Eropa lainnya.
Setelah era idealisme dunia Barat yang berpuncak pada Hegel, maka George Edward Moore (1873-1958), seorang tokoh dari Universitas Cambridge mengobarkan anti Hegelian. Bagi Moore, filsafat Hegel tidak memiliki dasar logika, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Kemudian pengaruhnya menggantikan Hegelian, yang sangat terkenal dengan Filsafat bahasa, filsafat analitik atau analisis logika.
Tokoh yang mengembangkan filsafat ini adalah Bertrand Russell dan Ludwig Wittgenstein. Mereka mengadakan analisis bahasa untuk memulihkan penggunaan bahasa untuk memecahkan kesalahpahaman yang dilakukan oleh filsafat terhadap logika bahasa. Hal inilah yang ditekankan oleh Charlesworth. Penekanan lain oleh Wittgenstein adalah makna kata atau kalimat amat ditentukan oleh penggunaan dalam bahasa, bukan oleh logika.







Analisis Filosofis dalam Pendidikan

Filsuf mulai menganalisis konsep-konsep seperti pengajaran, penanaman nilai, belajar, , pelatihan, prestasi, dan banyak lagi. Kadang-kadang juga, analisis filosofis berkontribusi terhadap pengabaian pada proses mengajar yang ditandai dengan hasil tertentu.
Walaupun banyak filsuf pendidikan kembali ke analisis sebagai penyesuaian tugas filosofis,yang lain terus bekerja dalam cara yang lebih dekat dan berhubungan dengan metafisika. Metafisika. Metafisika adalah cabang filsafat yang mengangganggap bahwa kealamian itu merupakan kenyataan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,seperti: Apakah alam semesta pada dasarnya terdiri dari pikiran / ide, atau  partikel, fisik dan  materi ? Para filsuf selalu memulai dengan pendekatan metafisika, katakanlah, idealisme, dan kemudian mencoba membuktikan pendapatnyadan disesuaikan dengan pendidikan. Dalam filsafat utama, tentu saja, masih banyak argument berpaham idealis yang membela, dan kemudian mencoba untuk menunjukkan pendapat mereka dalam pendidikan. Dalam filsafat utama, tentu saja, masih banyak argument berpaham idealis membela paham realism (atau, lebih sering dikenal dengan paham materialis), rasionalisme terhadap empirisme, dan monisme terhadap pluralisme. Namun kembali lagi pada pendekatan awal. Lebih sering, mereka adalah deskripsi rinci tentang konteks pendidikan apa yang "Guru Realis," Guru Idealis, dan  Guru pragmatis. lakukan ketika mereka mengajar dan bagaimana cara mengajar mereka dapat dibedakan dari jenis aktivitasnya.









Analisis Pengajaran

Mengajar bisa dibandingkan dengan komoditas penjualan. Tak seorang pun bisa menjual tanpa seseorang yang membeli.Kita harus menertawai pedagang yang mengatakan bahwa ia telah menjual banyak barang sementara tak ada seorang pun yang membeli.Tetapi, barangkali ada guru-guru yang berpikir, mereka sudah bisa mengajar dengan baik tanpa harus bergantung dengan apa yang telah orang-orang pelajari. Ada penyamaan antara mengajar dan belajar serta antara menjual dan membeli.
Scheffler berpendapat bahwa pembelajaran memiliki tiga kriteria, yaitu:
1.      Guru bertujuan untuk membawa  (intensionalitas criteria)
2.      Strategi yang dipilih oleh guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran (reasonableness criterion)
3.      Apa yang guru harus lakukan dalam batasan tunduk pada aturan yang berlaku? (criterion of manner)

Satu-satunya cara untuk meningkatkan pembelajaran siswa adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pengajaran yang nyata. karena belajar adalah sesuatu yang harus muridl akukan sendiri dan untuk dirinya sendiri. Guru adalah pengurus dan pengarah,guru sebagai perahu atau petunjuk,tetapi tenaga yang mendorong perahu itu harus datang dari murid.








Analisis-Analisis Saat Mengajar
Filsuf pendidikan masih terlibat dalam analisis, dan mereka terus menerapkan metode analisis untuk pengajaran konsep. CJB Macmillan dan James Garrison telah memperkenalkan sebuah pengajaran "erotetic" konsep pengajaran. Mereka menulis: "Untuk mengajarkan sesuatu pada seseorang adalah dengan menjawab pertanyaan orang itu tentang beberapa materi pelajaran." Mereka menggunakan  poin-poin "erotetic" untuk pertanyaan-pertanyaan logika.      
Macmillan dan Garrison tidak bermaksud memberi batasan seorang guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswanya. Sebaliknya, mereka berniat untuk membuka pengetahuan yang besar dan menarik siswa untuk menganalisis. Mereka percaya bahwa dalam pengajaran mereka, guru harus menjawab pertanyaan,dan siswa harus bertanya.
Macmillan dan Garrison mengatakan bahwa pengajaran erotetic dapat memacu motivasi siswa untuk belajar.Dengan menjanjikan imbalan untuk pekerjaan yang baik. Atau hukuman untuk pekerjaan yang buruk, guru dapat memotivasi siswa dengan menangani kemampuan intelektual mereka dan membantu untuk melepaskan rasa bingunng siswa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan, jadi  siswa dituntut untuk bertanya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar